Senin, 30 Juli 2012

cerita hot- Silakan Perkosa Istriku





abg belahan dada montok 11l.jpg


Cerita hot - “MMMMPPFFFF….mmmpffff….” perempuan di atas ranjang itu mendesah tertahan karena mulutnya tersumpal celana dalamnya sendiri


Perempuan
yang semasa gadis kukejar-kejar itu meronta-ronta tak berdaya. Kedua
tangannya terikat terentang ke sebatang besi yang melintang. Kedua
matanya tertutup sehelai kain hitam yang mengikat kepalanya. Dulu, ia
jadi buruan banyak lelaki, termasuk aku. Reni namanya, umur 27 tahun,
lima tahun lebih muda dariku, kulitnya putih mulus, rambut panjang agak
bergelombang dan mata yang bulat indah. Ia seorang wanita yang terkenal
alim sejak dulu, santun dalam tingkah laku, selera berpakaiannya pun
tinggi, ia tidak suka mengumbar kemulusan tubuhnya walau dikaruniai body
yang aduhai dengan payudara yang montok. Dari sekian banyak lelaki,
akhirnya akulah yang beruntung mendapatkannya sebagai istri. Aku tahu,
banyak lelaki lain yang pernah menidurinya dalam mimpi atau
menjadikannya objek masturbasi mereka. Tetapi, aku bukan hanya bermimpi.
Aku bahkan betul-betul menidurinya kapanpun aku mau. Ia juga membantuku
masturbasi saat ia datang bulan. Cintaku padanya belum berubah, yang
berubah hanya caraku memandangnya. Tiba-tiba, entah kapan dan bagaimana
awalnya, aku selalu membayangkan Reni dalam dekapan lelaki lain. Entah
aku sudah gila atau bagaimana, rasanya benar-benar excited membayangkan
payudara dan vaginanya dalam genggaman telapak tangan pria lain,
terutama yang bertampang kasar dan status sosialnya di bawahnya. Reni
istri yang setia, jadi tentu saja, dalam imajinasiku itu, Reni tidak
sedang berselingkuh. Aku mungkin gila membayangkannya menderita lantaran
diperkosa! Dan kini imajinasiku itu menjadi kenyataan. Di depanku,
seorang lelaki tengah memeluknya dari belakang. Sebelah tangan lelaki
itu meremas-remas payudaranya. Sebelah lagi dengan kasar melakukan hal
yang sama pada pangkal pahanya. Tiga lelaki sedang bersiap-siap
memperkosa Reni, seorang istri setia yang alim. Itu semua terjadi di
depan suaminya sendiri dan atas perintahnya. Tentu saja, Reni tak tahu
hal itu terjadi atas rancangan aku, suaminya. Itu sebabnya, kedua
matanya kini terikat. Tiga lelaki itu adalah orang yang kupilih untuk
mewujudkan fantasi gilaku.


Setelah
melalui beberapa pertimbangan dan pembicaraan-pembicaraan santai yang
makin mengarah ke serius, akhirnya kudapatkan juga tiga orang yang
kurasa pas untuk mewujudkan kegilaanku. Orang pertama, Aldo, adalah
office boy di kantor tempatku bekerja. Orangnya masih berumur 23 tahun,
berperawakan kurus tinggi dengan kumis tipis. Dia sering membantuku dan
tugas-tugas yang pernah kupercayakan padanya pun selalu rapi. Pada jam
istirahat atau lembur kami sering ngobrol dan merokok bersama, dan dalam
suatu obrolan lah aku mengungkapkan ide gilaku padanya. Sifatnya agak
pemalu dan pendiam sehingga tidak banyak teman.Menurut pengakuannya, ia
belum pernah berpacaran apalagi main perempuan.


“Ya
boleh juga lah Bos, sapa tau seperti kata Bos, bisa bikin saya lebih
berani ke cewek hehehe” katanya menanggapi permintaanku.


Orang
kedua Bob, seorang temanku di perusahaan tempatku bekerja dulu, seorang
pria berusia 40 tahun lebih. Aku berpikir dia pas untuk tugas gila ini
begitu melihatnya terutama perutnya yang gendut. Aku memang kadang
mengkhayalkan wajah Reni yang lembut dikangkangi seorang lelaki gendut.
Bob mengaku tertarik dengan tawaranku lantaran ia punya seorang
karyawati cantik yang belum berhasil ditaklukannya. Ia memperlihatkan
foto gadis itu kepada kami yang memang harus diakui cantik. Kata Bob, ia
sudah berulangkali mencoba merayu gadis itu untuk melayaninya, tetapi
gadis itu selalu menolaknya.


