Minggu, 20 Mei 2012

Vagina ibu hamil



https://fbcdn-sphotos-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/532961_361367887235666_253433371362452_965785_1217288288_n.jpg Tiada lagi keistiwaan jika uang yang kumuliki ini tidak kugunakan
untuk hal-hal yang berfungsi,tapi semua kan belum waktunya,mengingat
istri aja belum punya.Ketir tapi,mendengar cerita teman-teman kadang
bilang bahwa berkeluarga itu bnyak resiko,misalnya ekonomi,atau masalah
hati yang terbagi dan masih banyak problem-problem rumah tangga yang
marak terjadi di dunia ini.Ngiris juga
bila itu menimpa ku kelak.Tapi tak apalah semua itukan sudah ada yang
mengalami,lagi pula aku dah tau letak problem mereka jadi aku harus
hati-hati dan jangan hal yang sama seperti itu menimpa pada
diriku.”akupun beranjak dari kursi yang sejak tadi melamun tanpa henti
bergulat pada mimpi-mimpi yang tak pasti lalu kuhidupkan mobil tancap
aku menyusuri Jalan di kawasan perumahan elit yang mulai sepi karena
kebetulan hujan gerimis.

Ditengah perjalanan aku melihat
perempuan setengah baya berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Aku
merasa kasihan lalu aku menghentikan mobil dan menghampirinya.
Aku bertanya, “Ibu sedang menunggu apa?”

Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku
memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku
sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan
saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda.
“Kalau ke manukan naik angkot apa ya Dik?”
“Wah jam segini sudah habis Bu angkotnya, Gimana kalo saya antar?”
Dia kelihatan gembira. “Apa tidak merepotkan?”
“Kebetulan rumah saya juga satu arah dari sini, mari naik!”


Setelah dia ikut mobilku, Ibu itu bercerita bahwa dia berasal dari Jawa
Tengah, dia sedang mencari suaminya yang kebetulan baru 2 minggu kerja
sebagai sopir bis jurusan Semarang-Surabaya, keperluannya ke sini hendak
mengabarkan kalau anaknya yang pertama yang berumur 15 tahun kecelakaan
dan dirawat di rumah sakit sehingga butuh uang untuk perawatan anaknya.
Kebetulan alamat yang di tulis oleh suaminya tidak ada nomer
teleponnya.

Sesampainya di alamat yang dituju kami berhenti.
Setelah di depan rumah ketika akan mengetuk pintu ternyata pintunya
masih digembok, lalu kami bertanya pada tetangga sebelah yang kebetulan
satu profesi.
“Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO.”
Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali.
“Terus sekarang Ibu mau ke mana?” tanyaku.

“Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua
saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah
nggak cukup untuk pulang.”
“Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh,
capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang
hamil, berapa bulan?”
“Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?”

“Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari
manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?”
“Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini.”
“Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?”
“Panggil saja aku Mbak Tuti, dan sekarang aku 35 tahun.”


Malam itu, dia kusuruh tidur di kamar samping yang biasanya dipakai
untuk kamar tamu yang mau menginap. Rumahku terdiri dari 3 kamar, kamar
depan kupakai sendiri dan isteriku, sedang yang belakang untuk anakku
yang pertama. Malam itu aku tidur nyenyak sekali, kebetulan malam sabtu
dan di kantorku hanya berlaku 5 hari kerja jadi sabtu dan minggu aku
libur. Sebenarnya aku ingin pergi ke Malang tapi karena ada tamu,
kutangguhkan kepergianku minggu depan.

Sekitar jam 8 pagi aku
bangun, kulihat sudah ada kopi yang sudah agak dingin di meja makan
serta beberapa kue di piring. Mungkinkah ibu itu yang menyajikan semua
ini. Lalu setelah kuteguk kopi itu aku bergegas ke kamar mandi untuk
cuci muka dan kencing. Karena agak ngantuk aku kurang mengawasi apa yang
terjadi, saat aku selesai kencing aku tidak sadar kalau di bathup Mbak
Tuti sedang telanjang dan berendam di dalamnya. Matanya melotot melihat
kemaluanku yang menjulur bebas, ketika aku membalik ke samping aku kaget
dan sempat tertegun melihat tubuh telanjang Mbak Tuti, tubuh yang
kuning langsat dan mulus itu terlihat mengkilat karena basah oleh air
dan buah dadanya.. wow besar juga ternyata, 36B. Pasti empunya gila
seks. Lalu mataku berpindah ke sekitar pusarnya, di atas liang
senggamanya tumbuh bulu kemaluannya yang lebat. Tak sadar kemaluanku
tegak berdiri dan aku lupa kalau belum mengancingkan celana, Dan Mbak
Tuti sempat tertegun melihat kejantananku yang lumayan besar, panjangnya
17 cm tapi kemudian.. “Aouuww, Dik itunyaa!” kata Mbak Tuti sambil
menutup buah dadanya dengan tangan serta mengapitkan kakinya. Aku baru
sadar lalu buru-buru keluar.

