Minggu, 20 Mei 2012

Pak RT




Cerita ini sedikit
berbeda dari cerita ngentot dengan bupati di kotaku yang lainya, cerita
pak rt bukan pak rw lho, ini terasa special karena kontolnya pak rt
sangat panjang.  Aku tinggal di kompleks perumahan BTN di Jakarta.
Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk. Sebagai arsitek swasta,
tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Walaupun dia sangat
mencintaiku, bahkan mungkin memujaku, aku sering kesepian. Aku sering
sendirian dan banyak melamun membayangkan betapa hangatnya dalam sepi
itu Mas Adit, begitu nama suamiku, ngeloni aku.

Saat-saat seperti
itu membuat libidoku naik. Dan apabila aku nggak mampu menahan gairah
seksualku, aku ambil buah ketimun yang selalu tersedia di dapur. Aku
melakukan masturbasi membayangkan dientot oleh seorang lelaki, yang
tidak selalu suamiku sendiri, hingga meraih kepuasan. Yang sering hadir
dalam khayalan seksualku justru Pak Parno, Pak RT di kompleks itu.

Walaupun
usianya sudah di atas 55 tahun, 20 tahun di atas suamiku dan 27 tahun
di atas umurku, kalau membayangkan Pak Parno ini, aku bisa cepat meraih
orgasmeku. Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan Mas Aditpun, tidak
jarang khayalan seksku membayangkan seakan Pak Parnolah yang sedang
menggeluti aku. Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui, selama
ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang gedee banget. Nafsuku
langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke sana. Dari tampilan
tubuhnya yang tetap kekar dan kokoh walaupun tua, aku bayangkan kontol
Pak Parno juga kekar dan kokoh. Gede, panjang dan pasti tegar dilingkari
dengan urat-urat di sekeliling batangnya. Ooohh.., betapa nikmatnya
dientot kontol macam itu.

Di kompleks itu, di antara ibu-ibu atau
istri-istri, aku merasa akulah yang paling cantik. Dengan usiaku yang
28 tahun, tinggi 158 cm dan berat 46 kg, orang-orang bilang tubuhku
sintal banget. Mereka bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik
yang binal adik dari Ayu Ashari bintang sinetron. Apalagi kalau aku
sedang memakai celana jeans dengan blus tipis yang membuat buah dadaku
yang cukup besar membayang. Hatiku selangit mendengar pujian mereka
ini.. Pada suatu ketika, tetangga kami punya hajatan, menyunatkan
anaknya. Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan, kami se-RT
rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur, ada yang ngurus
pelaminan, ada yang bikin hiasan atau menata makanan dan sebagainya.



Aku
biasanya selalu kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu aku cukup
berbakat seni untuk membuat dekorasi pelaminan itu. Mereka selalu puas
dengan hasil karyaku. Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang
biasanya aku beli di Pasar Senen. Pagi itu ada beberapa bahan yang aku
butuhkan belum tersedia. Di tengah banyak orang yang pada sibuk
macam-macam itu, aku bilang pada Mbak Surti, yang punya hajatan, untuk
membeli kekurangan itu. “Kebetulan Bu Mar, tuh Pak Parno mau ke Senen,
mbonceng saja sama dia”, Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk Pak
Parno yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain.
“Emangnya Pak Parno mau cari apaan?”, aku nanya.

“Inii, mau ke
tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama
sekalian sound systemnya”, Pak Parno yang terus sibuk menjawab tanpa
menengok padaku. “Iyaa deh, aku pulang bentar ya Pak Parno, biar aku
titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti”. Segalanya berjalan
seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk
yang hadir disitu. Sekitar 10 menit kemudian, dengan celana jeans dan
blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan, mendampingi Pak Parno
yang nyopirin Kijangnya. Udara AC di mobil Pak Parno nyaman banget
sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Jakarta. Pelan-pelan terdengar
alunan dangdut dari radio Mara yang terdapat di mobil itu. Saat itu
aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada
dalam mobil hanya berdua dengan Pak Parno yang sering hadir sebagai
obyek khayalanku dalam hubungan seksual. Tak bisa kutahan, mataku
melirik ke arah selangkangan di bawah kemudi mobilnya. Dia pakai celana
drill coklat muda. Aku lihat di arah pandanganku itu nampak
menggunung. Aku nggak tahu apakah hal itu biasa. Tetapi khayalanku
membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede dan panjang. Saat aku
menelan ludahku membayangkan apa di balik celana itu, tiba-tiba tangan
Pak Parno nyelonong menepuk pahaku. “Dik Marini mau beli apaan? Di
Senen sebelah mana?”, sambil dia sertai pertanyaan ini dengan nada
ke-bapak-an. Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah
membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang di ajak
ngomong. “Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan
di pasar inpress ituu..”, walaupun jantungku langsung berdegup kencang
dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan
tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh.Tetapi rupanya Pak
Parno nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan
ketika dia jawab balik, “Ooo, yyaa.. aku tahu ..”, tangannya kembali
menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak
yang melindungi anaknya.

Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang
sangat, aku merasakan desakan erotik, mengingat dia selalu menjadi
obyek khayalan seksualku. Dan saat Pak Parno merabakan tangannya lebih
ke atas menuju pangkal pahaku, reaksi spontanku adalah menurunkan
kembali ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Dia
ulangi lagi dan aku kembali menurunkan. Anehnya aku hanya menurunkan,
bukan menepisnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang
tidak diangkat dari pahaku. Hanya aku masih belum siap untuk lebih
jauh. Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup
kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus.

Pak
Parno mengalah. Tetapi bukan mengalah bener-bener. Dia tidak lagi
memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia
rubah. Tangan itu kini meremasi pahaku. Gelombang nikmat erotik
langsung menyergap aku. Aku mendesah tertahan. Aku lemes, tak punya
daya apa-apa kecuali membiarkan tangan Pak Parno meremas pahaku.

“Dik Maarr..”, dia berbisik sambil menengok ke aku.

Tiba-tiba
di depan melintas bajaj, memotong jalan. Pak Parno sedikit kaget.
Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling dan melepas
injakan gas. Kijang ini seperti terangguk. Sedikit badanku terdorong ke
depan. Selepas itu tangan Pak Parno dikonsentrasikan pada kemudi.
Jalanan ke arah Senen yang macet membuat sopir harus sering memindah
presnelling, mengerem, menginjak gas dan mengatur kemudi. Aku senderkan
tubuhku ke jok. Aku nggak banyak ngomong. Aku kepingin tangan Pak Parno
itu kembali ke pahaku. Kembali meremasi. Dan seandainya tangan itu
merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan. Aku menjadi penuh disesaki
dengan birahi. Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati apa yang
barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal.

Benar.
Sesudah jalanan agak lancar, tangan Pak Parno kembali ke pahaku. Aku
benar-benar mendiamkannya. Aku merasakan kenikmatan jantungku yang
terpacu dan nafasku yang menyesak dipenuhi rangsangan birahi. Langsung
tangan Pak Parno meremasi pahaku. Dan juga naik-naik ke pangkal pahaku.
Tanganku menahan tangannya. Eeeii malahan ditangkapnya dan diremasinya.
Dan aku pasrah. Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah
pada kemauan Pak Parno. Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender
di jok sambil remasan di tangan terus berlangsung.