“Setelah bermain-main dengan Reni, aku ingin kalian membantuku memperkosa si Lia ini” katanya.


Orang
ketiga bernama Jaelani yang direkomendasikan oleh Bob. Ia adalah sopir
perusahaan di tempat kerja Bob, tubuhnya kekar, kulitnya hitam, kumis di
atas bibirnya menambah sangar wajahnya yang memang sudah seram itu.
Melihatnya, aku langsung membayangkan Reni menjerit-jerit lantaran
vaginanya disodok penis pria seperkasa Jaelanni ini.


“Saya
udah lima tahun cerai, selama ini mainnya sama perek kampung aja kalau
lagi sange, kalau ngeliat yang cantik kaya istri Abang ini wah siapa ga
kepengen Bang” sahutnya antusias ketika kuperlihatkan foto Reni di
HP-ku.


“OK deh, minggu depan kita
beraksi. Silakan kalian puaskan diri dengan istriku. Nanti hari H min
satu kita atur lagi lebih dalam rencananya! kataku mengakhiri pertemuan.


***


H – 1


Sehari
sebelum hari yang direncanakan tiba, kami berempat berkumpul lagi di
rumah kontrakan Jaelani untuk membahas apa yang harus dilakukan.
Akhirnya, ide Bob yang kami pakai. Idenya adalah menculik istriku dan
membawanya ke villa Bob yang besar dan terletak di luar kota. Bob
menjamin, teriakan sekeras apapun tak akan terdengar keluar villanya
itu, selain itu suasananya pun jauh dari keramaian kota sehingga aman
untuk melakukannya. Kami semua sepakat dan mulai membagi tugas. Aku tak
sabar menunggu saatnya mendengar jeritan kesakitan Reni diperkosa ketiga
pria ini.


***


Hari H


Hari
yang disepakati pun tiba. Aku tahu, pagi itu Reni akan ke rumah
temannya. Aku tahu kebiasaannya. Setelah aku berangkat kantor, ia akan
mandi. Hari itu ia memakai gaun terusan krem bermotif bunga-bunga.
Sebenarnya aku tidak ke kantor, tetapi ke rumah Bob. Di sana, tiga
temanku sudah siap. Kamipun meluncur ke rumahku dengan mobil van milik
Bob. Sekitar sepuluh menit lagi sampai, kutelepon Reni.


“Sudah mandi, sayang ?” kataku.


“Barusan selesai kok” sahutnya.


“Sekarang lagi apa?”


“Lagi mau pake baju, hi hi…” katanya manja.


“Wah, kamu lagi telanjang ya ?”


“Hi hi… iya,”


“Cepat pake baju, ntar ada yang ngintip lho !” kataku.


“Iya sayang, ini lagi pake BH,” sahutnya lagi.


“Ya udah, aku kerja dulu ya, cup mmuaachh…” kataku menutup telepon.


Tepat
saat itu mobil Bob berhenti di samping rumahku yang tak ada jendelanya.
Jadi, Reni tak akan bisa mengintip siapa yang datang. Bob, Aldo dan
Jaelani turun, langsung ke belakang rumah. Kuberitahu mereka tentang
pintu belakang yang tak terkunci. Aku tak perlu menunggu terlalu lama.
Kulihat Aldo sudah kembali dan mengacungkan jempolnya. Cepat kuparkir
mobil Bob di garasiku sendiri.


“Matanya sudah ditutup Do?” kataku.


“Sudah bos. Mbak Reni sudah diikat dan mulutnya disumpel. Tinggal angkut” katanya.


Memang,
kulihat Bob dan Jaelani sedang menggotong Reni yang tengah
meronta-ronta. Istriku yang malang itu kini terikat tak berdaya. Kedua
tangannya terikat ke belakang. Aku siap di belakang kemudi. Kulirik ke
belakang, tiga lelaki itu memangku Reni yang terbaring di jok tengah.


“Ha ha… step one, success!” kata Bob.


Aku
menelan liurku ketika rok Reni disingkap sampai ke pinggang. Tangan
mereka saling berebut menjamah pahanya yang putih mulus. Bob bahkan
telah menurunkan bagian dada Reni yang agak rendah sehingga sebelah
payudaranya yang masih terbungkus bra hitam menyembul keluar. Lalu, ia
menurunkan cup bra itu. Mata ketiganya seolah mau copot melihat payudara
34B Reni yang bulat montok dengan puting coklat itu. Bob bahkan
langsung melumat bongkahan kenyal itu dengna bernafsu embuat Reni
merintih-rintih. Gilanya, aku malah sangat menikmati pemandangan itu.


“Udah
Bang, sekarang berangkat aja dulu” kata Jaelani sambil jarinya mulai
merambahi selangkangan Reni dan mengelusi vaginanya dari luar celana
dalamnya.


***


Villa Bob


Setelah
empat puluh menit perjalanan tibalah kami di villa Bob yang besar. Kami
mengikat Reni di ranjang dengan tangan terentang ke atas. Si sopir,
Jaelani, tengah memeluknya dari belakang, meremas payudara dan pangkal
pahanya.


“Pak Bob merokok kan? Reni
benci sekali lelaki perokok. Saya pingin ngelihat dia dicium lelaki yang
sedang merokok. Saya juga pengen Pak Bob meniupkan asap rokok ke dalam
memeknya,” bisikku kepada Bob.


Bob
mengangguk sambil menyeringai. Aku lalu mengambil posisi yang tak
terlihat Reni, tapi aku leluasa melihatnya. Kulihat Bob sudah menyulut
rokoknya dan kini berdiri di hadapan Reni. Dilepasnya penutup mata Reni.
Mata sendunya berkerjap-kerjap dan tiba-tiba melotot. Rontaan Reni
makin menjadi ketika Bob menjilati pipinya yang halus. Apalagi, kulihat
tangan Jaelani tengah mengobok-obok vaginanya. Pinggul Reni
menggeliat-geliat menahan nikmat.


“Bang nggak bosen-bosen mainin memek Mbak Reni,” tanya Aldo yang duduk di sebelahku sambil memainkan penisnya.


“Lho, kok kamu di sini. Ayo direkam sana!” kataku menepuk punggungnya.


“Oh iya. Lupa!” kata Aldo sambil cengengesan.


Bob menarik lepas celana dalam Reni yang menyumbat mulutnya.


“Lepaskaaaan…. mau apa kalian… lepaskaaaan!” langsung terdengar jerit histeris Reni yang marah bercampur takut.


“Tenang Mbak Reni, kita cuma mau main-main sebentar kok,” kata Bob sambil menghembuskan asap rokok ke wajah cantiknya.


Kulihat Reni melengos dengan kening berkerut.


“Ya nggak sebentar banget, Mbak. Pokoknya sampe kita semua puas deh!” kata Aldo.


Ia
berjongkok di hadapan Reni. Diarahkannya kamera ke bagian bawah tubuh
Reni, ia mengclose-up jari tengah Ben yang sedang mengobok-obok vagina
istriku.


“Memek Mbak rapet sih. betah nih saya maenan ini seharian,” timpal Jaelani.


“Aaakhhh… binatang…lepaskaaann…nngghhhh!” Reni meronta-ronta dan menangis


Telunjuk
Aldo ikut-ikutan menusuk ke dalam vaginanya. Kulihat Bob menghisap
rokok Jie Sam Soe-nya dalam-dalam. Tangan kirinya meremas-remas payudara
kanan Reni yang telah terbuka


“Lepaskaaaan…
jangaaann….setaan….mmmfff…..mmmmfffff….mmmpppfff… .” jeritan Reni
langsung terbungkam begitu Bob melumat bibirnya dengan buas.


Mata Reni mendelik. Kulihat asap mengepul di antara kedua bibir yang berpagut itu. Al


mengclose-up
ciuman dahsyat itu. Ketika Bob akhirnya melepaskan kuluman bibirnya,
bibir Reni terbuka lebar. Asap tampak mengepul dari situ. Lalu Reni
terbatuk-batuk.


“Ciuman yang hebat, Jeng Reni. Sekarang aku mau mencium memekmu,” kata Bob.


Reni
masih terbatuk-batuk. Wajahnya yang putih mulus jadi tampak makin
pucat. Bob berlutut di hadapan Reni. Jaelani dan Aldo membantunya
membentangkan kedua kaki Reni lebih lebar.


“Wow, memek yang hebat,” kata Bob sambil mendekatkan ujung rokok yang menyala ke rambut kemaluan Reni yang tak berapa lebat.