Di kamar aku masih membayangkan
keindahan tubuh Mbak Tuti. Andai saja aku bisa menikmati tubuh itu.. aku
malah berpikiran ngeres karena memang sudah lama aku tidak mendapat
jatah dari isteriku, ditambah lagi situasi di rumah itu hanya kami
berdua. Lalu timbul niat isengku untuk mengintip lagi ke kamar mandi,
ternyata dia sudah keluar lalu kucari ke kamarnya. Saat di depan pintu
samar-samar aku mendengar ada suara rintihan dari dalam kamar samping,
kebetulan nako jendela kamar itu terbuka lalu kusibakkan tirainya
perlahan-lahan. Sungguh pemandangan yang amat syur. Kulihat Mbak Tuti
sedang masturbasi, kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih
telanjang bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas
liang kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang
senggamanya, sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian.
Sesekali pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti
orang kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.


“Ouuhh.. Hhhmm.. Ssstt..” Aku semakin penasaran ingin melihat dari
dekat, lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku
berjingkat masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang
merangsang birahi itu. Samar-samar kudengar dia mendesis…desis…i.. Sss
Ahh..” Ternyata dia sedang membayangkan sedang bersetubuh , dia sedang
bermasturbasi. kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih telanjang
bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas liang
kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang senggamanya,
sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian. Sesekali
pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti orang
kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.


“Ouuuhh… Hhhmm… Ssstt…” Aku semakin penasaran ingin melihat dari dekat,
lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku berjingkat
masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang merangsang birahi
itu. Samar-samar kudengar dia menyebut namaku, “Ouhhh Aldiii.. Sss
Ahhh..” Ternyata dia sedang membayangkan bersetubuh denganku, kebetulan
sekali rasanya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera menikmati
tubuhnya yang mulus walau perutnya agak membuncit, justru menambah
nafsuku. Lalu pelan-pelan kulepaskan pakaianku satu-persatu hingga aku
telanjang bulat. Batang kemaluanku sudah sangat tegang, kemudian tanpa
suara aku menghampiri Mbak Tuti, kuikuti gerakan tangannya meremasi buah
dadanya. Dia tersentak kaget lalu menarik selimut dan menutupi
tubuhnya.

“Sedang apa Anda di sini!, tolong keluar!” katanya agak gugup.

“Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian,
kenapa tidak kita salurkan bersama,” kataku merajuk sambil terus
berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar.
“Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga,” Dia terus menghiba.

“Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang
terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di
sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan
memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas
dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!”
“Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan,” pintanya terus.


Aku hanya tersenyum, “Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut
namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja.” Dan aku berhasil
menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di
atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani
ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku.
Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar
itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.

“Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan..” rintihnya.

Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya
telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa
sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok-rojok dinding
kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani. “Uhhh…
ssss..” Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai
tersengal-sengal. “Yaahhh… Ohhh… Jangaaann Diik, Jangan lepaskan,
terusss…” Gerakan Mbak Tuti semakin liar, dia mulai membalas ciumanku
bibirku dan bibirnya saling berpagutan. Aku senang, kini dia mulai
menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha
menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan
mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan
sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah
menyusui tiga anaknya. “Yahh… teruuuss, enaakkk…” katanya sambil
menggelinjang.

Kemudian aku bangun, kulebarkan kakinya dan
kutekuk ke atas. Aku semakin bernafsu melihat liang kewanitaannya yang
merah mengkilat. Dengan rakus kujilati bibir kewanitaan Mbak Tuti.
“Aaahh.. Ohhh.. enaakkk Diik.. Yaakh.. teruusss..” Kemudian lidahku
kujulurkan ke dalam dan kutelan habis cairan maninya. Sekitar bulu
kemaluannya juga tak luput dari daerah jamahan lidahku maka kini
kelihatan rapi seperti habis disisir. Klirotisnya tampak merah merekah,
menambah gairahku untuk menggagahinya. “Sudaahhh Dikk.. sekarang..
ayolah sekarang.. masukkan.. aku sudah nggak tahan..” pinta Mbak Tuti.
Tanpa buang waktu lagi kukangkangkan kedua kakinya sehingga liang
kewanitaannya kelihatan terbuka. Kemudian kuarahkan batang kejantananku
ke lubang senggamanya dan agak sempit rupanya atau mungkin karena
diameter kemaluanku yang terlalu lebar.