Sekali aku nyeletuk, “N’tar dilihat orang Pak”

“Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam”, aku percaya dia.



Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Pak Parno juga menggelora,

“Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?”, dia berbisik ..

“Kemana..?”, pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku ..

“Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..??”.

“Terserah Pak Parno.., Tapinya n’tar ditungguin orang-orang .., n’tar orang-orang curiga .. lho”.

“Iyaa,
jangan khawatirr.., paling lama sejam lah..”, sambil Pak Parno
mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik. Aku
nggak mau bertanya, mau ngapain ‘sejam’??

Persis di bawah jembatan
penyeberangan dekat daerah Galur, Pak Parno membalikkan mobilnya
kembali menuju arah Cempaka Putih. Ah.. Pak Parno ini pasti sudah biasa
begini. Mungkin sama ibu-ibu atau istri-istri lainnya. Aku tetap
bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura tiduran. Dengan penuh
gelora dan deg-degan jantungku, aku menghadapi kenyataan bahwa beberapa
saat lagi, mungkin hanya dalam hitungan menit, akan mengalami saat-saat
yang sangat menggetarkan. Saat-saat seperti yang sering aku khayalkan.
Aku nggak bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku ini.., apa
kekurangan Mas Adit, kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Pak
Parno ini. Bahkan sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama 8 tahun
pernikahan aku disentuh apalagi digauli lelaki lain.

Yang aku
rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa aman dekat Pak Parno. Pasti
dia akan menjagaku, melindungiku. Pasti dia akan mengahadpi aku dengan
halus dan lembut. Bagaimanapun dia adalah Pak RT kami yang selama ini
selalu mengayomi warganya. Pasti dia nggak akan merusak citranya dengan
perbuatan yang membuat aku sakit atau terluka. Dan rasanya aku ingin
banget bisa melayani dia yang selama ini selalu jadi obyek khayalan
seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu padaku sepuasnya. Dan juga aku
ingin merasakan bagaimana dia memuaskan aku pula sesuai khayalanku.

AKu
gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku
terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku
bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut
persetujuanku atas ajakan ‘jalan-jalan dulu’ Pak Parno ini.

Tiba-tiba
mobil terasa membelok ke sebuah tempat. Ketika aku membuka mata, aku
lihat halaman yang asri penuh pepohonan. Di depan mobil nampak seorang
petugas berlarian menuntun Pak Parno menuju ke sebuah garasi yang
terbuka. Dia acungkan tangannya agar Pak Parno langsung memasuki garasi
berpintu rolling door itu, yang langsung ditutupnya ketika mobil telah
yakin berada di dalam garasi itu dengan benar. Sedikit gelap. Ada
cahaya kecil di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang
tertutup. Woo.. aku agak panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur.
Kemudian kudengar Pak Parno mematikan mesin mobilnya.

“Nyampai Dik Mar ..”,

“Di
mana ini Pak ..?’” terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Pak
Parno mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis ‘motel’ yang
sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam
arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.

Pak Parno tidak
menjawab pertanyaanku, tetapi tangannya langsung menyeberang melewati
pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung
bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan
berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung mencium mulutku dan
melumat. Uh uh uh .. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku membalas
lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya menyeruak
ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu
menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku.
Beginilah rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum
sebagaimana yang sering dipakai Mas Adit. Bau Pak RT yang telah 55
tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu
menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas
Adit. Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu
birahiku lepas dengan liarnya saat ini..

Sambil melumat,
tangan-tangan Pak Parno juga merambah tubuhku. Jari-jarinya melepasi
kancing-kancing blusku. Kemudian kurasakan remasan jari kasar pada buah
dadaku. Uuiihh .. tak tertahankan. Aku menggelinjang. Menggeliat-geliat
hingga pantatku naik-naik dari jok yang aku dudukin disebabkan
gelinjang nikmat yang dahsyat. Sekali lagi aku merasa edaann .. aku
digeluti Pak RT ku.

Bibir Pak Parno melumatku, dan aku
menyambutnya dengan penuh kerelaan yang total. Akulah yang sesungguhnya
menantikan kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan
erotikku. Ohh .. Pak Parnoo .. Tolongin akuu Pakee .. Puaskanlah
menikmati tubuhkuu ..Paak, .. semua ini untuk kamu Paak .. Aku hauss ..
Paak .. Tulungi akuu Paakk.

“Kita turun yok Dik Mar .., kita masuk dulu ..”, Pak Parno menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki motel ini.

Begitu
masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor motel itu. Pak
Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan
yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar. Aku terserah Pak Parno
saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet
pengin kencing.

Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Parno sudah
telentang di ranjang. Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini,
apalagi setelah melihat sosok tubuh Pak Parno itu. Dia menatapku dari
ekor matanya, kemudian memanggil.

“Sini Dik Mar .. “, uh uh ..
Omongan seperti itu .. masuk ketelingaku pada saat macam begini ..aku
merasakan betapa sangat terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku. Aku,
istri yang sama sekali belum pernah disentuh lelaki lain kecuali
suamiku, hari ini dengan edannya berada di kamar motel dengan seseorang,
yaitu Pak Parno, yang Pak RT kompleks rumahku, yang bahkan jauh lebih
tua dari suamiku, bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri. Dan panggilanya
yang ..’Sini Dik Mar’, itu .. terasa sangat erotis di telingaku.

Aku
inilah yang disebut istri nyeleweng. Aku inilah istri yang
selingkuh..uh uh uh .. Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku kini.
Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya akan makna selingkuh dan aku
tetap melangkah ke dalamnya. Birahi yang dibakar oleh pengertian
nyeleweng dan aku terus saja melanggarnya. Uhh .. aku nggak mampu
menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar .. Dan saat aku
rubuh ke ranjang itu, yang kemudian dengan serta merta Pak Parno
menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya, aku sudah
benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang nyeleweng dan
selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi
kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng
pemula macam aku ini.

“Dik Mar .. Aku sudah lama merindukan Dik
Mar ini. Setiap kali aku lihat itu gambar bintang film Sarah Ashari yang
sangat mirip Dik Mar .. Hatiku selalu terbakar .. Kapann aku bisa
merangkul Dik Mar macam ini ..”.

Bukan main ucapan Pak Parno.
Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan.
Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela
dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah ini. Pak Parnoo
..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku.

Dia langsung melahap
mulutku yang gelagapan kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke
blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan
lagi. Disedotnya lidahku. Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya
aku dijadikan minumannya. Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini.
Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian
dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan
puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang datang
padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu
menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku
..Pakee ..Pakee .. Pakee ..ampun nikmattnya Pakee..

Tangannya
yang lepas dari susuku turun untuk meraih celana jeansku. Dilepasi
kancing celanaku dan dibuka resluitingnya. Tangannya yang besar dan
kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan
itu merogoh celana dalamku. Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang
mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku.
Saat-saat jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian
meremasi kelentitku ..aku langsung melayang ke ruang angkasa tak
bertepi. Kenikmatan .. sejuta kenikmatan .. ah .. Selaksa juta
kenikmatan Pak Parno berikan padaku lewat jari-jari kasarnya itu.

Jari-jari
itu juga berusaha menusuk lubang vaginaku. Aku rasakan
ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang itu. Cairan birahiku yang
sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk
memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang itu. Dengan bibir
yang terus melumati susuku dan tangannya merangsek kemaluanku dengan
jari-jarinya yang terus dimainkan di bibir lubang vaginaku ..Ohh..
kenapa aku ini ..Ooohh.. Mas Adit .. maafkanlah akuu .. Ampunilahh ..
istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak bertara ini ..
ampunilah Mas Adit .. aku telah menyelewengg .. aku nggak mampuu maass
..

Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah
berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti
ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari
bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku
dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang
vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia
kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung
lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya.

Yang semula satu
jari, kini disusulkan lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun
bertambah. Pak Parno tahu persis titik-titik kelemahan wanita.
Jari-jarinya mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan
jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring
sampai titik dimana aku nggak mampu lagi membendungnya. Untuk pertama
kali disentuh lelaki yang bukan suamiku, Pak Parno berhasil membuatku
orgasme.

Saat orgasme itu datang, kurangsek balik Pak Parno.
Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan
kuhunjamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan
bagaimana luka dan rasa sakit yang ditanggung Pak Parno. Pahaku
menjepit tangannya, sementara pantatku mengangkat-angkat menjemputi
tangan-tangan itu agar jarinya lebih meruyak ke lubang vaginaku yang
sedang menanggung kegatalan birahi yang amat sangat. Tingkahku itu
semua terus menerus diiringi racau mulutku.

Dan saat orgasme itu
memuncratkan cairan birahiku aku berteriak histeris. Tangan-tanganku
menjambret apa saja yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk.
Selimut tempat tidur itu terangkat lepas dan terlempar ke lantai.
Kakiku mengejang menahan kedutan vaginaku yang memuntahkan spermaku.
“Sperma” perempuan yang berupa cairan-cairan bening yang keluar dari
kemaluannya. Keringatku yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke
pipiku, kebibirku. Kusibakkan rambutku untuk mengurangi gerahnya
tubuhku dalam kamar ber AC ini.

Saat telah reda, kurasakan tangan
Pak Parno mengusap-usap rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan
penuh kasih sayang. Uh .. Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya,
dia sisir rambutku dengan jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku.
Dan akhirnya tubuhku juga mulai merasai kembali sejuknya AC kamar motel
itu.

“Dik Mar, Dik Mar hebat banget yaa hh.. Istirahat dulu
yaa..?!, Saya ambilkan minum dulu yaahh ..”, suara Pak Parno itu terasa
menimbulkan rasa yang teduh.

Aku nggak kuasa menjawabnya.
Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan
mendapatkan kenikmatan sehebat ini. Kamar motel ini telah menyaksikan
bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertama kalinya saat aku
menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Adit suamiku untuk disentuhi dan
digumuli oleh Pak Parno, Pak RT kampungku, yang bahkan juga sering jadi
lawan main catur suamiku di saat-saat senggang. Mas Adit .. Ooohh ..
maass ..maafkanlah aakuu .. maass..

Sementara aku masih terlena
di ranjang dan menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Pak Parno
terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku, perutku.
Bahkan lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti keringatku. Tangannya
tak henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku terdiam. Aku perlu
mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar motel
itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang. Kulihat Mas Adit sedang
sibuk di depan meja gambarnya, sebentar-sebentar stip Staedler-nya
menghapus garis-garis potlod yang mungkin disebabkan salah tarik.

Mungkin
semua ini hanyalah soal perlakuan. Hanyalah perlakuan Mas Adit yang
sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan
biologisku. Lihat saja Pak Parno barusan, hanya dengan lumatan
bibirnya pada ketiakku dan kobokkan jari-jarinya yang menari-nari di
kemaluanku, telah mampu memberikan padaku kesempatan meraih orgasmeku.
Sementara kamu Mas, setiap kali kamu menggumuliku segalanya berjalan
terlampau cepat, seakan kamu diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu
peroleh kepuasanmu demikian cepat.

Sementara saat nafsuku tiba
dengan menggelegak, Mas Adit sudah turun dari ranjang dengan alasan ada
yang harus diselesaikan, si anu sudang menunggu, atau si anu besok mau
pergi dan sebagainya. Kamu ternyata sekali sangat egois. Kamu biarkan
aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Menunggu Mas
Adit yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri. Yang aku nggak tahu
kapan itu datangnya .. Sepertinya aku menunggu Godotku .., menunggu
sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku ..

“Dik Marni capek ya ..”, bisikkan Pak Parno membangunkan aku dari lamunan.

“Nggak
Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq nikmat banget yaa .., sedangkan
Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee .. Pak Parno juga hebat
lhoo .. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi hi hi ..”,
aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan kepuasan
tak terhingga ini.

Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek bahwa
aku nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia
turun dari ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya
dan kemudian celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki
lain telanjang bulat di depanku selain Mas Adit suamiku. Wuuiihh .. aku
sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak Parno.

Pada usianya yang
lebih dari 55 tahun itu, sungguh Pak Parno memiliki tubuh yang sangat
seksi bagi para wanita yang memandangnya. Bahunya bidang. Lengannya
kekar, dengan otot-otot yang kokoh. Perutnya nggak nampak membesar, rata
dengan otot-otot perut yang kencang, seperti papan penggilasan. Bukit
dadanya yang kokoh, dengan dua putting susu besar kecoklatan, sangat
menantang menunggu gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal. Dari
tampilan tubuhnya yang kekar dan macho ini, aku lihat Pak Parno adalah
sosok penggemar olahraga yang fanatik. Otot-otot di tubuhnya menunjukkan
dia sukses berolahraga selama ini

Pandanganku terus meluncur ke
bawah. Dan yang paling membuatku serasa pingsan adalah .. kontolnya ..
Aku belum pernah melihat kontol lelaki lain .. Kontol Pak Parno
sungguh-sungguh merupakan kontol yang sangat mempesona dalam pandanganku
saat ini. Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak kepalanya
berkilatan dan sangat indah. Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara
Nazi, sungguh merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang.
Dengan sobekan lubang kencing yang gede, kontol itu seakan menunggu
mulut atau kemaluan para perempuan yang ingin melahapnya.

Sesudah
telanjang Pak Parno juga menarik pakaianku, celana jeansku yang sedari
tadi masih di separoh kakiku, kemudian blus serta kutangku dilepasnya.
Kini aku dan Pak Parno sama-sama telanjang bulat. Pak Parno rebah di
antara pahaku. Dia langsung nyungsep di selangkanganku. Lidahnya
menjilati kemaluanku. Waduuiihh .. Ampunn .. Kenapa cara begini ini
nggak pernah aku dapatkan dari Mas Aditt ..

Lidah kasar Pak Parno
menusuk dan menjilati vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya.
Ujung lidahnya berusaha menembusi lubang vaginaku. Pelan-pelan nafsuku
terpancing kembali. Lidah yang menusuk lubang vaginaku itu membuat aku
merasakan kegatalan yang hebat. Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala
Pak Parno dan jariku meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan
mendesah-desah untuk kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga
menekan-nekan kepala itu agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku
yang makin dilanda kegatalan birahi yang sangat. Pantatku juga ikut
naik-naik menjemput lidah di lubang vaginaku itu.

Tak lama
kemudian, Pak Parno memindahkan dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan
pada bahunya. Posisi seperti itu merupakan posisi yang paling mudah
bagi Pak Parno maupun bagi aku. Dengan sedikit tenaga aku bisa
mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak Parno, dan sebaliknya Pak
Parno tidak kelelahan untuk terus menciumi kemaluanku. Terdengar suara
kecipak mulut Pak yang beradu dengan bibir kemaluanku. Dan desahan Pak
Parno dalam merasakan nikmatnya kemaluanku tak bisa disembunyikan.

Posisi
ini membuat kegatalan birahiku semakin tak terhingga hingga membuat
aku menggeliat-geliat tak tertahankan. Pak Parno sibuk memegang
erat-erat kedua pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari
pegangannya. Dan sampai pada akhirnya dimana Pak Parno sendiri juga
tidak tahan. Rintihan serta desahan nikmat yang keluar dari mulutku
merangsang nafsu birahi Pak Parno tidak bisa terbendung.

Sesudah
menurunkan kakiku, Pak Parno langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya
kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang kemaluanku. Aku sungguh
sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik dimana bagiku untuk pertama
kalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain suamiku merambah dan
menembus memekku. Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar
ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar .. menunggu kontol Pak Parno
menembus kemaluanku .. Aku hanya bisa pasrah .. Aku nggak mampu lagi
menghindar dari penyelewengan penuh nikmat ini .. Maafin aku Mas Adit ..

Aku
menjerit kecil saat kepala tumpul yang bulat gede itu menyentuh dan
langsung mendorong bibir vaginaku. Rasa kejut saraf-saraf di bibir
vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf itu menegang dan membuat lubang
vaginaku menjadi menyempit. Dan akibatnya seakan tidak mengijinkan
kontol Pak Parno itu menembusnya. Dan itu membuat aku penasaran,

“Santai saja Mar, biar lemesan..”, terdengar samar-samar suara Pak Parno di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala.

“Pakee
.. Pakee .. ayyoo .. Pakee tulungi saya Pakee .. Puas-puasin ya
Pakee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pakee ..”, kedengerannya
aku mengemis minta dikasihani.

“Iyaa Dik Marr .. Sebentar yaa Dik Marr ..”, suara Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.

Kepala
helm tentara itu akhirnya berhasil menguak gerbangnya. Bibir vaginaku
menyerah dan merekah. Menyilahkan kontol Pak Parno menembusnya. Bahkan
kini vaginakulah yang aktif menyedotnya, agar seluruh batang kontol
gede itu bisa dilahapnya.

Uuhh .. aku merasakan nikmat desakan
batang yang hangat panas memasuki lubang kemaluanku. Sesak. Penuh. Tak
ada ruang dan celah yang tersisa. Daging panas itu terus mendesak
masuk. Rahimku terasa disodok-sodoknya. Kontol itu akhirnya mentok di
mulut rahimku. Terus terang belum pernah se-umur-umurku rahimku
ngrasain disentuh kontol Mas Adit. Dengan sisa ruang yang longgar,
kontol suamiku itu paling-paling menembus ke vaginaku sampai tengahnya
saja. Saat dia tarik maupun dia dorong aku tidak merasakan sesak atau
penuh seperti sesak dan penuhnya kontol Pak Parno mengisi rongga
vaginaku saat ini.

Kemudian Pak Parno mulai melakukan pemompaan.
Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan
kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dengan frekewnsi yang
makin sering dan makin cepat. Dan aku mengimbangi secara reflek.
Pantatku langsung pintar. Saat Pak Parno menarik kontolnya, pantatku
juga menarik kecil sambil sedikit ngebor. Dan saat Pak Parno menusukkan
kontolnya, pantatku cepat menjemputnya disertai goyangan igelnya.

Demikian
secara beruntun, semakin cepat, semakin cepat, cepat, cepat, cepat,
cepat, cepaatt ..ceppaatt. Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku
terburai, keringatku, keringat Pak Parno mengalir dan berjatuhan di
tubuh masing-masing, mataku dan mata Pak Parno sama-sama melihat keatas
dengan menyisakan sedikit putih matanya. Goncangan makin cepat itu
juga membuat ranjang kokoh itu ikut berderak-derak. Lampu-lampu nampak
bergoyang, semakin kabur, kabur, kabur. Sementara rasa nikmat semakin
dominan. Seluruh gerak, suara, nafas, bunyi, desah dan rintih hanyalah
nikmat saja isinya.

“Marrr .. Ayyoo.. Enakk nggak kontol padee
Mirr, enak yaa.. enak Marr .. ayyoo bilangg enak mana sama kontol si
Adit .. Ayoo Marr enak mana sama kontol suamimu ayoo bilangg ayyoo
enakan manaa ..”, Pak Parno meracau.

“Pakee .. enhaakk.. pakee.. Enhakk kontol pakee .. Panjangg .. Uhh gedhee bangett .. pakee.. Enakan kontol Pak Parnoo ..”.

Posisi
nikmat ini berlangsung bermenit-menit. Tanpa terasa pergumulan birahi
ini sudah berjalan lebih dari 1 jam. Suasana erotis tampak sangat indah
dan menonjol. Erangan dan desahan erotik keluar bersahut-sahutan dar
mulut kami. Kulihat tubuh kekar Pak Parno tampak berkilatan karena
keringatnya. Dan hal itu membuat Pak Parno jauh terlihat seksi di
mataku. Kulihat keringatnya mengalir dari lehernya, terus ke dada
bidangnya, dan akhirnya ke tonjolan otot di perutnya. Dengan gemas
kupermainkan putting susunya yang bekilatan itu. Kugigiti, kujilati,
kuremas-remas. Dan Pak Parno yang merasakan itu, tambah buas gerakannya.
Anda bisa baca cerita porno lainya di ceritadewasa17tahun.info Sodokan
kontolnya tambah kencang di memekku dan kurasakan tangan-tangannya
yang kasar merambahi payudaraku.

Pada akhirnya, setelah hampir 2
jam kami bercinta, aku mendapat orgasmeku 2 kali secara berturut-turut.
Itu yang ibu-ibu sering sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn ..
hanya dari Pak Parno aku bisa meraih multi orgasmeku inii .. Oohh Pak
Parnoo.. terima kasihh .. Pak Parno mau memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo
.. Pakee biar aku yang memuaskan kamuu ..

10 menit kemudian… Dan
kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali..
Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan aku
rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma Pak
Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku.

Uhh .. Aku jadi
lemess bangett .. Nggak pernah sebelumnya aku capek bersanggama. Kali
ini seluruh urat-urat tubuhku serasa di lolosi. Dengan telanjang bulat
kami sama telentang di ranjang motel ini. Di sinilah akhirnya terjadi
untuk pertama kalinya aku serahkan nonokku beserta seluruh tubuhku
kepada lelaki bukan suamiku, Pak Parno. Dan aku heran .. pada
akhirnya.. tak ada rasa sesal sama sekali dari hatiku pada Mas Adit.
Aku sangat ikhlaskan apa yang telah aku serahkan pada Pak Parno tadi.
Dan dalam kenyataan aku mendapatkan imbalan kepuasan dari Pak Parno
yang sangat hebat.

Di motel ini aku mengalami 3 kali orgasme. Dua
kali beruntun aku mengalami orgasme dalam satu kali persetubuhan dan
yang pertama sebelumnya, yang hanya dengan gumulan, ciuman dan jilatan
Pak Parno di ketiakku sembari tangannya ngobok-obok kemaluanku aku bisa
mendapatkan orgasme yang sangat memberikan kepuasan pada libidoku. Hal
itu mungkin disebabkan karena adanya sensasi-sensasi yang timbul dari
sikap penyelewengan yang baru sekali ini aku lakukan. Yaa.. pada
akirnya aku toh berhak mendapatkannya .. tanpa menunggu Mas Adit yang
sangat egois.

Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih lama lagi di
tempat birahi ini, namun Pak Parno mengingatkan bahwa waktu
bernikmat-nikmat yang pertama kali kami lakukan ini sudah cukup lama.
Pak Parno khawatir orang-orang rumah menunggu dan bertanya-tanya. Pak
Parno mengajak selekasnya kami meninggalkan tempat ini dan kembali
menyelesaikan pekerjaan yang telah kami sanggupi pada Mbak Surti dalam
rangka membantu hajatannya.

Setelah kami mandi dan membersihkan
tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan, kami kembali ke jalanan.
Ternyata kemacetan jalan menuju ke Senen ini sangat parah di siang hari
ini. Dengan adanya pembangunan jembatan layang pada belokan jalan di
Galur, antrean mobil macet sudah terasa mulai dari pasar Cempaka Putih.
Mobil Pak Parno serasa merangkak. Untung AC mobilnya cukup dingin
sehingga panasnya Jakarta tidak perlu kami rasakan.

Sepanjang
kemacetan ini pikiranku selalu kembali pada peristiwa yang barusan aku
alami bersama Pak Parno tadi. Lelaki tua ini memang hebat. Dia sangat
kalem dan tangguh. Dia sangat sabar dan berpengalaman menguasai
perempuan. Dialah yang terbukti telah memberikan padaku kepuasan
seksual. Paduan kesabaran, tampilan ototnya yang kekar, postur tegap
tubuhnya, serta kontol gedenya yang indah membuat aku langsung takluk
secara iklas padanya. Aku telah serahkan seluruh tubuhku padanya. Dan
Pak Parno tidak sekedar menerimanya untuk kepentingannya sendiri,
tetapi dia sekaligus membuktikan bahwa kenikmatan hubungan seksual yang
sebenar-benarnya adalah apabila pihak lelaki dan pihak perempuannya
bisa mendapatkan kepuasannya secara adil dan setara. Dan aku
merasakannya .. tapi .. Benar adilkah ..?



Ah ..
pertanyaan itu tiba-tiba mengganguku. Tiba-tiba terlintas dalam
pikiranku bahwa dari hubungan badan tadi, aku berhasil merasakan
orgasmeku hingga 3 kali. Sementara Pak Parno hanya mengeluarkan
spermanya sekali saja. Artinya dia meraih kepuasan dalam hubungan
seksual dengan aku tadi hanya sekali. Ahh.. adakah hal ini menjadi
masalah untuk hubunganku dengan Pak Parno selanjutnya ..? Kenapa dia
banyak diam sejak keluar dari motel tadi ..?

Aku menjadi gelisah,
aku kasihan pada Pak Parno apabila dia masih menyimpan dorongan
birahinya. Apabila belum seluruh cairan birahinya secara tuntas
tertumpah. Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan menimbulkan
semacam kegelisahan ..? Apa yang harus aku lakukan ..??

“Pak, tadi puas nggak Pak..?”, aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas”, begitu jawabnya.

Suatu
jawaban yang sangat santun yang justru semakin besar kekhawatiranku.
Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap ‘gentlemen’. Aku harus
amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi Kijangnya. Nampak
celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng. Aku nekat.
Kuraba saja tonjolan celananya itu.

“Ininya koq masih ngaceng
Pak? Masih pengin yaa?? Tadi masih mau lagi yaa??”, sambil tanganku
terus memijiti gundukkan itu. Dan terbukti semakin membesar dan
mengeras. Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati pijatanku
ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi, mengurut-urut.

“Hheehh ..dik Marr .. enak sekali tangan Dik Marr yaa..”.

Biarlah,
biarlah aku akan selalu memberikan yang aku bisa. Dengan berbagai
style, tanganku terus meremasi dan mijit gundukkan kontol itu. Tetapi
lama kelamaan justru tanganku sendiri makin menikmati kenikmatan
memijit-mijit itu. Dan semakin lama justru aku yang nyata semakin
kelimpungan. Aku kenang kembali kontol gede ini yang 40 menit yang lalu
masih menyesaki kemaluanku. Yang tanpa meninggalkan celah sedikitpun
memenuhi rongga vaginaku. Dan ujungnya ini yang untuk pertama kalinya
bisa mentok ke dinding rahimku.. ah nikmatnya ..

“Pakee.. Aku pengin lagii ..”, aku berbisik dengan setengah merintih.

“Kita
cari waktu lagi Dik Mar .., gampang.., Dik Mar khan bisa bilang pada
Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari barang apa.. gitu”.

“Iyaa
siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat lagi nih jagoan Pak
..”‘, sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke Pak Parno
melihat reaksinya.

“Boleehh ..”, dia jawab tanpa melihat ke aku, karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi.

Tanganku
sigap. Pertama-tama kukendorkan dulu ikat pinggangnya. Kemudian kubuka
kancing utamanya. Selanjutnya kuraih resluitingnya hingga nampak
celana dalamya yang kebiruan. Di belakang celana dalam itu membayang
alur daging sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kanan. Oouu.. ini
kali yang namanya stir kanan.. Kalau stir kiri, mengarahnya kekiri
tentunya.

Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak Parno dari
sarangnya. Melalui pinggiran kanan celana dalamnya, kontol Pak Parno
mencuat keluar. Gede, panjang, kepalanya yang bulat berkilatan. Dan
pada ujung kepala itu ada secercah titik bening. Oooww ..baru sekarang
aku berkesempatan memperhatikan kontol ini dari jarak yang sangat
dekat, bahkan dalam genggamanku.

Rupanya precum Pak Parno telah
terbit di ujung kepalanya. Precum itu muncul dari lubang kencingnya.
Uuuhh .. indahnyaa .. bisakah aku nggak bisa menahan diri ..??

“Pak Parno pengin khan..??”, kembali aku berbisik.

“Heehh .. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih ..??”, jawaban yang disertai pertanyaan balik.

“Gimana bantunya Pak.., berhenti duluu .. Cari tempat lagii .. Hayoo..”, jawabanku enteng.

“Nggak
begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini khan macet
nih jalanan. Maksudku, apakah .. eehh .. Dik Mar marah nggak kalau aku
bilang ini ..??”.

“Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin bantu bener-bener, Pak”.

“Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan?”.

“Ooo..
Kk.. kaalau ii.. ttuu terus terang aku belum pernah Pak.., kalau lihat
punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu ..”.

“Kalau lihat punya saya inii.?”, dia terus mendesak dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat.

Masalahnya
aku dihadapkan pada sesuatu hal yang bener-bener belum pernah aku
lakukan, bahkan pun dalam khayalan seksualku. Pasti yang Pak Parno
inginkan adalah aku mau mengisep-isep kontolnya itu, yaa khan? Tapi aku
juga berpikir cepat .. Tadi sewaktu di motel, Pak Parno membenamkan
wajahnya ke selangkanganku tanpa risah-risih. Kemudian dijilatinya
vaginaku, kelentitku, lubang kemaluanku. Dia juga menelan cairan-cairan
birahiku. Aku jadi ingat prinsip adil dan setara yang aku sebutkan di
atas tadi.

Mestinya aku yaa.. nggak usah ragu-ragu untuk berlaku
mengimbangi apa yang telah dilakukan Pak Parno padanya. Dia telah
menjilati, menyedoti kemaluanku. Dan aku sangat menikmati jilatan
dahsyatnya. Dan sekarang Pak Parno seakan menguji padaku. Bisakah aku
bertindak adil dan setara juga pada dia. Aku membayangkan kontol itu di
mulutku ..

“Dik Mar, sperma itu sehat lhoo, bersih, steril.. dan
banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong. Cobalah, kontol
Pak Parno ini pasti sedap kalau Dik Mar mengulumnya.. “, aku sepertinya
mendengar sebuah permohonan.

Aku kasihan juga pada Pak Parno.
Mungkin dia sudah mengharapkan sejak awal jalan bersama dari rumah tadi.
Mungkin bahkan dia sudah mengharapkan jauh beberapa waktu yang lalu.
Dan kini saat aku sudah berada disampingnya harapan itu nggak terkabul.
Ah, aku jadi iba .. Kulihat kembali kontol indah Pak Parno. Yaa..
benar-benar indah..apa artinya indah itu .. Kalau memang itu indah
..sudah semestinya kalau aku menyukainya ..dan kalau aku menyukainya ..
mestinya aku nggak jijik ataupun geli .. Dan lihat precum itu.. Juga
indah khan, bening, murni, dan mungkin juga wangi ..dan asin .. Dan..
Banyak lho yang sangat menyukainya .., menjilatinya, meminumnya ..



Tahu-tahu
aku sudah merunduk, mendekatkan wajahku, mendekatkan bibirku ke kontol
Pak Parno yang indah itu. Dan tanpa banyak tanya lagi aku telah
mengambil keputusan .. Ah,.. ujung lidahku kini menyentuh, menjilat dan
merasakan lendir lembut dan bening milik Pak Parno. Yaahh .. asinnya
yang begitu lembutt..

‘Dik Maarr .. Uhh enakk bangett sihh ..’,
kepalaku dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu
keasyikanku. Dan selanjutnya dengan penuh semangat aku mengkulum kontol
Pak Parno di mobil yang sempit itu. Kemudian Pak Parno sedikit
memundurkan tempat duduknya.

“Dik Marr .. Terus Dik Marr .. Kamu
pinter banget siihh .. uuhh Dik Marr..”, aku terus memompa dengan
lembut. Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku
menjilati tepi-tepinya .. Pada pangkal kepala ada alur semacam cincin
atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya
itu .. kujilati habis-habisan ..

“Marr.. enak bangett .. akau
mau keluar nihh Dik Marr .. Aku mau keluar nihh ..”, aku tidak
menghiraukan kata-katanya, mungkin maksudnya peringatan untukku, jangan
sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia masih khawatir bahwa mungkin
aku belum bisa menerimanya.

Tetapi apa yang terjadi padaku kini
sudah langsung berbalik 180 derajat. Rasanya justru aku kini yang
merindukannya. Dan aku memang merindukannya. Aku pengin banget merasakan
sperma seorang lelaki langsung tumpah dari kontolnya langsung ke
mulutku. Dan lelaki itu adalah Pak Parno, yang bukan suamiku sendiri.
Aku terus menjilati, menyedoti. Batangnya, pangkalnya, pelernya, sejauh
bisa bibir atau lidahku meraihnya, disebabkan tempat yang sempit ini,
semua bagian kontolnya itu aku rambah dengan mulutku.

Dan
pengalaman pertama itu akhirnya hadir. Saat mulutku mengkulum batangan
gede panjang milik Pak Parno itu, aku rasakan kembali ada kedutan besar
dan kuat. Kedutan itu kemudian disusul dengan kedutan-kedutan
berikutnya. Kalau yang aku rasakan di motel tadi kedutan-kedutan kontol
Pak Parno dalam lubang vaginaku, sekarang hal itu aku rasakan di rongga
mulutku. Kontol Pak Parno memuntahkan laharnya. Cairan, atau tepatnya
lendir yang hangat panas nyemprot langit-langit rongga mulutku. Sperma
Pak Parno tumpah memenuhi mulutku. Entah berapa kali kedutan tadi.
Tetapi sperma dalam mulutku ini nggak sempat aku telan seluruhnya karena
saking banyaknya.

Sperma Pak Parno berleleran di pipiku, daguku,
bahkan juga ke kening dan rambut panjangku. Kontol Pak Parno masih
berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku. Dan aku raih kembali untuk
kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa bisa terkuras keluar.
Mulutku langsung menyedotinya. Sekali lagi, pengalaman pertama nyeleweng
ini benar-benar memberiku daftar panjang hal-hal baru yang sangat
sensasional bagiku. Dan aku makin merasa pasti, hal-hal itu nggak
mungkin aku dapatkan dari Mas Adit, suamiku tercinta.

Sesuai
rencana, aku diturunkan di Pasar Senen oleh Pak Parno. Sungguh aku
keberatan untuk perpisahan ini. Kugenggam tangannya erat-erat, untuk
menunjukkan betapa besarnya arti Pak Parno bagiku. Aku berjalan dengan
gontai saat menuju toko kertas dekorasi itu.

Saat aku turun dari
taksi sesampai di rumah, Mbak Surti nampak cemberut. Aku biarkan. Pada
temen yang lain aku bilang banyak bahan yang aku cari stoknya habis
sehingga aku menunggu cukup lama. Di ujung jalan sana kulihat mobil
Kijang Pak Parno. Mungkin sudah lama lebih dahulu nyampai di kompleks.
Orang-orang pemasang tenda dan pengatur sound system sudah mulai
melaksanakan tugasnya. 2 jam lagi acara akan dimulai.

Aku pamit
pulang sebentar, untuk menengok rumah. Mas Adit belum pulang. Aku mandi
lagi sambil mengenang peristiwa indah yang kualami sekitar 2,5 jam yang
lalu. Saat sabunku menyentuh kemaluanku, masih tersisa rasa pedih pada
bibirnya. Mungkin jembut Pak Parno tersangkut saat kontolnya keluar
masuk menembus memekku. Dan itu biasanya menimbulkan luka kecil yang
terasa pedih pada bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini.


Vagina ibu hamil



https://fbcdn-sphotos-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/532961_361367887235666_253433371362452_965785_1217288288_n.jpg Tiada lagi keistiwaan jika uang yang kumuliki ini tidak kugunakan
untuk hal-hal yang berfungsi,tapi semua kan belum waktunya,mengingat
istri aja belum punya.Ketir tapi,mendengar cerita teman-teman kadang
bilang bahwa berkeluarga itu bnyak resiko,misalnya ekonomi,atau masalah
hati yang terbagi dan masih banyak problem-problem rumah tangga yang
marak terjadi di dunia ini.Ngiris juga
bila itu menimpa ku kelak.Tapi tak apalah semua itukan sudah ada yang
mengalami,lagi pula aku dah tau letak problem mereka jadi aku harus
hati-hati dan jangan hal yang sama seperti itu menimpa pada
diriku.”akupun beranjak dari kursi yang sejak tadi melamun tanpa henti
bergulat pada mimpi-mimpi yang tak pasti lalu kuhidupkan mobil tancap
aku menyusuri Jalan di kawasan perumahan elit yang mulai sepi karena
kebetulan hujan gerimis.

Ditengah perjalanan aku melihat
perempuan setengah baya berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Aku
merasa kasihan lalu aku menghentikan mobil dan menghampirinya.
Aku bertanya, “Ibu sedang menunggu apa?”

Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku
memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku
sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan
saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda.
“Kalau ke manukan naik angkot apa ya Dik?”
“Wah jam segini sudah habis Bu angkotnya, Gimana kalo saya antar?”
Dia kelihatan gembira. “Apa tidak merepotkan?”
“Kebetulan rumah saya juga satu arah dari sini, mari naik!”


Setelah dia ikut mobilku, Ibu itu bercerita bahwa dia berasal dari Jawa
Tengah, dia sedang mencari suaminya yang kebetulan baru 2 minggu kerja
sebagai sopir bis jurusan Semarang-Surabaya, keperluannya ke sini hendak
mengabarkan kalau anaknya yang pertama yang berumur 15 tahun kecelakaan
dan dirawat di rumah sakit sehingga butuh uang untuk perawatan anaknya.
Kebetulan alamat yang di tulis oleh suaminya tidak ada nomer
teleponnya.

Sesampainya di alamat yang dituju kami berhenti.
Setelah di depan rumah ketika akan mengetuk pintu ternyata pintunya
masih digembok, lalu kami bertanya pada tetangga sebelah yang kebetulan
satu profesi.
“Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO.”
Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali.
“Terus sekarang Ibu mau ke mana?” tanyaku.

“Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua
saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah
nggak cukup untuk pulang.”
“Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh,
capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang
hamil, berapa bulan?”
“Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?”

“Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari
manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?”
“Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini.”
“Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?”
“Panggil saja aku Mbak Tuti, dan sekarang aku 35 tahun.”


Malam itu, dia kusuruh tidur di kamar samping yang biasanya dipakai
untuk kamar tamu yang mau menginap. Rumahku terdiri dari 3 kamar, kamar
depan kupakai sendiri dan isteriku, sedang yang belakang untuk anakku
yang pertama. Malam itu aku tidur nyenyak sekali, kebetulan malam sabtu
dan di kantorku hanya berlaku 5 hari kerja jadi sabtu dan minggu aku
libur. Sebenarnya aku ingin pergi ke Malang tapi karena ada tamu,
kutangguhkan kepergianku minggu depan.

Sekitar jam 8 pagi aku
bangun, kulihat sudah ada kopi yang sudah agak dingin di meja makan
serta beberapa kue di piring. Mungkinkah ibu itu yang menyajikan semua
ini. Lalu setelah kuteguk kopi itu aku bergegas ke kamar mandi untuk
cuci muka dan kencing. Karena agak ngantuk aku kurang mengawasi apa yang
terjadi, saat aku selesai kencing aku tidak sadar kalau di bathup Mbak
Tuti sedang telanjang dan berendam di dalamnya. Matanya melotot melihat
kemaluanku yang menjulur bebas, ketika aku membalik ke samping aku kaget
dan sempat tertegun melihat tubuh telanjang Mbak Tuti, tubuh yang
kuning langsat dan mulus itu terlihat mengkilat karena basah oleh air
dan buah dadanya.. wow besar juga ternyata, 36B. Pasti empunya gila
seks. Lalu mataku berpindah ke sekitar pusarnya, di atas liang
senggamanya tumbuh bulu kemaluannya yang lebat. Tak sadar kemaluanku
tegak berdiri dan aku lupa kalau belum mengancingkan celana, Dan Mbak
Tuti sempat tertegun melihat kejantananku yang lumayan besar, panjangnya
17 cm tapi kemudian.. “Aouuww, Dik itunyaa!” kata Mbak Tuti sambil
menutup buah dadanya dengan tangan serta mengapitkan kakinya. Aku baru
sadar lalu buru-buru keluar.

Di kamar aku masih membayangkan
keindahan tubuh Mbak Tuti. Andai saja aku bisa menikmati tubuh itu.. aku
malah berpikiran ngeres karena memang sudah lama aku tidak mendapat
jatah dari isteriku, ditambah lagi situasi di rumah itu hanya kami
berdua. Lalu timbul niat isengku untuk mengintip lagi ke kamar mandi,
ternyata dia sudah keluar lalu kucari ke kamarnya. Saat di depan pintu
samar-samar aku mendengar ada suara rintihan dari dalam kamar samping,
kebetulan nako jendela kamar itu terbuka lalu kusibakkan tirainya
perlahan-lahan. Sungguh pemandangan yang amat syur. Kulihat Mbak Tuti
sedang masturbasi, kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih
telanjang bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas
liang kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang
senggamanya, sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian.
Sesekali pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti
orang kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.


“Ouuhh.. Hhhmm.. Ssstt..” Aku semakin penasaran ingin melihat dari
dekat, lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku
berjingkat masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang
merangsang birahi itu. Samar-samar kudengar dia mendesis…desis…i.. Sss
Ahh..” Ternyata dia sedang membayangkan sedang bersetubuh , dia sedang
bermasturbasi. kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih telanjang
bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas liang
kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang senggamanya,
sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian. Sesekali
pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti orang
kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.


“Ouuuhh… Hhhmm… Ssstt…” Aku semakin penasaran ingin melihat dari dekat,
lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku berjingkat
masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang merangsang birahi
itu. Samar-samar kudengar dia menyebut namaku, “Ouhhh Aldiii.. Sss
Ahhh..” Ternyata dia sedang membayangkan bersetubuh denganku, kebetulan
sekali rasanya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera menikmati
tubuhnya yang mulus walau perutnya agak membuncit, justru menambah
nafsuku. Lalu pelan-pelan kulepaskan pakaianku satu-persatu hingga aku
telanjang bulat. Batang kemaluanku sudah sangat tegang, kemudian tanpa
suara aku menghampiri Mbak Tuti, kuikuti gerakan tangannya meremasi buah
dadanya. Dia tersentak kaget lalu menarik selimut dan menutupi
tubuhnya.

“Sedang apa Anda di sini!, tolong keluar!” katanya agak gugup.

“Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian,
kenapa tidak kita salurkan bersama,” kataku merajuk sambil terus
berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar.
“Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga,” Dia terus menghiba.

“Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang
terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di
sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan
memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas
dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!”
“Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan,” pintanya terus.


Aku hanya tersenyum, “Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut
namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja.” Dan aku berhasil
menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di
atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani
ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku.
Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar
itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.

“Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan..” rintihnya.

Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya
telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa
sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok-rojok dinding
kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani. “Uhhh…
ssss..” Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai
tersengal-sengal. “Yaahhh… Ohhh… Jangaaann Diik, Jangan lepaskan,
terusss…” Gerakan Mbak Tuti semakin liar, dia mulai membalas ciumanku
bibirku dan bibirnya saling berpagutan. Aku senang, kini dia mulai
menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha
menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan
mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan
sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah
menyusui tiga anaknya. “Yahh… teruuuss, enaakkk…” katanya sambil
menggelinjang.

Kemudian aku bangun, kulebarkan kakinya dan
kutekuk ke atas. Aku semakin bernafsu melihat liang kewanitaannya yang
merah mengkilat. Dengan rakus kujilati bibir kewanitaan Mbak Tuti.
“Aaahh.. Ohhh.. enaakkk Diik.. Yaakh.. teruusss..” Kemudian lidahku
kujulurkan ke dalam dan kutelan habis cairan maninya. Sekitar bulu
kemaluannya juga tak luput dari daerah jamahan lidahku maka kini
kelihatan rapi seperti habis disisir. Klirotisnya tampak merah merekah,
menambah gairahku untuk menggagahinya. “Sudaahhh Dikk.. sekarang..
ayolah sekarang.. masukkan.. aku sudah nggak tahan..” pinta Mbak Tuti.
Tanpa buang waktu lagi kukangkangkan kedua kakinya sehingga liang
kewanitaannya kelihatan terbuka. Kemudian kuarahkan batang kejantananku
ke lubang senggamanya dan agak sempit rupanya atau mungkin karena
diameter kemaluanku yang terlalu lebar.

“Pelan-pelan Dik, punya
kamu besar sekali.. ahhh…” Dia menjerit saat kumasukkan seluruh batang
kemaluanku hingga aku merasakan mentok sampai dasar rahimnya. Lalu
kutarik dan kumasukkan lagi, lama-lama kupompa semakin cepat. “Oughhh..
Ahhh.. Ahhh.. Ahhh..” Mbak Tuti mengerang tak beraturan, tangannya
menarik kain sprei, tampaknya dia menikmati betul permainanku. Bibirnya
tampak meracau dan merintih, aku semakin bernafsu, dimataku dia saat itu
adalah wanita yang haus dan minta dipuaskan, tanpa berpikir aku sedang
meniduri istri orang apalagi dia sedang hamil.

“Ouuhh Diik..
Mbak mau kelu.. aaahhh…” Dia menjerit sambil tangannya mendekap erat
punggungku. Kurasakan, “Seerrr… serrr..” ada cairan hangat yang
membasahi kejantananku yang sedang tertanam di dalam kemaluannya. Dia
mengalami orgasme yang pertama. Aku kemudian menarik lepas batang
kejantananku dari kemaluannya. Aku belum mendapat orgasme. Kemudian aku
memintanya untuk doggy style. Dia kemudian menungging, kakinya
dilebarkan. Perlahan-lahan kumasukkan lagi batang kebanggaanku dan,
“Sleeep..” batang itu mulai masuk hingga seluruhnya amblas lalu kugenjot
maju mundur. Mbak Tuti menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan
batang kejantananku. “Gimaa.. Mbaak, enak kan?” kataku sambil
mempercepat gerakanku. “Yahhh.. ennakk.. Dik punyaa kamu enak banget..
Aahhh.. Aaah.. Uuuhh.. Aaahh.. ehhh..” Dia semakin bergoyang liar
seperti orang kesurupan. Tanganku menggapai buah dadanya yang
menggantung indah dan bergoyang bersamaan dengan perutnya yang
membuncit. Buah dada itu kuremas-remas serta kupilin putingnya. Akhirnya
Aku merasa sampai ke klimaks, dan ternyata dia juga mendapatkan orgasme
lagi. “Creeett.. croottt.. serrr..” spermaku menyemprot di dalam
rahimnya bersamaan dengan maninya yang keluar lagi.

Kemudian
kami ambruk bersamaan di ranjang. Aku berbaring, di sebelah kulihat Mbak
Tuti dengan wajah penuh keringat tersenyum puas kepadaku.
“Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu,” katanya.
“Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi.”


Akhirnya selama 2 hari sabtu dan minggu aku tidak keluar rumah,
menikmati tubuh montok Mbak Tuti yang sedang hamil 4 bulan. Berbagai
gaya kupraktekkan dengannya dan kulakukan di kamar mandi, di dapur dan
di meja makan bahkan sempat di halaman belakang karena rumahku
dikelilingi tembok. Di tanah kubentangkan tikar dan kugumuli dia
sepuasnya. Pada istriku kutelepon kalau aku ada tugas luar kota selama 2
hari, pulangnya hari Senin. Mbak Tuti bilang selama 2 hari itu dia
betul-betul merasakan seks yang sesungguhnya tidak seperti saat dia
bersetubuh dengan suaminya yang asal tubruk lalu KO. Dan Dia berjanji
kalau sedang mengunjungi suaminya, dia akan menyempatkan meneleponku
untuk minta jatah dariku.

Minggu malam kuantarkan dia ke kost
suaminya tapi hanya sampai ujung gang dan tidak lupa kuberi dia uang
sebesar Rp 500.000,- sebagai bantuanku pada anaknya yang sedang di rumah
sakit. Setelah istriku balik ke rumah, dia menghubungiku lewat telepon
di kantor dan ketemu di terminal. Kami melakukan persetubuhan disalah
satu hotel murah di Surabaya atau kadang di Pantai Kenjeran kalau malam
hari. Hingga kehamilannya menginjak usia 7 bulan kami berhenti, hingga
sekarang dia belum memberi kabar, kalau dihitung anaknya sudah lahir dan
berusia 6 bulan.

model cover gilrz



akibat dari serin melalukan seks.... jadi nya masuk angin