Sekejap
saja bau rambut terbakar menyebar di ruangan ini. Bob lalu menyelipkan
bagian filter batang rokoknya ke dalam vagina Reni. Istriku masih
terbatuk-batuk sehingga terlihat batang rokok itu kadang seperti
tersedot ke dalam. Tanpa disuruh, Aldo meng-close-upnya dengan handycam.
Bob lalu melepas rokok itu dari jepitan vagina Reni. Dihisapnya
dalam-dalam. Lalu, dikuakkannya vagina Reni lebar-lebar. Mulutnya
langsung merapat ke vagina Reni yang terbuka.


“Uhug…uhug…aaaakkhhh…
aaaaakkhhh….aaaaakkkhhhh…” Reni menjerit-jerit histeris. Bob tentu
sudah mengembuskan asap rokoknya ke dalam vagina istriku.


“Aaakhhhh…
panaaassss….adududuhhhh….” Reni terus menjerit dan meronta-ronta.
Kulihat Bob melepaskan mulutnya dari vagina istriku.


Sementara Aldo mengclose up asap yang mengepul dari vagina Reni. Reni semakin menangis ketakutan.


Bob
bangkit dan menjilati sekujur wajahnya. Lalu dengan gerak tiba-tiba ia
mengoyak bagian dada istriku. Reni memekik ketika Bob merenggut putus
bra-nya yang telah tersingkap. Ia terus menangis saat Bob mulai
menjilati dan mengulum putingnya. Kulihat Jaelani kini berdiri di
belakang istriku. Penisnya yang besar itu telah mengacung dan siap
beraksi. Ia menoleh ke arahku, seolah minta persetujuan. Aku
mengacungkan ibu jari, tanda persetujuan. Tak sabar aku melihat istriku
merintih-rintih dalam persetubuhan dengan lelaki lain. Kuberi kode
kepada Aldo, si office boy, agar mendekat.


“Tolong tutup lagi matanya. Gua pengen ingin dia menelan sperma gua soalnya selama ini dia belum pernah” kataku


Al mengangguk dan segera melakukan perintahku. Setelah yakin Reni tak bisa melihatku, aku pun mendekat.


“Aaakkhhh….aaakkkhhh….. jangaaaannn….!” Reni menjerit lagi, kali ini lantaran penis Jaelani yang besar mulai menusuk vaginanya.


Kulihat
baru masuk setengah saja, tapi vagina Reni tampak menggelembung seperti
tak mampu menampung penis itu. Kulepaskan ikatan tangan Reni tapi kini
kedua tangannya kuikat ke belakang tubuhnya. Penis si sopir masih
menancap di vaginanya. Jaelani kini kuberi isyarat agar duduk di lantai.
Berat tubuh Reni membuat penis Jaelani makin dalam menusuk vaginanya.
Akibatnya Reni menjerit histeris lagi. Tampaknya kali ini ia betul-betul
kesakitan. Aku sudah membuka celanaku. Penisku mengacung ke hadapan
wajah istriku yang cantik ini. Reni bukannya tak pernah mengulum
penisku. Tapi, selalu


saja ia menolak kalau kuminta spermaku tertumpah di dalam mulutnya.


“Jijik ah, Mas,” katanya berkilah.


Tetapi
kini ia akan kupaksa menelan spermaku. Kutekan kepalanya ke bawah agar
penis si sopir masuk lebih jauh lagi sehingga Reni makin histeris. Saat
mulutnya terbuka lebar itulah kumasukkan penisku, jeritannya pun
langsung terbungkam. Aku berharap Reni tak mengenali suaminya dari bau
penisnya. Ughhhh… rasanya jauh lebih nikmat dibanding saat ia mengoral
penisku dengan sukarela. Kupegangi bagian belakang kepalanya sambil
kugerakkan maju mundur pinggulku. Sementara Jaelani juga sudah semakin
ganas menyentak-nyentak penisnya pada vagina istriku. Reni
mengerang-erang, dari sela kain penutup matanya kulihat air matanya
mengalir deras. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Kutahan kepalanya
ketika akhirnya spermaku menyembur deras ke dalam rongga mulut istriku
yang kucintai. Kutarik keluar penisku, tetapi langsung kucengkeram
dagunya yang lancip. Di bawah, Bob dan Aldo menarik kedua puting
istriku.


“Ayo, telan, banyak proteinnya nih Mbak, sehat loh” kata Bob.


Akhirnya
memang spermaku tertelan, meski sebagian meleleh keluar di antara celah
bibirnya. Nafas Reni terengah-engah di antara rintihan dan isak
tangisnya. Ben masih pula menggerakkan pinggangnya naik turun.