“Pelan-pelan Dik, punya
kamu besar sekali.. ahhh…” Dia menjerit saat kumasukkan seluruh batang
kemaluanku hingga aku merasakan mentok sampai dasar rahimnya. Lalu
kutarik dan kumasukkan lagi, lama-lama kupompa semakin cepat. “Oughhh..
Ahhh.. Ahhh.. Ahhh..” Mbak Tuti mengerang tak beraturan, tangannya
menarik kain sprei, tampaknya dia menikmati betul permainanku. Bibirnya
tampak meracau dan merintih, aku semakin bernafsu, dimataku dia saat itu
adalah wanita yang haus dan minta dipuaskan, tanpa berpikir aku sedang
meniduri istri orang apalagi dia sedang hamil.

“Ouuhh Diik..
Mbak mau kelu.. aaahhh…” Dia menjerit sambil tangannya mendekap erat
punggungku. Kurasakan, “Seerrr… serrr..” ada cairan hangat yang
membasahi kejantananku yang sedang tertanam di dalam kemaluannya. Dia
mengalami orgasme yang pertama. Aku kemudian menarik lepas batang
kejantananku dari kemaluannya. Aku belum mendapat orgasme. Kemudian aku
memintanya untuk doggy style. Dia kemudian menungging, kakinya
dilebarkan. Perlahan-lahan kumasukkan lagi batang kebanggaanku dan,
“Sleeep..” batang itu mulai masuk hingga seluruhnya amblas lalu kugenjot
maju mundur. Mbak Tuti menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan
batang kejantananku. “Gimaa.. Mbaak, enak kan?” kataku sambil
mempercepat gerakanku. “Yahhh.. ennakk.. Dik punyaa kamu enak banget..
Aahhh.. Aaah.. Uuuhh.. Aaahh.. ehhh..” Dia semakin bergoyang liar
seperti orang kesurupan. Tanganku menggapai buah dadanya yang
menggantung indah dan bergoyang bersamaan dengan perutnya yang
membuncit. Buah dada itu kuremas-remas serta kupilin putingnya. Akhirnya
Aku merasa sampai ke klimaks, dan ternyata dia juga mendapatkan orgasme
lagi. “Creeett.. croottt.. serrr..” spermaku menyemprot di dalam
rahimnya bersamaan dengan maninya yang keluar lagi.

Kemudian
kami ambruk bersamaan di ranjang. Aku berbaring, di sebelah kulihat Mbak
Tuti dengan wajah penuh keringat tersenyum puas kepadaku.
“Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu,” katanya.
“Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi.”


Akhirnya selama 2 hari sabtu dan minggu aku tidak keluar rumah,
menikmati tubuh montok Mbak Tuti yang sedang hamil 4 bulan. Berbagai
gaya kupraktekkan dengannya dan kulakukan di kamar mandi, di dapur dan
di meja makan bahkan sempat di halaman belakang karena rumahku
dikelilingi tembok. Di tanah kubentangkan tikar dan kugumuli dia
sepuasnya. Pada istriku kutelepon kalau aku ada tugas luar kota selama 2
hari, pulangnya hari Senin. Mbak Tuti bilang selama 2 hari itu dia
betul-betul merasakan seks yang sesungguhnya tidak seperti saat dia
bersetubuh dengan suaminya yang asal tubruk lalu KO. Dan Dia berjanji
kalau sedang mengunjungi suaminya, dia akan menyempatkan meneleponku
untuk minta jatah dariku.

Minggu malam kuantarkan dia ke kost
suaminya tapi hanya sampai ujung gang dan tidak lupa kuberi dia uang
sebesar Rp 500.000,- sebagai bantuanku pada anaknya yang sedang di rumah
sakit. Setelah istriku balik ke rumah, dia menghubungiku lewat telepon
di kantor dan ketemu di terminal. Kami melakukan persetubuhan disalah
satu hotel murah di Surabaya atau kadang di Pantai Kenjeran kalau malam
hari. Hingga kehamilannya menginjak usia 7 bulan kami berhenti, hingga
sekarang dia belum memberi kabar, kalau dihitung anaknya sudah lahir dan
berusia 6 bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar