Jumat, 15 Juni 2012

Di sebuah bar terjadi perbincangan antara tiga orang pemuda yang masing-masing berasal dari Asia.


Orang Jepang : “Tadi malam saya bercinta dengan istriku sebanyak tiga kali. Pada pagi
hari istriku membuatkan sarapan yang
sangat lezat untuk menyenangkan
hatiku”

Orang Cina : (Tidak mau kalah) “Tadi
malam aku bercinta dengan istriku enam kali. Pada pagi hari istriku membuatkan
sarapan pagi dan berkata bahwa ia tidak akan bisa mencintai pria lain.” Lalu mereka bertanya pada orang Indonesia: “Bagaimana dengan kamu…
Paimin?”

Paimin : “Hanya sekali.” “Yang benar saja…,” kata orang Cina dan
Jepang itu nyaris serempak. “Iya… hanya sekali,” tegas Paimin. “Lalu apa kata istrimu pada pagi
harinya?” tanya mereka. “Awas, jangan berhenti,” jawabnya. Jepang dan Cina: “????!!!”

DODOL

Enaknya ngentot perawan Rina










Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.

Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2 SMP.

Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. Oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.

Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.

"Hallo, Oom Ryan..!" Rina yang baru masuk tersenyum. "Eh, tolong dong bayarin bajaj... uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya."

Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan bajaj yang cuma dua ribu rupiah.

Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Dia memandang kepadaku dan tertawa geli.

"Ih! Oom Ryan! Begitu to, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat."

Gugup aku menjawab, "Rina... kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin."

"Aahhh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tuh liat... cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem."

Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.

Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan... astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.

Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga... jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai "bergerak", sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.

"Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..?"

"Ah, gampang! Semut lagi push -up! Kan ada di tutup botol Fanta! Gantian... putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?"

Rina mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.

"Yang bener... Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di bajaj..!"

"Aahhh... Oom Ryan ngeledek..!"

Rina meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan... tersandung!

Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.

Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.

"Uuuhh... mmmhhh..." Rina menggelinjang.

Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya. Aahhh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!

Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.

"Ehhh... mmmaaahhh..," tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.

Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.

"Ooohh... aduuhhh..," Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.

Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.

"Mmmhh... mmmhhh... ooohhhmmm..," ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.

Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.

Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.

"Ohhmm, mam... masuk... hhh... masukin... Omm... hhh... ehekmm..."

Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.

Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama-kelamaan mulutnya menceracau.

"Aduhhh... ssshhh... iya... terusshh... mmmhhh... aduhhh... enak... Oommm..."

Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.

Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

"Aduh, Oom... Rina lemes. Tapi enak banget."

Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat kencang.

Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan... kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme,dan Rina... entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.

Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah! Merasakan caranya memberiku "blowjob", aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari VCD.

Kakek dan bra










Merayakan ulang tahun perkawinan ke 50-nya, seorang kakek bermaksud membeli hadiah buat si nenek. Berangkatlah si kakek naik bis sambil berpikir, “Beli apa ya?”

Di sebelah kebetulan duduk seorang gadis yang tengah membaca majalah yang di sampulnya ada iklan bra. Si kakek dapat ide untuk memberi hadiah bra buat nenek.

Sampai di toko lingerie, kakek tampak kaget dengan begitu banyak pakaian dalam bergantungan.

“Beli apa, kek?” kata penjaga toko kaget karena ada kakek-kakek ke tokonya.

“Mau beli BH buat nenek.”

Si penjaga toko bertanya, “Ukurannya berapa?”

Si kakek terlihat bingung, “Nah itu… masalahnya kakek lupa nomornya dan nggak bawa contoh..”

Si penjaga toko mencoba cari ukuran, “Mungkin sebesar jeruk bali, kek?”

Si kakek masih terlihat bingung, “Wah, kegedean.”

Si penjaga toko iseng bertanya, “Jeruk Garut, kali ya?”

Kakek berpikir sejenak, “Kayaknya masih kegedean.”

Penjaga toko bingung, tapi tak hilang akal, “Uh ya, mungkin sebesar telur bebek?”

Si kakek tampak bersemangat karena tebakan penjaga toko itu tepat, “Ha, betul!” Matanya berbinar, “Tapi, yang didadar.”

Bimbingan Dengan Dosen Baru













“Laptop, bahan materi, HP, dompet, rokok,,, OK clear!!” begitu kataku sambil merapikan isi ransel dan beranjak menuju garasi. Sampai di garasi, aku baru ingat kalau salah satu ban mobilku kempes sejak 3 hari yang lalu. Dan akhirnya, aku memutuskan pergi dengan motor meskipun sepertinya akan turun hujan.

Malam ini aku ada janji dengan dosen pembimbing TA ku.
Aku adalah seorang mahasiswa angkatan tua. Sudah 7 tahun aku kuliah sampai-sampai dosen pembimbing TA ku diganti karena harus melanjutkan study keluar negeri. Sisi baiknya, sang dosen pengganti adalah seorang wanita cantik yang mungkin usianya hanya terpaut 2-3 tahun dari umurku. Maklum lah, aku sendiri sudah berumur 25 tahun saat ini.
Bu Chintya, begitulah kami biasa memanggilnya. Seorang wanita muda yang tak hanya cerdas dan penuh kharisma namun juga cantik dan modis. Beliau resmi mengajar di fakultas kami baru 1 semester. Tapi dengan berjuta keanggunan itu, tak heran jika beliau langsung dikenal & dikagumi oleh seluruh penghuni kampus.

Minggu ini, Bu Chintya cuti sakit. kabarnya gejala thypus yang disertai maag. Suatu berita yang sangat buruk bagi kelas yang diajarnya, karena selama beliau cuti, tentu saja anak-anak tidak bisa bertatap muka dengan bu dosen yang katanya menjadi semangat belajar mahasiswa.
Tapi hal ini lain bagi mahasiswa TA bimbingan Bu Chintya. Kemarin pagi Bu Chintya mengirimkan e-mail yang mempersilahkan seluruh mahasiswa bimbingannya mengirimkan pekerjaan masing-masing via e-mail, kemudian beliau menjadwalkan kami untuk bimbingan di rumahnya selama beliau cuti. Sungguh seorang dosen yang sempurna. Cantik, cerdas dan penuh integritas.
***

“blok C3 nomer 21”, begitu aku membaca kembali sms yang berisi alamat Bu Chintya. Tak terasa aku telah sampai di perumahan Griya Pesona, dan tinggal 1 blok lagi aku telah sampai di kediaman beliau.
“sebelah kiri jalan, gerbang merah maroon”, kataku dalam hati sambil memarkirkan motorku didepannya. Rumah itu tidak terlihat megah, tapi terlihat sangat rapi. Kombinasi warna lampu tamannya terlihat sangat menarik dimataku.
Dan seolah tidak ingin membuang-buang waktu lagi, aku bergegas memencet bel dibalik gerbangnya.

“selamat malam” begitu sambut sosok pemilik rumah yang sudah kukenal baik itu. Dan tak lama kemudian, kami sudah duduk berhadapan di ruang tamu yang ukurannya juga tidak terlalu luas.
Malam itu Bu Chintya mengenakan atasan tanpa lengan berwarna hitam, dengan bawahan celana ketat berwarna abu-abu. Sungguh padu padan yang pas sekali, terlihat sexy tetapi tidak menyirnakan keanggunannya. Sangat cantik.

“kamu tadi tidak kehujanan kan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“tidak Bu. Ibu sudah sehat?” kataku basa-basi
“ah, saya sebenarnya juga tidak merasa sakit kok” jawabnya sambil tersenyum dan menyalakan netbook-nya.
“Dhimas Perdana, HC04XXXXX, betul kan?” katanya sambil membuka file pekerjaanku, dan aku pun mengangguk meng-iya-kan.
“nah, saya harus mengatakan kepadamu bahwa kamu selalu mengulang kesalahan yang sama. Sekarang kamu baca hasil pekerjaanmu dan silahkan bertanya kalau ada yang belum paham” katanya sambil memutar netbook berisi draft TA yang penuh coretan-coretan highlight itu kearahku
“seperti yang sudah saya katakan kemarin, sebaiknya tulisanmu jangan bertele-tele. Gunakan sumber materi yang valid dan jangan menuliskan pendapatmu sendiri kedalam dasar teori. Kalau kamu ingin mengutip, blablabla…”
Begitulah Bu Chintya menelanjangi hasil kerjaku seolah semua yang kukerjakan penuh kesalahan. Sekilas aku melirik wajah cantik yang penuh ekspresi itu, dan memang semua yang dikatakanya tidak salah.
“maaf Bu, kalau mengenai paragraf ini, kira-kira yang salah bagian mana?” kataku sedikit memotong pembicaraannya sambil menghadapkan netbook itu kearahnya
“nah, kalau yang ini mengenai penggunaan kalimatnya. Kalimat ini mengandung makna yang sama persis dengan bagian ini,” begitu katanya sambil menyorot beberapa kalimat dibawahnya
“maaf bu, boleh saya duduk disitu, soalnya dari sini kurang jelas” begitu sahutku sambil menunjuk bangku panjang yang diduduki Bu Chintya
“ya silahkan” katanya sambil menggeser posisi duduknya.

Dan akhirnya malam itu kulewati dengan duduk bersanding Bu Chintya sambil mendengarkan ceramahnya.
Malam minggu, hujan gerimis mulai turun, dan duduk bersanding Bu Chintya. “What a perfect weekend” begitu kataku dalam hati. Dan tentu saja kalimat-kalimat yang terdengar dari bibir tipis itu tidak sepenuhnya lagi kusimak. Aku lebih memperhatikan gerak bibirnya dari belakang sambil menikmati kecantikannya parasnya.

“ada pertanyaan lagi?” katanya mengakhiri penjelasannya
“ehm, tidak bu” jawabku cepat
“kamu ini sebenarnya sudah paham, tapi kurang serius saja menulisnya. Tolong yang serius yak,, kasihan penelitianmu. Kabarnya TA ini sudah 4 semester tidak kamu kerjakan ya?”
“hehe,, kan yang 1 tahun cuti Bu.. jawabku sekenanya”
“apa bedanya??? Ya pokoknya saya harap semester ini kamu selesaikan. Kalau tidak, silahkan cari pembimbing lain saja” kata Bu Chintya dengan nada tegas.
“ngomong-ngomong kamu mau minum apa? Saya buatkan kopi sambil nunggu hujan reda ya?” kata Bu Chintya sambil beranjak berdiri
“What a super perfect weekend!! Sekarang malah acara ngopi bersama Bu Chintya ” begitu kataku dalam hati dengan polos.
Dan satu hal lagi kusadari ketika Bu Chintya beranjak menuju dapur. Tampak jelas ketika beliau lewat didepan mataku, celana abu-abunya mencetak jelas belahan pantatnya.
“masa’ Bu Chintya gak pake CD yak??” begitu kira-kira pikiran jorokku tiba-tiba muncul dan segera kutepis jauh-jauh. Beliau termasuk dosen yang kuhormati, so, sepertinya tidak pantas kalau aku berpikiran yang aneh-aneh seperti itu
***

“Ngomong-ngomong, kamu asli mana dim?”.. tiba-tiba Bu Chintya sudah muncul lagi membuyarkan lamunanku. “Katanya kamu buka usaha konveksi ya?” lanjutnya sambil meletakkan cangkir kopi didepanku
“Iya bu. Usaha clothing kecil-kecilan. Saya asli Surabaya Bu. Kalau Ibu asli mana?” kataku menanggapi.
“Saya kecil di Medan, tapi sudah pindah sini sejak kuliah S1 dulu. Katanya usaha clothing kamu sudah kirim kemana-mana ya??? memang mahasiswa kalau sudah kenal duit biasanya jadi susah lulus.” sahutnya sambil tertawa kecil.
Dan akhirnya malam itu kami lewati dengan pembicaraan-pembicaraan ringan tentang bisnis yang sedang kujalankan, tentang hobby kami, tentang keluargaku, tentang keluarga Bu Chintya, dll.
Ternyata Bu Chintya adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakak laki-lakinya sudah berumah tangga. Ayahnya adalah orang Medan, seorang pejabat militer dan ibunya seorang keturunan Belanda. Kedua orang tua Bu Chintya bercerai sejak beliau duduk di SMU, oleh karena itu, Bu Chintya memutuskan untuk tinggal sendiri di rumah ini, sejak beliau lulus SMU dulu.

“Ngomong-ngomong, hujannya tambah deras dim, kamu tunggu disini dulu saja sampai reda. Saya mau masuk dulu sebentar” kata Bu Chintya sambil menengok kearah jam yang tergantung disudut ruangan
“eh, sudah malam Bu. Sudah setengah 10. Mending saya nekat saja, daripada nanti tambah malam. Kayanya hujanya juga ndak bakal berhenti” begitu jawabku sambil melihat memasukkan laptopku
“ya kalau hujanya ndak berhenti kamu nginep disini saja ndak pa pa” sahut Bu Chintya sambil tersenyum menirukan gaya bicaraku
“ya kalau saya nginep nanti bisa dimasa tetangga Bu” begitu sahutku dengan nada bercanda
“siapa yang mau ngeroyok kamu?” sahut Bu Chintya cepat.
“Saya tidak bercanda kok dim. Kamu bisa disini dulu kalau kamu mau. Daripada kamu hujan badai nekat”. begitu sahut Bu Chintya. Jawabanya singkat, tapi cukup menegaskan bahwa dia tidak bercanda.
“bagaimana? Kalau mau nekat hujan-hujan tidak apa-apa. Saya tidak bisa melarang kamu, tapi kalau mau nunggu hujan dulu juga tidak apa-apa.
“eh, saya nunggu hujan dulu saja bu” jawabku sambil tetap merapikan laptopku.
“OK, saya masuk dulu ya. Soalnya disini banyak angin. Nanti kalau hujannya belum reda silahkan istirahat disini, anggap saja rumah sendiri. Jangan lupa motormu dimasukkan” begitu kata Bu Chintya sambil tersenyum
“iya Bu”, begitu jawabku singkat.
***

Aku sendiri tidak habis pikir. Bagaimana bisa seorang Bu Chintya menawarkan aku untuk tidur disini. Biarpun aku tidur diteras sekalipun, apakah layak seorang mahasiswa sepertiku tidur dirumah seorang dosennya? Apakah ini suatu jebakan? Jangan-jangan ada konspirasi atau rencana khusus dari pihak kampus, atau apapun itu. Begitulah pikiranku muluk-muluk, dan ternyata hujan tak kunjung reda.

Sementara hujan angin semakin deras, akupun memutuskan memasukkan motorku dan menutup pintu depan. Bukan karena aku memutuskan untuk menginap, tapi angin diluar tambah kencang dan air hujan tertiup masuk ke ruang tamu. “Nanti kalau reda baru balik deh” begitu kataku dalam hati
Setelah menutup pintu, aku bergegas masuk kedalam mencari Bu Chintya, bukan pula karena aku ingin tidur dirumahnya, melainkan aku ingin ke toilet mencuci kaki sambil buang air kecil

Ternyata Bu Chintya berada didalam kamarnya. Aku mendengar suara beliau menonton TV sambil tertawa kecil. Dan aku pun bergegas mendekat dan mengetuk pintu kamarnya yang memang terbuka.
“Eh dimas, gimana? Jadi mau nginep? Masuk dim” sahut beliau sambil tetap menyimak TV-nya.
Tubuhnya terbaring diatas spring bed yang cukup lebar, sementara selimut tebal yang tampaknya sangat hangat menutup hingga bahunya.
“eh tidak Bu, saya mau ke toilet” begitu jawabku
“ya silahkan” sahutnya cepat. “pakai yang didalam saja ya, soalnya yang diluar tidak ada sabunnya. saklarnya ada disamping pintu” lanjutnya sambil menunjuk ke salah satu sudut kamarnya
Dengan sedikit canggung, akhirnya aku masuk dan pipis di kamar mandi di kamar Bu Chintya. Padahal tadi aku mau buang air di toilet belakang.
Tidak enak kan kalau masuk rumah sampai ke belakang tanpa bilang. Rasanya agak rikuh juga buang air di kamar mandi Bu Chintya, apalagi yang punya kamar sudah berbaring nyaman ditempat tidurnya.
“pintu depan sudah ditutup?” begitu tanyanya begitu aku keluar dari kamar mandi, sambil tetap menyimak tayangan TV yang tergantung disisi kanan kamar
“ehm, sudah Bu” begitu jawabku canggung
“ya sudah, itu acaranya bagus lho. Kalau kamu perhatikan bisa jadi masukan buat TA-mu” katanya sambil membesarkan volume TV
“ini tentang budaya Jepang jaman PD 2, ini bisa jadi referensi blablabla..” begitu lanjutnya menerangkan. Aku sendiri hanya bisa melihat tayangan TV itu dari depan pintu kamar mandi, dan bingung harus bagaimana.
Mati gaya banget lah

“Heh, mau sampe kapan berdiri disitu?” Bu Chintya segera berseru dengan tanggap. Sepertinya beliau tahu kalau aku berdiri disitu dengan canggung.
“ngapain bengong disitu??”, lanjutnya sambil menggeser posisi tidurnya.
Dengan bahasa tubuh seperti itu, aku menangkap bahwa beliau menginginkan aku beranjak ke tempat tidurnya. Atau setidaknya, duduk disitu lah.
Dan, dengan sedikit salah tingkah aku pun mendekat dan duduk diseberang tempat Bu Chintya berbaring. Tepatnya dibelakang Bu Chintya yang sedang asyik memperhatikan TV nya.
Sesaat kami pun terdiam. Aku benar-benar merasa canggung berada disini. Aku juga tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana, aku benar-benar merasa aneh dan mati gaya. Aku berada dikamar Bu Chintya, seorang dosen yang menjadi idola di kampus, atau mungkin idola di universitas!!! ckckck
“nih bantalmu” begitu kata Bu Chintya sambil mengulurkan sebuah bantal kepangkuanku. Tampaknya beliau tahu bagaimana aku merasa aneh dan tidak tahu harus bagaimana.
Dan dengan bantal yang yang diulurkan padaku itu, aku malah tambah bingung harus bagaimana. Aku tambah salah tingkah dan tetap diam
“kurang besar apa dim? atau kamu mau pakai bantal saya saja?” katanya sambil tertawa ringan dan menggeser bantal panjang berwarna putih yang menopang wajah cantiknya.
“eh” aku tambah bingung dengan kalimat terakhirnya, dan aku masih tak bisa menyahut apa-apa, sekalipun aku tahu maksud beliau adalah mempersilahkan aku tiduran disitu
“ehm, maksud Ibu, saya tidur disini?” kataku terbata. Seolah aku bingung mau menyahut apa
“apa kamu mau tidur di garasi? Sepertinya kasur saya masih sisa banyak kalau cuma kamu tiduri” sahutnya sambil tersenyum
Dan sekali lagi aku sangat tidak percaya dengan kata-katanya.
Aku tidak percaya dengan telingaku sendiri. Namun aku tetap mengerti apa yang dimaksud dan segera berbaring sambil tetap menyaksikan tayangan TV yang tergantung didepan Bu Chintya.

Sesaat kemudian, nampak acara TV yang kusaksikan dengan canggung itu hampir selesai, dan tiba-tiba suara Bu Chintya kembali memecah kecanggunganku “lampu besar saya matikan saja ya dim, saya tidak bisa tidur kalau terlalu terang”
Dan tanpa banyak berkata lagi, beliau langsung beranjak turun dari tempat tidur, dan aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Dibalik selimut itu, Bu Chintya masih mengenakan atasan berwarna hitam yang tadi dikenakannya, tetapi ternyata beliau tidak lagi mengenakan celana abu-abunya.
Sebagai gantinya, seutas tali G string hitam terselip diantara belahan pantatnya. Terlihat jelas pantat yang halus dengan paha yang mulus itu bergerak menuju pintu kamar, dimana saklar lampu berada.
OMG!!! I can’t believe what i’ve see.
Setelah mematikan lampu, Bu Chintya berjalan kearah tempatku berbaring, dan melewatiku yang ternganga dan sibuk mengalihkan pandangan.
Beliau berjalan menuju kekamar mandi yang terletak tepat dibelakangku, tepatnya diatas kepalaku.
Tampaknya beliau menggosok gigi, beliau sedang bersiap-siap untuk tidur.
Bu Chintya hanya dengan G-string hitam menutupi bagian bawahnya, oh My God, I cant realized what I’ve see.
Dan G-string itu menjawab misteri belahan pantat yang terlihat jelas dibalik celana abu-abu tadi. Ternyata Bu Chintya tadi mengenakan G-String didalamnya.
Dan apakah aku bermimpi saat ini? Aku tidak tahu, aku tidak mau tahu. Dan dengan cepat aku menyusupkan kakiku dibalik selimut. Andaikan ini mimpi, sungguh aku berharap aku tidak terbangun dari tidurku.

“Sebenarnya saya tidak suka celana jeans diatas tempat tidur dim” tiba-tiba Bu Chintya sudah berdiri lagi disamping tempatku berbaring, tepatnya disamping kepalaku.
Tapi karena sudah terlanjur ya tidak apa-apa” begitu lanjutnya sambil berjalan mengelilingi tempat tidur, dan kembali menyusupkan kedua kaki jenjangnya kedalam selimut dan berbaring sambil memindah chanel televisi. Beliau tampak beberapa kali memindah saluran, tapi sepertinya tidak ada yang menarik baginya.
Kini dia berbaring membelakangiku, menghadap sisi dimana televisi LCD 32” itu digantungkan. Dan dengan segenap jiwa, aku mencoba memberanikan diri membuka pembicaraan. Aku anggap saat ini sebagai sebuah mimpi, so, its free to me to speak up!!!

“ehm, Ibu suka John Lennon?” begitu kalimat pembuka yang otomatis kuucapkan ketika melihat Bu Chintya berhenti memencet-mencet remotenya pada salah satu channel music
“yakk, i love The Beatles, dan tolong berhenti memanggil saya Ibu” begitu ujarnya tegas
“kalau nggak boleh panggil Ibu, terus saya harus panggil gimana ni bu?”
“ya terserah kamu mau panggil gimana. Yang pasti disini kan bukan dikampus, kalau kamu panggil aku Ibu, kok kesannya aku ini sudah tua banget. Padahal, bisa jadi kamu lebih tua dari aku lho” begitu jawabnya bercanda
“ya, nggak lah bu, saya ini kan masih mahasiswa, young teenager yang masih energik dan bersemangat”
“whatever you say. Yang pasti aku kuliah S1 tahun 2001, so, paling kamu 3-4 tahun lebih muda. Itu juga kalau kamu SMUnya lancar.”
“eh, saya SMUnya malah cuma 2 tahun bu”, jawabku berkelakar
“jangan panggil aku Ibu,,, thats the point.” ujarnya kemudian
“you can call me chintya, atau teman-teman dekatku biasa memanggil cinta”
“eh, begitu ya cin,,” sahutku bergumam “canggung ah kalau panggil seperti itu, gimana kalau “kak” atau “mbak” atau gimana lah,, saya canggung bu, eh, mbak..”
“kenapa nggak manggil tante saja!! biar puas sekalian. Kamu ini bikin aku merasa tua saja” jawab Bu Chintya ketus sambil tetap tertawa ringan
“OK deh mbak, saya panggil cinta... Ngomong-ngomong, kalau saya disini, nggak ada yang marah apa mbak,, eh, cin?”
“maksudmu, kamu bertanya apa aku tidak punya pacar,, begitu?” ujarnya sambil berbalik menghadap kearahku. Sorot matanya terlihat serius dan menatap tajam mataku
“eh, ya bukan begitu mbak,,, eh, ya tapi mungkin bisa begitu maksudnya, atau,,,”
aku jadi salah tingkah sendiri dengan pertanyaanku. Tampaknya aku juga salah bertanya
“dimas, sepertinya kamu harus banyak belajar tentang wanita. Masa’ kamu bertanya seperti itu kepada perawan tua seperti saya?” lanjutnya sambil tetap menatap mataku
“eh, bukan begitu maksud saya mbak,, eh,, saya cuma….”
“nggak apa-apa kok, aku cuma merasa familiar dengan pertanyaanmu barusan. pertanyaanmu itu seperti pertanyaan papaku saja”: “kapan kamu nikah cin?? Ngga mungkin lah gadis cantiknya papa gak laku-laku??” sambungnya lagi dengan nada serius
“eh” aku benar-benar tambah salah tingkah dengan ucapan beliau. Aku tidak bisa berkata apa-apa, dan memang sepertinya aku salah bertanya. Sorot matanya yang tajam itu seolah melucuti mentalku yang tiba-tiba hancur runtuh. Dia benar-benar menelanjangi mataku dengan wajah cantiknya yang sangat dekat dihadapanku, sangat-sangat dekat. Mungkin hanya berjarak 5cm dari hidungku. Dan aku benar-benar merasa terpojok dengan ucapannya

Namun tiba-tiba dia tersenyum dengan senyuman yang sangat teduh dan menenangkan. Raut mukanya tiba-tiba berubah seolah mengatakan: “aku hanya bercanda, aku tidak marah kok”. Dan kami saling bertatapan sangat dalam.
Sungguh aku terpesona dengan kecantikannya. Kecantikan khas seorang Indo yang menurutku tidak mungkin ditandingi oleh siapapun juga.
Dan ditengah kekagumanku akan wajah menawan itu, tanpa berkata apa-apa, tiba-tiba dia memajukan kepalanya, dan dengan cekatan dia memagut bibirku. Aku benar-benar kaget dan tidak menyangka hal ini terjadi. Jantungku berdegup sangat kencang, darahku seakan mengalir sangat deras kearah kepala.
Aku menyadari bahwa aku sedang bercumbu dengan idola dari segala idola. Aku dapat merasakan dengan jelas aroma nafasnya yang wangi, bibir basahnya yang menghisap pelan bibirku, dan lidahnya yang mulai bermain dirongga mulutku.
Semakin lama, bibir kami terpaut semakin dalam, hingga tak sadar tanganku telah memeluk erat tengkuknya, dan kami tidak lagi berbaring berdampingan, melainkan aku telah berada diatasnya.

Perlahan aku memberanikan diri untuk menggeser cumbuan bibirku, aku memberanikan diri mencumbu bagian leher hingga belakang telinganya, dan tampaknya dia sangat menikmatinya. Sungguh aku tak percaya dengan apa yang kulakukan. Sesaat aku menghisap daun telinganya perlahan, dan aku bisa membaui dengan jelas aroma wangi yang selama ini hanya terasa samar.
Sungguh seorang wanita yang cantik dan spesial.

“dim, boleh kubuka ini?” kata Chintya tiba-tiba sambil menyingkap kaos hitamku. Aku tidak menyahut dan menjawabnya dengan membuka kaos yang kukenakan.
Dan tak lama kemudian, Chintya sudah asik memainkan dadaku dengan lidahnya yang hangat. Aku sungguh merasa melambung tinggi dengan permainan lidahnya, dan aku sengaja bergeser dan berbaring hingga Chintya lebih bebas mengexplore tubuhku.
Dan tanpa dipersilahkan, Bu Chintya sudah telungkup menindih perutku. Mulutnya yang lembut tak henti-hentinya menjilat wilayah dadaku, dia terus melakukan ritual tersebut hingga lidahnya kembali menuju bibirku, dan sekali lagi kedua bibir itu berciuman erat. Dia kembali mencumbu erat bibirku, dan melanjutkan kecupanya hingga wilayah leher dan telingaku. Tanganku pun dengan sigap memeluk erat pinggulnya sambil mencumbu bagian bawah lehernya.

“boleh tangan saya masuk Cin?” tanyaku sambil tetap menikmati permainan lidahnya. Kali ini jemariku sudah mulai berani menyusup melalui bagian bawah kaosnya dan meraba bagian punggungnya. Dapat kurasakan punggung yang halus itu bersinggungan dengan jariku
Chintya pun menghentikan usapan lembut lidahnya di bagian belakang telingaku, dan berbisik pelan: “mau masuk kemana memangnya?”
“eh,, mau masuk kesini, eh, mbak”, kataku gugup, sambil menghentikan jemariku yang tengah meraba bagian perutnya yang rata dan terawat.
Dan, Chintya pun tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya tersenyum cantik sambil menggenggam bagian bawah kaosnya, kemudian menyingkapnya keatas dengan cekatan.
Yah, dia membuka penutup atas tubuhnya itu yang ternyata sudah tidak dilapisi bra didalamnya.
Dan mataku kembali terbelalak ketika atasan itu tersingkap melewati bagian dadanya. Sebuah pemandangan yang terindah yang pernah kulihat. Sepasang gumpalan daging tersembul dibalik kaos itu, sangat halus dan lembut. Saking halusnya, dapat kulihat alur urat yang tersembunyi tipis dibalik kulitnya.
Sungguh payudara terindah yang pernah kulihat.
Ukurannya tidak terlalu besar, mungkin sekitar 34an, tetapi ukurannya sangat proporsional dengan tubuhnya, ditambah lagi dengan putingnya yang mungil berwarna coklat kemerahan menghiasi ujung-ujungnya. Sangat-sangat sempurna, im really speechless

Saking kagumnya dengan payudara itu, aku tidak menyadari tangan nakalku sudah meraba lembut bagian bawah gumpalan daging itu,
“eh,, boleh saya...”
“sure..” katanya memotong kalimatku sambil kembali telungkup dan melumat bibirku.
Mendapat perlakuan seperti itu, aku pun tak mau kalah.
Seolah telah mendapat ijin, akupun melayangkan serangan-serangan yang lebih berani. Kedua tanganku segera meremas lembut payudara indah itu, dan permainan Chintya pun semakin mengganas.
Dia tampaknya tidak memberikan kesempatan bagiku untuk memegang kendali. Bibir mungilnya semakin agresif, dia menorehkan cupang merah tipis didadaku, hingga menjelajahi perut bawahku sambil menyibak selimut yang masih sedikit menaunginya.

Sangat-sangat liar, bahkan aku tidak kesampaian merasakan puting merah itu dengan bibirku.
Sambil bibir mungilnya terus beraksi, dia menarik turun resliting celanaku, “no jeans in my bed” begitu bisiknya ditelingaku sambil tersenyum menggoda.
Dan aku hanya bisa pasrah ketika ternyata Chintya tidak hanya berniat melucuti celana jeansku. Dia mencengkeram jeans berikut celana dalamku, menariknya turun dengan cekatan, dan melepaskanya dari kakiku hingga aku benar-benar dibuat bugil dihadapnya.
Sekali lagi aku merasa bahwa aku sedang bermimpi, aku sedang bugil dihadapan idola kami semua.
Sungguh aku tidak percaya, Chintya sedang mencumbu perut bagian bawahku, dengan pangkal pahaku yang terbuka lebar tanpa seuntai benang pun menutupinya. Sungguh terasa bagaikan mimpi, imajinasiku melayang jauh dan aku tidak pernah merasakan moment seindah ini, seorang wanita yang kupuja, sedang bermain-main dipangkal pahaku.

Dan sekali lagi Chintya menunjukkan keajaiban lidahnya, kali ini serangannya diarahkan pada bagian bawah perutku.
Yak, dia mencoba membunuhku dengan jilatan-jilatan maut dibawah sana. Dan tak lama kemudian, tangan kanannya memegang erat batang yang sudah berdiri tegak disana. Dan sambil menatap mataku dia mengecup bagian kepalanya, dan segera memasukkan batang itu kedalam mulutnya. Sungguh sekali lagi aku merasa terbang ke awan.
Tidak seperti lumatan-lumatan yang pernah kurasa, lidah Bu Chintya benar-benar ajaib, dia benar-benar mampu memainkannya dibawah sana, just like a french kiss in my junior.
Begitupun dia tidak perhenti disitu, setelah puas menghisap bagian batang, Bu Chintya menggeser mulutnya kebawah, dan inilah pertama kali aku merasakan sensasi rangsangan di bagian paling bawah sana. Chintya melumat habis pangkal bola-bolaku, dan melanjutkannya dengan mencumbu area sun hole-ku dengan liarnya.
Dan tampaknya dia begitu menikmatinya. Dia melakukannya sambil terus memainkan bola-bolaku, sungguh suatu sensasi yang luar biasa.

Sejenak, ingin rasanya aku membobolkan saja pertahananku dan mengaku kalah. Bibir Bu Chintya adalah bibir paling gila yang pernah kuhadapi. Namun aku masih bisa berpikir sehat. Aku segera menarik bagian pangkal pahaku itu dari cengkeramannya, dan segera memagut bibir ajaib itu dengan bibirku.
Dengan cepat pula, kubaringkan Chintya karena kali ini aku ingin menguasai permainan. Aku pun segera berganti menunjukkan potensiku. Kembali kurangsang bagian leher Bu Chintya, kujilat perlahan, hingga turun sampai bagian payudara. Bagian yang sangat kunanti dari tadi. Kubenamkan mukaku diantara kedua payudara itu, sungguh payudara yang paling lembut yang pernah kurasakan.
Tanganku pun tak mau kalah, kuremas payudara kanan dengan tangan kanan, sambil lidahku mulai bermain dengan puting kirinya. Bagaikan buah cherry yang sangat manis, aku mengulum lembut puting itu, sungguh rasanya sangat menggairahkan. Ini adalah puting paling sempurna yang pernah dirasakan bibirku.
Merasa sudah menguasai keadaan, aku mulai memainkan ritme permainan. Sesaat kuhisap puting itu lebih dalam, sambil meremas payudara kanannya. Demikian aku bergantian bermain dengan kedua gumpalan menakjubkan itu. Sesaat aku mencoba menyentuh lembut lingkaran penyangga puting itu dengan telunjukku, sesaat pula dapat kurasakan puting itu mulai mengeras kencang disertai munculnya bulu-bulu halus yang berdiri diatas kedua bukit indah itu.
Sungguh sepasang payudara yang sangat cantik, sangat indah dengan bintik2 bulu roma yang menghiasinya, aku jadi semakin bergairah melihatnya, dan akupun tak mau menyia-nyikan moment ini.

Permainan bibirku mulai menjamah bagian perutnya yang rata. Sambil tangan kiriku tetap mencengkeram satu dari dua bukit indah itu, tangan kananku menekan bagian punggungnya perlahan. Tampaknya Bu Chintya benar-benar menikmati permainanku, dan akupun memberanikan diri mengexplore bagian bawah perutnya dengan lidahku. Yah, aku mengecup lembut belly buttonnya dan mencoba bermain sedikit lebih kebawah sana.

Menanggapi perlakuanku, Bu Chintya tidak terlalu terlihat keberatan. Dia malah terlihat sangat menikmati dan sedikit membuka pangkal pahanya. Bahasa tubuhnya seolah memberiku ijin untuk beranjak ke bagian itu. Segera aku kembali menurunkan kepalaku. Kali ini aku mencumbu bagian dalam pahanya, tanganku pun sekarang sudah memegang erat kedua pinggulnya, dan akhirnya aku mulai berani mencium bagian segitiga G-string yang menutupi surganya.
Sungguh suatu pengalaman yang tidak pernah akan kulupakan. Aku sedang menghirup bagian paling intim milik Bu Chintya, aku merasakan sensasi yang paling dahsyat yang pernah kurasakan selama ini.
Gairahku semakin menggebu, dan akhirnya kuberanikan diri menyusupkan lidahku ke sela-sela bagian bawah segitiga cinta itu. Tangan kanan ku mencoba menyibak kain hitam itu, dan bibirku mulai mengecupnya perlahan, rasanya sungguh indah, agak terasa asin, tetapi aromanya sangat lembut. Sungguh-sungguh indah.
Bu Chintya yang tampaknya sudah sangat pasrah itu akhirnya menyangga kepalaku dengan tangan kanannya. Tanpa berkata apa-apa, dia meraih tali pengait segitiga itu dengan tangan kirinya, dan dengan perlahan dia menurunkan G-String itu dengan tangan kirinya. Aku yang sedang dimabuk gairah pun segera tanggap, kubantu dia menurunkan segitiga bertali itu, dan melepaskannya dari kakinya yang jenjang.

Dan dengan segera, seperti seorang anak kecil yang sedang dijamu dengan dengan sekotak permen lezat, aku pun segera kembali dengan daerah segitiga yang menakjubkan itu.
Kini tubuh wanita pujaan itu telah benar-benar telanjang. Aku benar-benar takjub dengan keindahannya, lekuknya yang sempurna dibalut dengan kulit yang putih, tipis dan lembut. Ahh,, ternyata Bu Chintya yang kami puja selama ini tidak hanya pintar dan cantik, beliau sangat sempurna seutuhnya, sangat terawat.
Bagian pangkal paha itu terihat sebagai bagian segitiga yang ditumbuhi dengan bulu-bulu lembut. Tampaknya Chintya sangat rajin mencukurnya. Pun begitu, tepat pada bagian bawahnya, terdapat sekatup bibir mungil berwarna merah muda. Pintu surga itu terlihat begitu rapi, hanya terlihat sebagai segaris lubang yang berwarna kemerahan.

Tanpa diberi aba-aba, aku pun segera kembali menjamu segitiga cinta itu. Kali ini aku merasa sangat bebas, tidak ada lagi sehelai benang pun yang jadi penghalang. Aku mulai mengecup pelan bibir cantik dibawah bulu-bulu tipis itu, dan tampaknya Chintya sangat-sangat menikmatinya, dan akupun menikmatinya.
Samar-samar mulai kurasakan aroma wangi yang sempurna, aroma yang mungkin dapat mengalahkan nikmatnya rasa sabu yang dulu sering kuhisap jaman SMU. Perlahan tapi pasti, aku memagut bagian itu dengan bibirku, lalu kembali kuhisap perlahan. Dengan sedikit keberanian, tanganku pun mulai turut meraba bagian itu. Kucoba membuka tangkupan dua bibir itu dengan jemariku, dan kulihat jelas liang berwarna merah muda yang begitu indah. Tampaknya sangat hangat dan nyaman didalam sana. Dan kembali aku memberanikan diri mengeksplore lubang itu dengan lidahku.
Kali ini, kucoba memasukkan lidahku kedalamanya dengan bantuan kedua tanganku yang menyingkap pintu cinta itu. Kali ini, aku benar-benar merasakan aroma yang sangat memabukkan itu, sangat membangkitkan gairahku. Dan dengan segera, aku memainkan lidahku didalam sana, menghisap perlahan, kemudian menghisap kuat, demikian aku mencoba mencari ritme yang tepat dalam menangani bibir terindah ini.
Aku mencoba memainkan lidahku dengan maksimal disini, sambil tangan kananku merangsang bagian klitoris Bu Chintya. Dan tampaknya dia sangat-sangat menikmatinya.

Setelah sesaat bermain dengan ritmeku, aku mencoba mengubah pola serangan. Kali ini, bibirku menghisap lembut bagian klitorisnya. Disini lidahku pun turut bermain, kuhisap sambil sesekali menekan bagian itu dengan lidahku.
Perlahan tapi pasti, aku kemudian memberanikan diri memasukkan telunjuk kananku yang dari tadi sudah memegang erat kulit berwarna kemerahan itu. Dan, ketika seluruh telunjukku tercelup didalamnya, Chintya tiba-tiba mencengkeram kepalaku dengan tangan kanannyanya yang sedari tadi menyangga kepalaku.

Sejenak aku tiba-tiba tersadar, kali ini aku memasuki daerah privatnya tanpa mohon ijin terlebih dulu.
Aku sedikit terkejut dan kembali gugup, secara reflek aku segera menarik keluar jariku dari lubang itu, tetapi dengan segera pula Bu Chintya memegang tanganku dengan tangan kirinya.
Yak, dia mengijinkan jemariku bermain didalamnya, dan tanpa berkata apa-apa, dia membimbing jari nakal ini masuk kedalam miliknya yang sangat berharga itu.
Sungguh aku dapat melihat raut wajah cantik itu yang kini sedang dibara gairah, aku melihat dia sangat menikmati permainanku, dan dengan sigap pula, aku merangsang kembali daerah klitorisnya dengan bibirku, sembari jemariku mencari-cari daerah G-spotnya didalam sana.
Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan area paling sensitif itu. Tak lama jariku bermain disana, Chintya semakin membuka lebar pangkal pahanya. Dia kini tidak hanya mendesah dan menatapku nakal. Bu Chintya sudah tidak malu-malu lagi untuk mengerang. Kaki jenjangnya sedikit ditarik keatas, dia sedikit melipat lututnya, suatu tanda bahwa dia sungguh terbuai dalam permainan jemariku.
Pun demikian, aku pun semakin bergairah, aku semakin cepat menggerakkan jariku didalam sana, kutekan kuat pagian G-Spotnya sambil lidahku terus memainkan klitorisnya, jemari dan lidahku kini sudah masuk gigi 5. Aku semakin cepat dan liar bermain dengan lubang cinta itu.

Namun tiba-tiba Chintya mengapit erat kepalaku dengan lututnya. Dia menjepit kuat kepalaku sambil tangan kanannya menekannya kedalam. Dan segera setelahnya, aku bisa merasakan tubuh itu terguncang, aku bisa merasakan, tubuhnya sedikit kejang, dan,, aku kembali kaget dibuatnya, seiring dengan teriakan yang keras, tiba-tiba dia menggelinjang hebat, jemariku merasakan ada kedutan hebat didalam sana,,, dan tidak putih bening kemukaku.
Yess, dia sudah sampai... and she squirt in my face!!
dan aku tidak bisa mengelak sama sekali, secara reflek aku meronta mencoba melepaskan kepalaku, tetapi cengkeraman pahanya terlampau kuat, dan sampai saat ini pula, paha lembut itu masih mencengkeram kuat kepalaku.
Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kualami, Bu Chintya mencapai puncak dan menyemprot mukaku dengan cairan cintanya memabukkan.
Aku sangat terkejut, tetapi sebenarnya aku sangat menikmatinya. Pun begitu Bu Chintya yang sudah terkulai lemas, aku bisa melihat tubuhnya yang masih sedikit gemetar, wajahnya sangat-sangat erotis, sepertinya dia baru saja mengalami orgasme paling dahsyat yang pernah dirasakannya.

***
Aku kemudian beranjak ke sudut ruangan berinisiatif mengambil beberapa lembar tissue, dan mengelap mukaku yang agak lengket,
“kamu baik2 saja kan cin?” tanyaku sambil berbaring lagi disisinya
“eh,, maaf ya dim, aku sendiri tidak terpikir kalau bakal sampai kaya gitu” tangannya dengan reflek menarik lembar tissue yang kupegang dan segera me-lap bagian pipiku yang ternyata masih sedikit basah.
“tidak apa-apa kok, aku juga menikmatinya”
“serius,, ini pertama kalinya sampai seperti itu, aku benar-benar tidak menyangka sampai seperti itu” jawab Chintya sambil memeluk aku erat.

Dan akhirnya, malam itu kami melanjutkan sesi bimbingan TA dengan bercerita panjang lebar tentang keseharian kami, tentang keluarga kami, tentang kesibukan-kesibukan kami.
Maklum, pada dasarnya aku dan Bu Chintya masih belum terlalu mengenal satu sama lain.
“jadi, sekarang mamamu masih tinggal di Jakarta bersama suaminya yang baru itu?” tanyaku menanggapi cerita Chintya.
“begitulah” jawabnya pelan.
“ooh,, beliau punya anak lagikah?”
“nggak sih,, cuma ada suatu hal yang dulu bikin aku nggak nyaman tinggal disana”
“kenapa??”
“well, si om bule itu hypersex.”
“heh?? maniak gitu??”
“yupss. dan aku pernah tinggal bersama mereka selama 2tahun”
“haha.. yang kamu ceritakan waktu kamu SMU itu ya? Trus, apa hubungan antara hypersex dengan ketidaknyamananmu tinggal bersama mereka? Toh si om bule itu kan papa-mu, bukan suamimu?”
“yahh,, masalahnya bukan cuma hypersex doang dim. dia juga orang naturist. Kalau dirumah mamaku sana, begitu masuk gerbang udah wajib bugil. Itu berlaku buat semua orang yang tinggal disitu.”
“whatsss??? jadi kamu juga ikut2an nudis gitu??”
“nggak cuma saya honeyy, disana dari sopir nyampe tukang kebon juga bugil semua.”
“begitukah?? are u serious??”
Aku seperti tidak tahu harus menjawab apa lagi. Tampaknya Chintya memang memiliki pengalaman yang luar biasa dalam hidupnya. Dia banyak bercerita tentang masa lalunya, dan tiba-tiba aku merasakan empati yang sangat dalam, sebuah perasaan seolah tidak terasa lagi ada jarak antara kami.
Seolah seperti sepasang kekasih/sahabat yang sedang berbaring dan sharing berdua

“uhm,, kembali ke masalahmu tadi Cin, emang kalo menurutmu kamu trauma dengan masa lalumu, lalu apa dampaknya di masa sekarang?” aku kembali bertanya mencoba mengenal dosenku itu lebih dekat.
“well, kita bahas topik ini lain kali lagi saja ya dim, kamu belum dapet kan?” katanya sambil kembali memelukku mesra. Tampaknya dia belum ingin membahas sampai sejauh itu, dan akupun harus menghormatinya
“kalau aku sih, asal kamu senang sudah bisa dibilang dapet kok cin. gue ikhlas” jawabku cengengesan
“Dasar mulut buaya!! sekarang kamu sudah berani merayu saya…” sahutnya tersipu sambil mencubit lenganku keras-keras

“Ehmn, Dim, kamu percaya sama aku kan?” lanjut Chintya sambil meraih laci disamping tempat tidur. Aku tidak menjawab dan hanya mengangguk kecil
“okeey,, tangan kamu diikat dulu yaa,,” katanya sambil mengeluarkan seutas kain panjang dan mengikat kedua tanganku ke bagian atas tempat tidur. Aku mulai berpikir aneh-aneh, sejenak aku ingin menolak apa yang dilakukan Bu Chintya padaku. Tapi, aku penasaran juga dengan rencananya, so, ikuti saja deh,, hehe
“aku mau diapain hon?”
“diem ah,, trust me honey” jawabnya sambil kembali mengecup bibirku. Aku sendiri tidak bisa banyak bergerak dengan kedua tangan yang terikat erat diatas kepala, sedangkan tampaknya bibir maut itu akan kembali mengeksekusi titik-titik lemahku.

Perlahan, Chintya menggeser kembali kecupannya kearah leherku, sedikit cupang panjang disana, dan kemudian turun kearah dada. Bagian ini tampaknya bagian yang paling disukainya, lidahnya yang lembut bermain dengan putingku, sambil kedua tangannya mimijit-mijit bagian samping dadaku. Di babak pertama ini aku sudah mulai bisa merasakan sensasi Chintya. Sebuah teknik-teknik yang baru kutemui dalam bercinta, diselimuti oleh paras yang sungguh-sungguh menggoda.
Perlahan, dia kembali menggeser posisi bibirnya, kali ini kecupan-kecupan itu diarahkan kebagian samping dadaku, dan, dia bermain dengan ketiakku. Aku meronta keras, kukatakan padanya bahwa ini keterlaluan, “Geli banget Cin, kamu menyiksaku”,, begitu ujarku. Tapi tampaknya Chintya tidak peduli dan terus melancarkan aksinya.
Dan ternyata teknik yang satu ini juga sangat mengerikan. Rasa geli yang perlahan berubah menjadi sebuah rangsangan yang mahadahsyat. Seiring dengan rabaan-rabaan tangannya yang sedikit memijit, Chintya benar-benar bak seorang sex machine yang istimewa.
Selama beberapa saat Chintya menyiksaku, tampaknya dia sudah cukup puas dan berniat memulai permainannya di bagian bawah.
“Sudah panas kan?” katanya sambil sambil tersenyum kecil dan memegang batangku yang sudah berdiri keras.
Dan tanpa banyak bicara lagi, dimasukkannya batang itu kedalam mulutnya.
Yah, Chintya segera mengulumnya dengan bersemangat, dan dia langsung memainkan ritme permainan oral terdahsyat yang pernah kurasakan. Sesekali setelah lidah hangatnya bermain lincah, dihisapnya batangku kuat-kuat, seolah dia ingin menyedot habis seluruh isinya.

Sambil terus bermain-main dengannya, tangan Chintya meraih dua bantal disisi kiri tempat tidur,
“diganjal bantal ya dim” katanya sambil menyusupkan dua bantal itu dibawah pantatku. Aku yang sudah merasa keenakan pun pasrah saja, kuangkat pantatku sesuai dengan apa yang diingininya, dan kini, posisiku agak berasa tidak nyaman, punggung dan pantatku terganjal oleh bantal yang tampaknya cukup tinggi. Aku agak heran sebenarnya apa rencana Chintya, tapi kembali lagi, aku pasrah saja.
Chintya kemudian mengambil posisi tepat dbawah selakangku, dan kemudian kembali dia memasukan batangku ke bibir mungilnya, tangan kirinya memegang testikelnya dan tangan kanannya memegang pangkal batangku. Aku tidak bisa melihat terlalu jelas apa yang terjadi disana, tapi aku kembali merasakan sensasi yang luar biasa.
Sejenak setelahnya, aku merasakan kepala penisku bersentuhan dengan bidang yang sangat hangat dan licin, saat itu pula kurasakan sensasi yang luar biasa diujung kemaluanku, sembari kudengar Chintya sedikit batuk-batuk dan mengeluarkan penisku dari mulutnya.
Dan,, ternyata dia melakukan deep throat. Bu dosen satu ini memang gila, dan ini adalah pengalaman deep throat pertamaku. Dan malam ini Chintya memberiku deep throat tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali.
Sensasi rasanya benar-benar gila, sepertinya aku hampir ejakulasi dibuatnya.

Sesi oral pun berakhir, saat ini Chintya kembali memeluk aku. Tubuhnya yang gemulai bergelayut mesra diatasku “sekarang menu utama yuk,,” begitu bisiknya memanja ditelingaku…
Sambil tangan kirinya tetap memeluk leherku, Chintya meraih kembali senjataku dan mengarahkannya kebagian pangkal pahanya yang memang sudah berada tepat diatasnya.
Yah, Chintya memasukkan kepala batangku kedalam lubang yang berhias bulu lembut itu, dan tak lama kemudian dengan sedikit menindihku, seluruh batangku telah bersemayam didalam lubang hangatnya.
1001 rasa penasaran yang selama ini berkecamuk hilang sudah. Kini aku telah merasakan hangat dan nikmatnya liang itu. Sangat hangat dan rapat, bahkan jika batang kesayanganku itu bisa membauinya, kukira dia pun akan terkesima dengan aroma wanginya.

Chintya pun memagut bibirku sambil sedikit menggoyangkan pinggulnya, tidak naik turun tetapi memutar perlahan. Wew, bahkan teknik goyanganya pun dahsyat, tidak banyak bergerak, tapi dapat kurasakan batangku dipijit dengan sempurna.
Dan perlahan kusadari, sepertinya pijitan ini tidak hanya bermuara pada goyangan pinggul semata, tetapi tampaknya dinding-dinding kemaluan Chintya turut berperan. Lubang ini menggigit rapat dan dapat kurasakan sedikit berdenyut teratur, ini juga baru kali ini kurasakan.
Hal ini kusadari ketika Chintya beranjak dan menjamuku dengan posisi duduk. Dengan senjataku yang masih tertancap disana, kurasakan pijitan-pijitan lembut itu walau Chintya tidak banyak menggerakan pinggulnya.
Dan, aku tidak menyangka bahwa menit-menit kedepan adalah waktu yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Mungkin bila aku bisa memutar balik waktu, aku akan selalu memutar menit-menit itu sambil mengaktifkan fitur slow motion.
Dengan posisinya yang mendudukiku, Chintya kembali menggoyangkan pinggulnya.
Kali ini tidak memutar maupun maju mundur, melainkan naik turun. Tubuhnya yang semampai itu seakan menduduki bantalan trampoline. Sekilas aku merasa miris dengan perlakuannya. Dengan sedikit berjongkok, Chintya menarik pangkal pahanya keatas hingga tiga perempat batang penisku keluar dari sarangnya, dan dengan cekatan pula dia menimpanya kembali. Yah, dia mengocok batangku dengan kencang dengan posisi pinggulnya yang naik-turun tajam itu.
Jujur, aku sedikit takut kalau-kalau dia sedikit meleset dan mematahkan senjataku yang sangat berharga itu. Tapi, kekhawatiran itu segera sirna terhapus sensasi yang kembali kurasakan.

Chintya memperlakukan senjata yang benar-benar berdiri keras itu seperti mainan, seperti dildo stainless yang tak punya jaringan syaraf, dan kali ini aku benar-benar ingin menyerah dan memuntahkan cairan cintaku, aku tak kuasa mengimbangi wanita cantik yang tiba-tiba menjadi sangat liar ini. Dapat kulihat jelas ekspresi mukanya saat ini, dia tidak hanya sekedar mencoba memuaskanku, dia kembali turn on, dan aku wajib mengimbanginya.
Tapi semakin aku melihat wajah cantiknya, semakin ingin rasanya aku mengakhiri permainan ini. Whatever, aku memang tidak mampu melayaninya.
Tapi tiba-tiba, Chintya mengakhiri gerakan naik turun yang dahsyat itu.
Dia merebahkan tubuhnya, memeluk aku erat, sambil tetap mengocok kencang batangku dengan goyangan pinggulnya super cepat itu.
Dan tentu saja pada akhirnya aku segera tewas dan mengakhiri pertahananku. Aku benar-benar tidak tahan dengan perlakuannya, dan kali ini aku benar-benar tak bisa berkutik dan harus menyerah kalah

Chintya tengah memelukku erat sambil sambil mengggoyangkan pinggulnya maju-mundur dengan cepat saat batangku mulai kejang-kejang.
Pinggul indah itu bergerak dengan kerasnya seolah penisku hanya mainan tak bernyawa.
Dan seiring dengan dengan senjataku yang mulai muntah dan mengaku kalah, ritme goyangan Chintya perlahan-lahan mulai melambat, dan dapat kurasakan kembali cengeraman pahanya yang mulai bergetar, seiring dengan kedutan ringan yang memijit lembut kemaluanku yang masih tertanam didalamnya. Dan perlahan-lahan, lubang menakjubkan itu mencengkeram penisku sangat erat. Ternyata, Chintya pun mendapatkan orgasme untuk yang kedua kalinya…
Yah, liang hangat itu seakan menyedot batangku dengan kerasnya seiring dengan bobolnya pertahananku.
Dan kembali aku menangkap ekspresi muka cantik Chintya yang seolah mengatakan bahwa dia baru saja mendapatkan orgasme yang hebat.
Selama beberapa saat tubuh indah itu bergetar lemah diatas tubuhku, dan tak lama kemudian sosok cantik itu benar-benar lemas tak berdaya.
Perlahan-lahan, Chintya menggeser tubuhnya sambil melepaskan liang terindahnya dari kemaluanku dengan hati-hati.
Tanpa berkata apa-apa, dia membaringkan tubuh indahnya disampingku, dan tak lama kemudian, idola dari segala idola itu sudah terbaring lelap disisiku

Dan aku kembali terdiam seakan tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Aku hanya bisa termangu, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang terjadi malam ini bukanlah mimpi.
Dalam hatiku, terbentu sebuah perasaan yang tidak bisa didefinisikan. Ada sebuah kepuasan yang tidak pernah tertandingi, bercampur rasa tidak percaya yang masih menghantui.
Dan akhirnya aku hanya bisa terheran-heran sambil berusaha melepaskan tali yang masih mengikat erat tanganku.
Sungguh malam terdahsyat yang pernah kualami.

Nakalnya istri ku disaat pesta pernikahan temenku













Sayang cepatlah sedikit, pernikahannya setengah jam lagi," teriak Frank Hutapea sambil menggedor pintu kamar mandi. "Aku tak tahu bagaimana penuhnya parkiran di gereja nanti, aku mau sampai disana secepatnya biar dapat tempat," tambahnya sambil melirik pada jam tangannya.
"Lima menit lagi aku sudah selesai sayang. Kamu tunggu saja dibawah," jawab suara dari dalam kamar mandi.
"Ok tapi jangan terlalu lama," jawab Frank sambil pergi meninggalkan kamar mandi dan turun ke lantai bawah.

Annie Hutapea selesai menyisir rambut sebahunya dan mengoleskan lipstick ke bibirnya, kemudian dia mundur kebelakang untuk mengamati dandanannya dalam bayangan cermin. Mantan juara renang saat duduk di bangku kuliah yang sekarang berusia 33 tahun ini tetap memiliki bentuk tubuh yang terjaga berkat 25 lap yang dia lalap setiap harinya di club renang terdekat dan berkat pekerjaannya sebagai pelatih renang pribadi. You still have it girl, pujinya pada dirinya sendiri saat dia memandangi paha jenjangnya, pantantya yang masih kencang dan pinggulnya yang menggoda. Suasana hatinya sangat riang hari ini dan dia putuskan untuk memakai thong-nya yang berwarna hitam dan tercetak tepat pada bongkahan pantat bulatnya, beserta setelan bra-nya yang seakan tak mampu menampung kekenyalan buah dadanya.

Dia dan Frank bertemu dibangku kuliah dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Frank termasuk dalam team basket sedangkan dia adalah perenang paling dominan dalam team renang. Hingga suatu ketika keduanya berada dalam pesta liar bersama teman-temannya pada suatu malam dan pesta tersebut diekspos dalam koran kampus keesokan harinya. Pihak kampus yang merasa kejadian tersebut berdampak sangat buruk bagi nama baik mereka akhirnya memutuskan untuk menskors sementara nama-nama yang berada dalam pesta tersebut. Annie merasa sangat terpukul tapi kejadian tersebut membuat dia dan Frank semakin bertambah dekat, hingga akhirnya saat wisuda Frank melamar Annie untuk menjadi isterinya.

Annie menerimanya dengan sukacita dan 5 tahun berselang tanpa pernah ada rasa penyesalan dalam dirinya. Dengan jabatan Frank sebagai salah satu top direksi pada sebuah Bank terkemuka membuat hidup keduanya berada dalam bagian kota yang sangat nyaman. Bagian kota dimana setiap halamannya nampak hijau asri dan pada setiap garasi rumahnya terparkir mobil mewah.

Pesta pernikahan yang akan mereka hadiri kali ini adalah pernikahan salah satu sahabat Frank dimasa kuliah dulu dan Annie tahu apa yang akan menantinya dipesta nanti. Suaminya akan menghabiskan seluruh malam bercerita tentang team basket mereka dan dia akan duduk dan mendengarkan para isteri saling memperbandingkan tentang prestasi anak dan suami mereka. Hari ini akan lain ceritanya, dia yakinkan pada dirinya sendiri dan memutuskan untuk berpakaian seperti ini agar mendapat seluruh perhatian dari suaminya.

Dia berjalan menuju closet dan mengambil gaunnya lalu sekali lagi mengamati bayangan dirinya dalam cermin. Gaun merahnya menempel ditubuhnya seakan kulit kedua. Dengan belahan dada yang rendah membuat belahan dadanya yang membusung nampak sangat menggoda, sedangkan bagian bawah gaunnya yang hanya sampai diatas lututnya memperlihatkan keindahan lekuk pantatnya. Setelah merasa puas dengan dandanannya dia berjalan menuju ke lantai bawah untuk menyusul suaminya.

"Wow Annie you look beautiful. Kamu tahu kalau melihatmu memakai gaun ini selalu membuatku gila," puji Frank seraya tangannya meremas pantat isterinya dengan lembut.
"Yes I know lover, itu pointnya. Membuat semua pria merasa jealous karena tak dapat memilikiku," jawab Annie sambil tangannya mengelus selangkangan Frank.
Frank mulai merasa terangsang tapi sang waktu telah mendesak dan dia berbisik ditelinga isterinya "Akan kuurus kamu nanti."
Annie menggandeng lengan Frank saat keduanya berjalan keluar menuju mobil dan menjawab "Kupegang janjimu sayang."

Upacara pernikahannya digelar di gereja dipinggiran kota dan dihadiri tak kurang dari 200 orang pikir Annie saat dia duduk disamping suaminya. Gaun yang dia kenakan nampak berefek pada Frank dan setiap pria dalam pernikahan tersebut karena nampak mereka melirik kearahnya saat dia menaruh pantatnya di atas bangku gereja.

Upacara pernikahannya berlangsung kurang lebih selama 1 jam dan hampir diakhir acara AC dalam ruangan tersebut mengalami kerusakan. Membuat suhu di dalam ruangan memanas. Butiran keringat nampak mulai menetes didahi orang-orang dan booklet pernikahan sudah beralih fungsi menjadi kipas tangan. Siksaan tersebut akhirnya usai setelah rangkain upacara pernikahan tersebut rampung dan orang-orang berjalan keluar menuju ke mobil masing-masing untuk pergi ke gedung resepsi. Efek dari kondisi lembab pada gaun Annie membuatnya semakin melekat erat pada lekuk tubuhnya yang mana memancing rasa tak suka dari para wanita yang hadir. Membuat kebanyakan mereka menilai bahwa gaun yang dia kenakan terlihat murahan.

Pesta resespsinya digelar digedung yang terletak tak jauh dari gereja tadi dan saat Annie mulai memasuki ruangan tersebut, perhatian yang dia peroleh dari para pria sangatlah tergambar jelas. Para pria saling berlomba untuk memperkenalkan diri pada keduanya, beberapa teman Frank yang telah tak berjumpa selam 5 tahun lebih mendekati mereka dan bertingkah seakan sangatlah akrab pada mereka.

"Lihatlah sayang, mereka semua pikir kalau aku adalah wanita simpananmu. Setiap pria disini ingin naik ke ranjang denganku," bisik Annie ditelinga suaminya saat keduanya berjalan menuju meja.

Setelah acara minum berselang, tibalah kini saatnya sang pengantin memasuki ruangan dan orang-orang mulai berdansa. Annie telah minum beberapa gelas tadi dan sekarang tubuhnya merasa sangat hangat dan mellow kala dia berdansa dengan suaminya. Lagu yang diputar adalah up tempo dan dia mulai menggoyangkan pinggulnya dan manari dengan sangat menggoda, tubuhnya meliuk naik turun bergesekan dengan tubuh Frank.

Hingga tibalah saat dinner dan semua orang kembali ke mejanya masing-masing. Acara dinner tersebut berlangsung kurang lebih sekitar 1 jam dan selama rentang waktu tersebut Annie sudah pergi ke bar lebih dari 3 kali dan saat nampan-nampan tiba gilirannya dibersihkan, kondisinya sudah lebih dari agak mabuk. Beberapa teman suaminya menghampiri mereka dan saat mereka saling asik bercerita tentang masa kuliahnya, Annie mendapati dirinya berada diluar percakapan. Suara musik berkumandang kembali dan Annie mencoba mengajak suaminya untuk berdansa lagi.

Setelah beberapa lagu berganti dan suaminya hanya mau menemaninya dansa sebentar saja, Annie mulai merasa sangat bosan, seorang pria muda mendekatinya dan menyapa "Boleh mengajak anda dansa Nyonya?"
Annie menatapnya dan menjawab "Kamu adik si pengantin pria. Billy?"
Dia tersenyum dan menjawab "Bukan, Bobby. Tapi anda hampir benar."
"Sorry Bobby, tapi aku dengan suamiku," jawabnya ramah.

Bobby menoleh ke arah suami Annie dan melihat kalau sang suami nampak sedang begitu asik dengan obrolan tentang kisah yang mungkin sudah terjadi 20 tahun lalu.

"Wow anda akan sangat membuatku kecewa dipesta pernikahan kakakku. Itu akan membuatku sedih," jawabnya seraya menyuguhkan mimik muka menghiba.
Annie menatap pria muda ini dan dengan cepat menjawab "Oh aku tak bermaksud begitu Bobby. I'm sorry, aku hanya bermaksud kalau aku sudah menikah. That's all."
Bobby membalas tatapan mata Annie dan tersenyum manis dan untuk beberap kejap Annie merasa tenggelam dalam tatapan matanya itu. Dalam hatinya berkata pria ini begitu muda.
"Aku cuma bercanda, tapi bolehkah aku berdansa dengan nyonya sekali saja? Nyonya boleh meminta ijin pada suami dan kalau dia tidak mengijinkan, lupakan saja."
Annie tertawa dan menjawab "Baiklah anak muda, tunggu disini."

Saat Annie meminta ijin pada suaminya, responnya hanya "Tentu saja boleh sayang, bersenang-senanglah."

Lalu keduanya berjalan ke lantai dansa dan setelah lagu pertama berlalu, lagu kedua berganti dengan irama yang slow.

Saat mereka berdansa Annie melempar pertanyaan pada Bobby "So Bobby, ceritakan padaku tentang dirimu dan jangan panggil aku nyonya atau ber-anda – saya denganku, itu membuatku merasa sangat tua. Panggil aku Annie saja."
Bobby membimbing Annie di atas lantai dansa dan menjawab "Ok Annie, umurku 18 tahun, disekolah aku ikut team basket, sepak bola dan sesekali ikut renang juga."

Hal terakhir tersebut menarik perhatian Annie dan dia menanyakan dalam gaya apa Bobby berenang seraya mereka terus berdansa.

"Oh 50, 100, and 400 freestyle and the 100 butterfly," jawab Bobby.
Mata Annie membesar dan dia mulai penasaran "Aku berenang di 400 freestyle dan 100 butterfly saat kuliah dulu. Record waktumu berapa?"
"Oh mungkin tak sebagus waktumu. Aku tak begitu bagus," jawabnya.
"Oh well kamu masih SMU. Kamu masih punya kesempatan untuk bertambah kuat dan memperbaiki waktumu," jawab Annie seraya meremas bahu Bobby dan dia sadari kalau bahu pria muda ini lumayan kekar.

Alunan lagunya usai dan berganti dengan lagu berirama cepat, Annie melangkah kembali ke mejanya, tapi Bobby berkata "Kamu sudah kecapaian, aku pikir kamu tadi bilang kalau kamu seorang perenang?"

Mendengar itu Annie berbalik arah dan mulai berdansa kembali dengan Bobby dan mulai berdansa dengan gerakan yang lebih dan lebih menggoda. Seorang pramusaji mendekat dengan membawa minuman dan Bobby mengambilkan minuman untuk Annie yang terus bergerak mengikuti irama lagu.

Dengan cepat Annie meneguk minuman yang disodorkan Bobby dan berkata "Ayo Bobby coba kalahkan aku."
Bobby meneguk minumannya dan mengambil dua gelas lagi untuk mereka dan keduanya menenggaknya dengan cepat pula.
"Hey kamu belum cukup umur," kata Annie saat mereka kembali berdansa. Lalu dia mendekatkan tubuhnya kea rah Bobby dan berbisik ditelinganya "Jangan takut Bobby. Aku tak akan bilang-bilang," bisik Annie sambil menggodanya dengan memberikan sebuah remasan ringan pada pantat Bobby.

pen|s Bobby terlonjak tiba-tiba saat Annie melakukan hal tersebut dan semakin bertambah membesar saat dia melihat buah dada Annie terayun mengikuti lenggokan tubuhnya yang meliuk dengan sangat menggoda diatas lantai dansa. Gaunnya kini benar benar basah oleh peluhnya saat dia terus meliukkan tubuhnya dan mulai memegangi buah dadanya lalu menggesekkannya ke tubuh Bobby. Setelah lagu usai Annie merasa kelelahan lalu dia melangkah kembali ke mejanya, namun suaminya masih tersangkut dalam percakapan dengan para sahabatnya. Annie merasa sangat sangat bosan dan saat satu lagu baru berkumandang kembali dan Bobby mengajaknya untuk kembali berdansa dengannya, dia menerimanya.

Kali ini lagunya berirama slow dan kala mereka mulai berdansa Annie merebahkan kepalanya didada Bobby dan begitu Bobby menghirup parfum yang dikenakanAnnie serta sentuhan tubuhnya, batang penisnya kembali mulai membesar. Annie menyandarkan tubuhnya pada Bobby dan dia hirup aroma lelaki dari aftershave-nya, merasakan kekarnya lengan Bobby yang memeluk tubuhnya, dan dia mulai merasa bergairah. Sebuah lagu slow baru mengalun dan keduanya tetap berpelukan. Batang penisnya semakin bertambah membesar dan mulai menusuk tubuh Annie. Annie meresponnya dengan sebuah desahan pelan dan mulai menggesekkan rubuhnya ke tubuh Bobby, sambil tanganny mengelus punggung pria muda ini dengan lembut. Saat batang penisnya terus membesar, tangan Bobby bergerak turun ke pantat Annie dan mulai memberikan remasan pada daging kencang milik Annie tersebut.

Bobby mulai kehilangan kontrol sekarang. Batang penisnya terasa begitu tegang hingga dia merasakan seakan hendak menyembul keluar merobek celananya kala Annie terus menggesekkan tubuh bawahnya pada tubuhnya.

Akhirnya lagu tersebut usai dan Annie berkata "I'm sorry aku harus pergi, but thanks for the dance." Dia berjalan menuju mejanya kembali dan berkata pada suaminya kalau dia harus pergi ke kamar kecil, tapi dia tak tahu dimana tempatnya.

"Akan kutunjukkan padamu," kata Bobby.
"Oh baguslah, thanks kid," jawab suaminya saat keduanya berlalu bersama.

Antrian didepan kamar kecil wanita sangat panjang, lalu setelah memastikan kalau tak ada yang berada di dalam dan berjanji untuk menjaga situasi, Bobby mengajak Annie masuk ke dalam kamar kecil pria. Kamar kecil tersebut berukuran lumayan luas dan terlihat bersih dengan meja washtafel berukuran besar dengan cermin besar di atasnya, beberapa tempat kencing berdiri dan beberap bilik dengan pintu penuh di salah satu bagian dindingnya.

Annie bergegas memasuki salah satu bilik dan Bobby memakai tempat kencing yang berdiri. Setelah selesai melepas hajatnya Annie lalu keluar dari dalam bilik dan membasuh tangannya pada washtafel, dia melirik ke arah cermin dihadapannya untuk melihat bayangan Bobby yang terpantul didalamnya. Hanya punggung Bobby yang nampak di cermin namun benak Annie membayangkan seperti apakah bentuk dari batang pen|s milik pria muda ini, dan kenyataan saat ini bahwa dia berada dalam ruang ini hanya berdua dengan Bobby dan dia berada tak jauh darinya menjadikan thong yang dipakaianya yang telah agak basah itu semakin bertambah basah saja. Bobby membalikkan tubuhnya dan kemudian melangkah mendekati Annie untuk membasuh tangannya juga.

Annie melirik ke arah Bobby dan berkata "Bobby aku minta maaf soal kejadian dilantai dansa tadi. Aku sudah agak kelewatan."
Bobby menatap Annie dan tersenyum "Hey it's ok, tapi kita masih bisa mendengar suara musiknya dari sini, jadi bisakah kita menyelesaikan dansa tadi?"
Annie tertawa dan menjawab "Tentu saja."

Lalu keduanya kembali berdansa diiringi alunan musik yang terdengar, pelukan Annie kali ini begitu erat hingga Bobby bisa merasakan putting Annie yang mengeras dibalik pakaiannya. Hal ini ber-efek pada batang pen|s Bobby yang segera mengembang besar, namun kali ini sensasi yang dia rasakan berbeda dengan yang tadi. Annie bisa merasakannya mendesak pada tubuhnya dan kembali dia mulai mendesah pelan dan menggesekkan tubuh bagian bawahnya ke tubuh Bobby seperti sebelumnya, namun dia rasakan desakan batang pen|s Bobby kali ini lebih intens. Terasa lebih focus pada satu area dan semakin dia gesekkan tubuh bawahnya maka tersa semakin menjadi keraslah itu terasa. Annie melirik ke bawah dan dia menjadi terkejut dengan pemandangan batang pen|s Bobby yang menyeruak keluar dari resleitingnya yang terbuka.

"Masukkan lagi Bobby," kata Annie dengan tegas, namun Bobby tak bergeming hingga Annie kembali mengulang perintahnya namun tetap saja pria muda ini tak mengacuhkannya.

Mau tak mau Annie melayangkan pandangannya ke bawah dan memandang dengan takjub menyadari pria muda berumur 18 tahun ini memiliki batang pen|s yang sedemikan besar . Yang membuatnya tercekat adalah kenyataan bahwa meskipun batang pen|s ini terlihat belum ereksi sepenuhnya namun masih tetap terlihat lebih besar dibandingkan dengan milik suaminya saat ereksi penuh. Suamiku!!!!!

Saat hal itu melintasi benaknya Annie segera berkata "Bobby hentikan ini sekarang. Masukkan punyamu ke dalam celana."

Kembali Bobby tak menjawab ataupun memberi respon. Dia hanya memandang Annie dengan tajam. Merasa frustrasi dan mencoba untuk mengontrol gairahnya sendiri, akhirnya Annie memegang batang penisnya dan mencoba untuk memaksanya masuk kedalam celananya lagi. Erangan Bobby langsung terdengar saat Annie mencoba meskipun sia-sia memasukkan batang pen|s Bobby kembali ke dalam celananya, dan pinggang Bobby bergerak kegelian saat Annie terus mencoba usahanya.

Annie merasa kagum selama usahanya untuk memasukkan batang pen|s Bobby kedalam celanana, batang tersebut terasa semakin bertambah membesar. Api diselangkangannya mulai berkobar saat dia sadari kalau dia ingin melihat seberapa besar lagi batang pen|s ini bisa berkembang. Akhirnya Annie hentikan usahanya untuk memasukkan batang tersebut dan gerakannya beralir sebuah kocokan pelan mengimbangi gerakan pinggang Bobby.

Cengkeraman tangan Annie sekarang berubah kencang dan kocokannya semakin cepat saat Bobby yang kini menyandarkan tubuhnya ke meja washtafel dan mulutnya semakin meracau "Oh G*d... Oh baby... Oh G*d Annie... yes!"

Annie semakin bertambah takjub mendapati betapa besarnya batang pen|s pria muda ini sekarang dan kocokannya semakin bertambah cepat dan cepat. Jauh lebih besar dari milik Frank, pikir Annie. Dahulu dia pernah mempunyai beberapa kekasih sebelum suaminya namun kesemua mereka tak memiliki batang sebesar yang dimiliki pria muda ini.

Tiba-tiba punggung Bobby meregang ke belakang "Oh G*d Annie... Oh YeSSSSSSSS," dia ejakulasi dengan semburan sperma yang terlontar keras berulang-ulang ke udara dan jatuh ke atas lantai.

Annie hanya mampu memandanginya dan merasa belum pernah melihat seorang pria yang berejakulasi sebanyak dan sedahsyat ini sebelumnya dan dia beri sebuah remasan sekali lagi untuk memastikan bahwa tak ada lagi yang tersisa. Bobby kemudian merengkuh tubuh Annie dan menciumi belahan dadanya, menjilati setiap tetes keringat yang berbaur dengan wangi parfumnya. Dia cengkeram bagian atas gaun yang dikenakan Annie dan menyentakkannya turun hingga sebatas pinggang, membuat buah dada terbungkus bra hitam milik Annie kini terekspos dihadapannya. Bobby meraba-raba dengan gusar kaitan bra dipunggung Annie hingga Annie menghentikan perbuatannya dan melepaskan sendiri kaitan bra yang dipakainya dari depan. Buah dada kencang nan kenyal tersebut segera melompat keluar begitu penutupnya terlepas dan Bobby langsung memasukkan salah satu putingnya yang sudah sedemikin mencuat keras ke dalam mulutnya lalu tangannya segera memberikan remasan pada buah dada yang satunya lagi.

"Oh Bobby... kamu sangat nakal anak muda… oh Bobby yeah baby... ya… disitu oh... pintar anak manis," Annie mengerang dan memjamkan matanya rapat sedangkan punggungnya meregang kencang ke belakang membuat buah dadanya semakin mencuat untuk dinikmati Bobby.

Bobby terus menghisap, melumat dan terkadang menggigit pelan putting Annie yang membuat isteri Frank ini menggelinjang tak karuan. Gemuruh ombak kenikmatan meletus dalam tubuh Annie dan dia memeluk tubuh Bobby dengan kencang dan menariknya semakin merapat ke tubuhnya. Hingga setelah ledakan kenikmatan tersebut mereda, Annie melepaskan tubuh Bobby dan bersandar tubuhnya pada meja washtafel, matanya nampak berbinar dengan gairah dan buah dadanya terlihat basah oleh keringatnya yang bercampur dengan air liur Bobby, bergerak naik turun seirama deru nafasnya yang memburu.

Kemudian Bobby mendudukkannya ke atas meja washtafel tersebut, tangannya bergerak keatas paha Annie dan menarik turun thong yang menutupi selangkangan Annie. Annie hanya memandangi apa yang dilakukan pria muda dihadapannya tersebut dan sedikit mengangkat pantatnya untuk mempermudah usaha Bobby. Mata Annie terus memperhatikan apa yang dilakukan Bobby selanjutnya, dia genggam thong tersebut dan mulai mendekatkannya pada wajahnya lalu mulai menjilatinya dihadapan Annie. Lalu Bobby berlutut didepan selangkangan Annie dan membenamkan wajahnya ke vag|na isteri Frank ini.

"OH YESSSS…" Annie memekik nikmat kala Bobby mulai menggerakkan lidahnya keluar masuk dengan cepat, dia julurkan lidahnya sepanjang yang dia mampu tak menyisakan satupun area untuk dia eksploitasi, semakin dalam dan bertambah dalam dia membelah ke dalam vag|na Annie.

"Oh Bobby... baby... terus Bobby… auww," dia memekik pelan, mendesis tak terkontrol kala Bobby melanjutkan serangannya. Kini dia bergerak ke atas untuk mencari kelentitnya dan begitu dia temukan langsung dia hisap dengan lembut pada awalnya namun segera berubah keras dan kasar.

"Aaarghh… Bobby... oh Bobby... oh jangan berhenti... lebih cepat... lebih cepat... Oh BOBBBBBBBBBY," teriakan Annie terlepas kala dia mencapai orgasme keduanya hari ini. Bobby menjilat habis seluruh cairan yang dikeluarkan Annie lalu dia bangkit dan menatap lekat ekspresi wajah Annie seusai mendapatkan kepuasannya.

Saat dunia terasa kembali kehadapan mereka berdua, tiba-tiba saja telinga mereka menangkap suara dan langkah kaki yang melangkah mendekat diantara suara musik yang terdengar. Keduanya tercekat dan mulai panik. Dengan tergesa keduanya menata diri dan bergegas masuk ke dalam salah satu bilik terdekat. Berbarengan dengan Bobby menutup pintu bilik dibelakangnya, pintu kamar kecil tersebut terbuka dan kakak Bobby bersama seorang temannya masuk. Kedua lelaki tersebut melangkah menuju washtafel, mencuci tangannya lalu membasuh muka dan terus asik mengobrol tak menyadari kehadiran dua orang lainnya di dalam salah satu bilik tersebut.

Bobby diam tak bergerak dengan celana yang melorot hingga lutut membuat batang penisnya yang mendongak dengan ereksi penuh nampak terayun seiring degup jantungnya yang berdetak kencang. Annie duduk di atas closet, suasana tegang tersebut tak menghalangi pemandangan batang pen|s Bobby yang tepat dihadapan matanya, seakan mengejek dan terus menggoda. Dia ambil thong-nya yang masih dalam genggaman tangan Bobby, lalu menaruhnya diselangkangannya dan menekannya rapat-rapat pada vaginanya untuk memastikan lebih banyak lagi cairan birahinya terserap dikaian thong tersebut.

Lalu dia menarik thong yang semakin bertambah basah tersebut dan memberi isyarat pada Bobby untuk duduk di atas closet duduk tersebut dan dia berbisik pelan ditelinga Bobby "Kita harus sangat tak bersuara. Aku ingin menghisap penismu Bobby. Buka mulutmu."
Bobby melakukan apa yang diperintahkan Annie dan kemudian Annie menyumpalkan thong basah tersebut ke mulut bobby, menarik pantat Bobby untuk semakin mendekatinya dan segera melahap batang pen|s Bobby yang terus menggoda birahinya tersebut.

Suara erangan Bobby tertahan oleh sumpalan thong milik Annie dimulutnya saat Annie mulai menggerakkan mulutnya maju mundur menghisap batang penisnya dengan cepat. Sedangkan kakak Bobby dan temannya tetap asik mengobrol sambil merapikan diri dihadapan cermin diluar bilik tempat Annie mengulum batang pen|s adiknya dengan rakus.

Tiba-tiba Annie menghentikan gerakannya dan menarik kepala Bobby turun mendekat dan berkata "Keluarkan dalam mulutku… biarkan aku merasakan spermamu Bobby," lalu kembali memasukkan batang pen|s Bobby ke dalam mulutnya, menekannya sejauh mungkin hingga sedalam tenggorokannya mampu mengakomodirnya.

Annie mulai memberikan deep throat pada Bobby dan mendengar suara erangan Bobby yang tertahan sumpalan thong dimulutnya, serta kehadiran kakak Bobby tepat diluar bilik tempat mereka berada begitu membuatnya merasa takut terpergok namun juga semakin membakar birahinya. Hingga akhirnya Bobby mencengkeram kepala Annie dan menekannya ke selangkangannya seerat mungkin kala semburan demi semburan spermanya tumpah ke dalam tenggorokan isteri Frank tersebut.

Setelah merasa tak ada lagi sperma Bobby yang bisa direguknya, Annie menarik kepalanya ke belakang dan bangkit, dia berbalik dan mendekat kepintu bilik untuk mendengarkan apakah kakak Bobby masih berada di sana atau tidak. Kak Bobby dan temannya telah keluar tepat sesaat sebelum Bobby menumpahkan seramnya dalam mulut Annie tadi yang tentu saja tak terdengar oleh keduanya yang sedang asik berada di dunia lain.

Kala tubuh Annie berbalik untuk mendekati pintu bilik, pantatnya yang tersuguh dihadapan wajah Bobby tak ayal membuat batang pen|s Bobby langsung mengeras kembali. Dia raih tubuh Annie dan menariknya ke atas pangkuannya. Tangannya segera bergerak menelusup ke bagian depan untuk mencengkeram kekenyalan buah dada dari isteri Frank, dan jemarinya langsung memilin putting kerasnya.

Annie tersenyum mendapati tingkah laku Bobby tersebut dan senyumnya semakin bertambah lebar sewaktu merasakan kerasnya batang pen|s Bobby yang menusuk pantatnya. Ah, stamina anak muda… pikirnya. Dia merespon dengan merebahkan tubuhnya ke belakang bersandar pada Bobby dan berbisik manja "Aku ingin kamu masukkan penismu ke dalam vaginaku sekarang Bobby. Tunjukkan padaku seberapa hebatnya staminamu anak muda."

Annie mengangkat pantatnya sedikit untuk mengatur posisinya, dia raih batang pen|s bobby dan menempatkannya tepat didepan pintu masuk vaginanya. Lalu dia turunkan tubuhnya dengan sangat pelan, menikmati setiap bagian dari batang pen|s bobby yang membelah vaginanya. Dia resapi setiap sensasi yang diberikan oleh Bobby yang membelah dan menyeruak dibagian yang belum pernah dijamah oleh suaminya maupun semua kekasihnya sebelumnya. Bobby membungkuk kedepan untuk memeluk Annie dan membelai buah dadanya. Annie melempar tubuhnya sepenuhnya ke pelukan Bobby dan kakinya terjulur ke atas bertumpu pada pintu bilik tersebut, lalu mulai mengangkat pantatnya kemudian menurunkannya lagi menyambut gerakan menusuk Bobby dari bawah.

"Ssshh… ahhh... oh baby... yeah... oh Bobby ... kamu begitu besar... oh fuck me Bobby," racaunya saat Bobby menguburkan dirinya ke dalam tubuh Annie.

Kemudian, tiba-tiba saja terdengar pintu kamar kecil tersebut dibuka lagi dan disusul oleh masuknya suara langkah kaki diiringi oleh suara dua orang pria. Kali ini suara dari salah satu pria tersebut terdengar sangat familiar di telinga Annie.

"Ya dia pergi ke kamar kecil sudah lama tadi, tapi kamu lihat kan panjangnya antriannya tadi. Dia mungkin masih berada didalam menunggu," Frank tertawa pada sahabatnya.

Annie tercekat, tubuhnya menegang! Itu suaminya!!! Dia ada diluar bilik, di dalam kamar kecil ini, tak jauh darinya. Dia harus menarik kakinya dan berhenti menekan pintu bilik ini, tapi reaksi tubuhnya yang tegang tersebut membuat otot vaginanya mencengkeram batang pen|s Bobby dengan demikian erat membuat Bobby menggelinjang dibawahnya. Tangan Bobby langsung begerak mengarah ke depan mencari kelentit Annie dan langsung memainkannya. Hampir saja Annie menjerit karena perbuatan Bobby ini, dengan cepat dia meraih ke belakang dan menarik thong-nya yang menyumpal mulut Bobby dan menyumpalkannya ke mulutnya sendiri.

Suara erangannya tertahan oleh sumpalan thong di mulutnya begitu Bobby tak hentinya mempermainkan kelentitnya dan disaat yang bersamaan seluruh batang penisnya terbenam seluruhnya dalam cengkeraman vaginanya. Dan suaminya saat ini berada tak lebih dari beberapa meter jauhnya. Bobby tetap memainkan jemarinya dikelentit Annie dan mulai mengatur kocokannya dalam irama yang pelan. Dengan bantuan Annie yang pinggangnya dicengkeram erat oleh kedua tangannya, Bobby mulai menusukkan batang penisnya sedalam yang dia mampu lalu menariknya hingga hanya tinggal kepalanya saja yang terbenam didalam vag|na Annie hingga dia tusukkan kembali lagi. Gelora demi gelora kenikmatan mulai terbentuk didalam perut Annie yang dengan beusaha sebisanya untuk tak mengeluarkan suara dengan menutup mulut yang sudahtersumpal thong-nya sendiri dengan tangannya. Perlahan dia hampir mencapi batas pertahanannya hingga akhirnya telinganya menangkap suara pintu kamar kecil tersebut tertutup dibalik bilik tempatnya berada ini...

Dia renggut lepas thong yang menyumpal mulutnya dan seiring hentakannya kebawah untuk kali terakhir, dia raih batasnya seiring jeritan mulutnya"Aaaaarrrgggghhhh… oh Bobby... Bobby... sssshhhh," diraihnya moment pelepasan terindah dalam hidupnya yang membuat sekujur sendi ditibuhnya tergetar dan air mata keluar dari sudut matanya.

Tak lama berselang kemudian Bobby menggeram melepaskan gempuran orgasmenya sendiri yang menggempur batas kesadarannya " Arrrrggggghhh… Annie…," semburan disusul semburan berikutnya dia tuangkan ke dalam rahim isteri Frank di atas pangkuannya ini.

Tubuh Annie terhempas ke belakang di atas pangkuan Bobby yang juga merasa seluruh tulangnya seakan dilolosi dari tubuhnya. Annie menoleh ke belakang dan memberi sebuah ciuman yang dalam pada Bobby dan jemarinya bergerak menyusuri rambut pria muda ini.

Setelah sekitar 10 menit berlalu, Annie bangkit membuat sebuah suar ‘plop’ sewaktu menarik keluar batang pen|s Bobby dari vaginanya. Keduanya kemudian keluar dari dalam bilik tersebut dan merapikan diri di depan kaca di atas meja washtafel yang baru beberapa saat lalu juga digunakan oleh kakak Bobby dan Frank beserta temannya untuk merapikan diri. Setelah merasa semua jejak terhapus keduanya dengan berhati-hati menyelinap keluar bergantian dari dalam kamar kecil pria tersebut. Hanya aroma seks yang masih tertinggal di dalam sana...

"Hey dari mana saja kamu " Tanya Frank pada isterinya begitu dia melihat Annie berjalan mendekat mejanya.
"Oh well, antrian di kamar kecil wanita terlalu panjang lalu Bobby mengajakku kamar kecil lainnya yang terletak dibagian," jawab Annie berusaha untuk terdengar senatural dan semeyakinkan mungkin.
"Ok well kita harus segera pulang sayang. Dan Bobby, terima kasih sudah menemani dan mengurus isteriku," kata Frank sambil menjabat tangan Bobby.
"Sama-sama Frank, tak usah sungkan," jawab Bobby sambil melirik ke arah Annie yang mengedip kepadanya…

Ronnie dan Julia - 1










Edan! Teriakku seketika. Julia, pacarku minta three-some.Tenang, kamu kenal juga kok cewek ini. Lenny menenangkanku.Gila kamu! kamu panas atau apa?Mas Ronnie, ayo donk. aku janji kalau kamu ngeliat dia bakal tegang deh! kalau nggak, aku turutin apa saja kamu mao deh.Emangnya sapa cewek itu? Kapan maunya? Tanyaku mulai antusias. Aku harap cewek itu si Amy, cewekku punya cousin kalau bukan dia, si Monica, cousin Julia dari keluarga lainnya.Ntar kamu tahu saja deh. Besok aku bakal ke rumah kamu agak telat and bawa cewe ini deh.

Aku masih ingat waktu baru jadian sama dia. Malam itu juga, aku hilangkan dia punya keperawanan. Sejak itu pula, dia mulai gila seks. Pertamanya sih dia berontak and bilang nggak mau. Tapi habis merasakan penisku masuk vaginanya, langsung tiap kali ketemu minta penisku. Soal mengulum pun begitu, dia mulanya nggak mau juga tapi akhirnya ketagihan juga dia sama rasa spermaku. Kadang-kadang kalau aku nyetir keluar kota di Indonesia barengan sama dia, aku harus berhenti di pinggir jalan beberapa kali. Haus katanya. Minta spermaku terus tuh anak.

Malam itu aku nggak bisa tidur memikirkan posisi-posisi dan kemungkinan yang ada untuk pesta besok. Akhirnya, aku kalah juga dengan nature dan tidur nyenyak malam itu. Pagi-pagi aku bangun dan masih ingat mimpiku. Aku mimpi main bertiga, aku, Amy dan Julia. Aku siap-siap ke sekolah dan berangkat naik bus. Aku murid di satu sekolah pria di Singapore dan karena adanya krisis moneter, aku dilarang naik Taxi ke sekolah. aku tinggal sendirian dan temanku banyak yang sering ke rumahku untuk nonton BF atau bersenggama sama pacarnya. Sampai di skolah aku melamuni saja apa yang bakal terjadi nanti malam.

Ting tong, belku berbunyi. Dalam hati aku tahu itu Julia. Makan malam yang baru kubuat langsung kusimpan and aku open the door. Benar juga dugaanku, itu si Julia.Kok sendirian Jul, mana teman kamu? aku tanya.Wah, Mas Ronnie sudah ngebet yah? Tenang Mas, dia setengah jam lagi dateng, dia bakal bawa teman loh, Dia tersenyum nakal. Siapa lagi yang bakal ikutan. kalau yang ikutan cowok, malas ah pikirku.Cowok atau cewek sih yang bakal sama dia?Rahasia dong! Ntar kamu tahu sendiri deh. Eh mana dinnernya? aku keluarin dinnernya dan kami makan malam. Pas, aku habis cuci-cuci bel pintu bunyi lagi. aku bukakan pintu.

Gila! pikirku. Semua yang bakal kusetubuhi ini malam cewek-cewek impianku deh. Di depan pintu ternyata Amy dan Monica. Body Amy yang aduhai bikin aku ngiler, tapi muka cewekku si Julia memang paling cakep dari mereka bertiga, sementara si Monica ini kaya dua orang punya kelebihan digabung saja. Aku nggak bisa ngomong apa-apa. Aku cuma tercengang bengong melihati mereka berdua. Julia muncul dari belakang dan mempersilakan mereka masuk. Sambil menutup pintu, Julia mengelus penisku yang mulai keras. As I told you Ron, youll be fucked happy tonight. Katanya setengah berbisik.

Gimana mau tahan? Mereka berdua pakai baju ketat banget, apa lagi si Amy, gila dia punya breast, gede banget, si Monica pun juga gede tapi masih kalah sama 36D-nya Amy. Cewekku punya sih biasa saja, 33C. Si Monica pasti at least 35C. Tanganku mulai gatal, jadi aku permisi mau ke WC dengan alasan mau buang air besar. Sampai di WC, penisku langsung kukeluarkan dan aku langsung saja mengocok. Sambil mengocok kututup mata membayangkan bersetubuh sama tiga cewek ini. Tiba-tiba saja, pintu WC-ku kebuka. Tiga cewek keren itu memperhatikan penisku menyemprot sperma ke lantai WC. Aku shock dan malu. Langsung saja aku buru-buru sembunyikan penisku ke dalam celana dalamku. Rupanya si Julia mengambil kunci serep WC dan membuka pintu WC ini.

Eh kita lagi nikmat-nikmat nonton kok di sembunyiin sih? Tanya Amy dengan nada seksi.Iya tuh. sambung Julia dan Monica bersamaan. Aku cuma bisa diam saja. Amy masuk ke dalam diikuti sama Julia dan Monica. Aku berdiri, belum sempat pakai jeans-ku, dan mau balik ke kamar, di-stop oleh Amy. Tangannya masuk ke dalam celanaku dan mulai mengelus-ngelus penisku. Penisku langsung saja bangun dan siap kerja. Mereka bertiga kelihatannya lumayan terkesan dengan penisku. Sambil mengelus-ngelus pelan, Amy terkadang meremas dengan lembut. Enak banget rasanya. Tiba-tiba saja, si Amy merik penisaku dengan tujuan agar aku ikuti dia keluar. Genggamanya yang kuat dan tarikannya yang tiba-tiba, membuatku merasa sedikit tidak enak.

Sampai di kamar, dia langsung mendorongku ke ranjang. Si Amy sendiri mulai melepas bajunya dan rok mininya. Ternyata dia nggak pakai BH atau celana dalam. Gila, dia punya buah dada dan perut kencang sekali. Bulunya pun dicukur habis, seperti anak kecil. Dia langsung tarik turun celana dalamku dan mulai memberiku kuluman. Mulutnya bergerak naik turun, dan badannya berada di atasku. Vaginanya ditaruh di depan mukaku seolah-olah minta dijilat. Aku menoleh dan memandang ke arah Julia. Julia ternyata sudah lagi 69 dengan Monica. Julia melirik ke arahku seolah mengerti kalau aku minta persetujuan dia untuk menjilati dan menggitui si Amy. Dia nggak tanya atau apa-apa, cuma mengangguk dan meneruskan pekerjaanya. Aku buka kaosku dan langsung menjilati si Amy. Pertama mulai dari vaginanya, tapi dalam satu gerakan, aku sekaligus sentuh dia punya clitoris. Dia sudah basah banget.

Amy langsung saja mendesah, Ohh Ron, lick me there, suck my cunt! Lick my Clit! Make me cum! tanganku yang dari tadi diam mulai main dengan pentilnya. Efeknya nggak perlu menunggu lama-lama. Sebuah aliran deras membasahi mukaku dan untuk sementara gerakan mulut Amy berhenti. Rupanya Amy sudah klimaks. Amy kemudian melanjutkan blow job-nya, tapi aku suruh dia berhenti. Aku suruh dia tiduran di ranjang sebentar. Aku pergi ke lemari mencari kondomku tapi nggak ketemu. Aku langsung saja berteriak, Eh gimana nih, kondomku sudah habis.

Si Amy cuma ketawa dan bilang, Tenang saja Mas Ronnie kita-kita ini pakai pil kok. Selain itu, kita-kita ini dijamin nggak ada penyakit loh. Aku langsung saja balik ke ranjang dan menciuminya. Dia pun membalas ciumanku dengan ganasnya. Tanpa perlu ku arahkan lagi, homing missile-ku langsung kumasukan ke vaginanya, vaginanya yang basah dengan sedia menerima penisku yang gede itu. Tapi baru masuk sedikit aku mulai merasakan hambatan yang berada di dalam lubang cintanya itu.

Kamu masih perawan toh, kamu yakin kasih aku masuk. Tanya aku. Kalau dia bisa jaga keperawanannya selama ini, aku salut dan menghargai keteguhan imannya.Masukin donk Ron, aku mohon. Yang lain pada kecil jadi aku nggak kasih masuk. Kamu punya gede sih jadi pasti nikmat. Jawabnya dengan suara yang memelas.Siap yah, pertama bakal sakit loh.Iya iya, cepetan donk.

Aku langsung tancapkan masuk aku punya penis. Mukanya menunjukkan rasa sakit. Kubiarkan penisku beristirahat di dalam lubang cinta itu sesaat untuk membiarkan Amy terbiasa dengan penisku dulu. Sementara itu aku mulai menciumi dan memencet serta memainkan payudara si Amy. Si Amy mulai mendesah keenakan. Mukanya yang penuh sakit sudah hilang. Sementara itu erangan Julia dan Monica pun semakin keras dan dalam waktu sekejap erangan berganti dengan teriakan-teriakan Im cumming, Enak Aku climax, dan sebagainya, akhirnya mereka pun diam. Aku pun mulai maju mundurkan pinggulku. Gerakanku itu membuat Amy mendesah Oooh nice wonderful semakin cepat tempoku, semakin keras juga erangannya. Aku menurunkan bagian atas badanku untuk menciumi buah dadanya yang indah. Amy menaruh kedua tangannya di belakang kepalaku. Dalam posisi begitu, kuangkat dia dan seluruh berat badan dia bertumpang di pantatnya yang kupegang. Kudorong badannya ke dinding dan penisku masuk ke vaginannya sambil berdiri. Kakinya memeluk perutku. Dalam posisi ini, gravitasi pun membantu gerakan kami dan penisku serasa masuk semakin dalam. Setelah lima menit berlalu, aku merasakan bakal nggak lama lagi klimaks, aku langsung kasih tahu Amy. Jawabannya cuma, Ron, Fuck harder kerasan donk tancap gas Ron fuck me like a slut Ron. Mendengar kata-kata kotornya, aku semakin bergairah. Gerakanku semakin cepat dan akhirnya aku merasakan otot-otot vaginanya mulai kencang, kupercepat gerakanku dan akhirnya aku merasakan gelombang deras menabrak penisku. Akhirnya aku tidak tahan lagi. Aku mulai menyemprotkan spermaku. Semprot demi semprot masuk ke dalam lubang cinta Amy.

Kami berdua kelelahan dan akhirnya berbaring di ranjang beberapa untuk istirahat. Belum puas beristirahat, Monica datang, rupanya setelah main 69 dengan Julia tadi dia masih belum berpakaian. Melihat badannya yang aduhai dan mukanya yang manis, membuat darahku mendidih penuh nafsu. Dengan sebuah elusan mesra, penisku yang sudah capai akhirnya bangun lagi.

Burung yang hebat! komentar Monica.As I said! balas Julia.

Setelah itu dia langsung memasukkan penisku ke dalam mulutnya, dan seperti vacuum cleaner, penisku disedotnya. Aku cuma bisa mendesah kecil. Kemudian dia langsung bilang, Fuck me in the ass. Aku langsung ke lemari mengambil baby oil, aku olesi baby oil di penisku dan di pantatnya. Pelan-pelan kumasukan penisku ke lubangnya dengan osisi doggy style. Setelah penisku masuk semuanya, aku mulai menyetubuhinya pelan-pelan. Dengan irama yang pelan, buah dadanya yang keren itu bergesekan dengan permukaan mejaku. Setiap kali buah dadanya bergesek dengan meja, otot-otot vaginanya semakin kencang. Aku biarkan begini terus untuk lima menit. Akhirnya dua tanganku memainkan buah dadanya. Ooh ooh yes baby do it yes pinch my nipple oh yes Ron, Im cumming soon. Tangan kiriku mulai main dengan clitorisnya sementara tangan kananku memainkan pentil dan payudaranya, sementara aku fuck dia di pantatnya dengan lebih cepat. Akhirnya dia teriak Yesss! Im Cumming! Setelah itu dia langsung mengemut penisku sekali lagi. Sesekali dia menghisap seperti vacuum cleaner. Amy dan Julia sambil menonton, mereka finger fuck each other.

Melihat pemandangan yang erotik ini aku langsung mulai merasakan tanda-tanda mulai akan klimaks. Kucoba kasih tahu Monica, tapi dia diam saja dan tetap menghisap penisku. Akhirnya semprotan demi semprotan ditelannya dan sampai penisku mulai lemah pun masih dia hisap, seolah-olah seperti cerutu saja di mulutnya. Akhirnya Julia dan Amy pun mencapai klimaks.

Aku benar-benar capai. Sewaktu Julia mendatangiku, aku cuma bisa geleng kepala tanda tak kuat lagi. Tapi Julia tidak putus asa. Dia menciumi aku dan mengikuti jejak Julia, mereka juga mulai menciumiku sambil memainkan penisku. Setelah begitu sampai lima belas menit, mereka akhirnya putus asa juga. Tapi Julia tersenyum nakal. Dia memanggil cousin-cousinnya dan mengajak mereka keluar. Mereka kembali berpakaian. Julia pasti marah deh, pikirku. Kenapa sih penisku nggak bangun-bangun pikirku lagi. Lima menit kemudian, mereka bertiga masuk lagi, kali ini mereka membawa satu CD. Aku mulai bertanya-tanya apa yang mereka mau. Akhirnya setelah menyalakan CD, mereka mulai berdansa, dan akhirnya mereka bertiga give me a strip tease show. Penisku yang sudah loyo bangun lagi seperti Tugu Monas. Walaupun sudah melihatku ready, mereka tidak stop dancing sampai akhirnya mereka telanjang lagi.

Ron, kita bertiga sudah siapin rencana supaya kita berempat bisa fucking in one go. Mau nggak? tanya Julia.Masih tanya lagi. Tentu saja mau dong! jawabku dengan penuh antusias.Mereka semua mulai merunduk dalam posisi doggy style di tanah. Satu di belakang satunya. Akhirnya paling belakang adalah Julia. Aku langsung mengerti maksud mereka. Sewaktu aku fuck Julia, dia langusng lick Amy, dan akhirnya Amy bakal lick Monica.

Aku langsung siap dan langsung saja fuck Julia dari belakang. The chain reaction pun mulai akhirnya kami berempat mengerang keenakan. Aku pun menemukan vagina kesukaanku. Biarpun sudah sering kubobolin, tapi vagina Julia yang satu ini memang benar-benar kencang. Ahh ohh kita berempat terus menerus mengerang. Setelah 7 menit, akhirnya cewek-cewek ini mendapatkan klimaks mereka. Amy dan Monica sudah KO. Aku juga melihat, kalau Julia sudah capai.

Jul, kamu capau ya?Iya nih, tapi kamu belon klimaks, terusin saja.Nggak deh Jul, ntar kamu sakit.Mas Ronnie memang baik deh. Gini saja Mas, aku kasih kamu breast fuck aku aje ok?

Dengan senang hati aku menerimanya. Aku mulai menyiram baby oil ke dada Julia yang sedang rebah di ranjang. Badannya kini mengkilap oleh pantulan cahaya lampu. Aku tekan dua buah payudara tersebut agar mendekat. Akhirnya, di bawah sepasang payudara itu aku masukan penisku. Aku sekarang maju mundur seperti kesetanan, Amy dan Monica pun mendekat. Setiap kali penisku tembus, mereka pasti menjilat kepalanya. Setelah 8 menit, aku tidak tahan lagi, melihat gelagat ini Julia langsung berdiri dan berusaha untuk menghisapnya. Argh teriakku. Semprotan pertama mengenai tenggorokannya dan semprotan kedua mengenai mukanya, semprotan-semprotan berikutnya ditelan habis oleh Julia. Spermaku yang tidak masuk ke mulutnya mulai turun ke payudaranya. Amy dan Monica mulai membersihkannya sementara aku menciumnya dan merasakan rasa spermaku. Akhirnya mereka semua menginap semalam di rumahku. Hari itu Jumat malam. Besoknya adalah hari libur. Apa saja yang terjadi besok pasti keren deh.

Pagi menjelang. Sinar mentari pagi menerangi kamarku yang berantakan karena kejadian semalam. Amy, Monica dan Julia masih tidur nyenyak di ranjangku. Gila! Ternyata kejadian semalam bukan mimpi. Penisku langsung tegak lagi. Enggak mau bangunin mereka, aku bangun dan terus ke dapur untuk membuat makan pagi. Baru masuk dapur dan lagi mencari mie instant, aku merasa ada tangan yang memainkan penisku dan melukku dari belakang.

Aku langsung menoleh. Ternyata si Julia. Aku cium dia di bibir dan kasih tahu dia aku mau masak. Eh, aku sudah laper nih. Katanya dengan senyumnya yang nakal.

Dia mulai menghisap penisku yang dari tadi tegak. Aku langsung mundur beberapa langkah dan duduk di kursi. Sedetik pun tidak dia lepaskan penisku ini. Ohh.. itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Mulutnya yang imut terus naik turun dan dari pipinya bisa kelihatan kalau dia lagi menghisap penisku dengan kerasnya. Lidahnya memainkan penisku. Ooh, betapa enaknya pikirku. Jarang sekali dia sudah aktif pagi begini. Monica dan Amy tiba-tiba muncul di pintu dapur dan langsung senyum.

Bersambung . . . . . .