Aku
duduk bersila menyaksikan istriku tengah dikerjai tiga pria bertampang
jelek. Penis Jaelani masih menancap di dalam vagina Reni. Kini Bob
mendorong dada Reni hingga ia rebah di atas tubuh tegap sopir itu. Ia
kini langsung mengangkangi wajah Reni. Ini dia yang sering kubayangkan.
Wajah cantik Reni terjepit pangkal paha lelaki gendut itu. Kuambilalih
handycam dari tangan Aldo, lalu kuclose up wajah Reni yang menderita.
Reni menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menjerit-jerit. Tetapi,
jeritannya langsung terbungkam penis Bob. Kedua tangan kekar Jaelani
menggenggam payudara Reni. Meremas-remasnya dengan kasar dan
berkali-kali menjepit kedua putingnya. Dari depan kulihat, tiap kali
puting Reni dijepit keras, vaginanya tampak berkerut seperti hendak
menarik penis Ben makin jauh ke dalam. Aldo tak mau ketinggalan. Ia kini
mencari klitoris Reni. Begitu ketemu, ditekannya dengan jarinya dengan
gerakan memutar. Sesekali, bahkan dijepitnya dengan dua jari. Terdengar
Reni mengerang-erang, tubuhnya mengejang seperti menahan sakit.


“Boleh aku gigit klitorisnya?” tanya Aldo padaku sambil berbisik.


“Boleh, asal jangan sampai luka,” sahutku sambil mengarahkan handycam ke vagina istriku.


Office
boy pemalu ini betul-betul melakukannya. Mula-mula dijilatinya bagian
sensitif itu. Lalu, kulihat klitoris istriku terjepit di antara
gigi-gigi Aldo yang tidak rata. Ditariknya menjauh seperti hendak
melepasnya. Kali ini terdengar jerit histeris Reni.


“Aaaaakkhhhh….saakkkkiiiittt…”
rupanya Bob saat itu menarik lepas penisnya lantaran Jaelani ingin
berganti posisi. Jaelani memang kemudian berdiri sambil mengangkat tubuh
Reni pada kedua pahanya. Penisnya yang besar masih menancap di vagina
istriku. Terus terang aku iri melihat penisnya yang besar itu. Reni
terus menjerit-jerit dalam gendongan Jaelani yang ternyata membawanya ke
atas meja. Diturunkannya Reni hingga kini posisinya tertelungkup di
atas meja. Kedua kakinya menjuntai ke bawah dan kedua payudaranya tepat
di tepi meja.


“Kita teruskan lagi, ya Mbak. Memek Mbak kering sekali, jadi lama selesainya,” kata si sopir


Ia menusukkan dua jari ke vagina Reni sehingga tubuh istriku itu menggeliat.


“Sudaaahh…. hentikaaan…kalian…bangsat!” teriaknya di sela isak tangisnya.


“Iya Mbak, maafkan kami yang jahat ini ya?” sahut Jaelani sambil kembali memperkosa istriku.


Suara
Reni sampai serak ketika ia menjerit histeris lagi. Tapi tak lama, Bob
sudah menyumpal mulutnya lagi dengan penisnya. Dalam posisi seperti itu,
si sopir betul-betul mampu mengerahkan kekuatannya. Tubuh Reni sampai
terguncang-guncang. Kedua payudaranya berayun ke muka tiap kali Ben
mendorong penisnya masuk. Lalu, kedua gumpalan daging kenyal itu berayun
balik membentur tepi meja. Payudara Reni yang putih mulus kini tampak
memerah. Jaelani terlihat betul-betul kasar, mungkin Reni adalah wanita
tercantik yang pernah disetubuhinya sehingga tak heran ia begitu
bernafsu. Saat ia terlihat hampir sampai puncak, Bob berseru kepadanya,


“Buang ke mulutnya dulu. Nanti putaran kedua baru kita buang ke memeknya,” kata Bob.


Jaelani
mengangguk lalu ia bergerak ke depan Reni. Vagina Reni tampak menganga
lebar, tetapi sejenak saja kembali merapat. Bob dengan cepat
menggantikan posisi Jaelani. Penisnya kini menyumpal mulut Reni. Ia
menggeram keras sambil menahan kepala Reni.


“Ayo, telen spermaku ini… Uuughhhh….yah…. telaaannn…..” si sopir meracau.


Jaelani
baru melepaskan penisnya setelah yakin Reni benar-benar menelan habis
spermanya. Reni terbatuk-batuk, sopir itu mengusapkan penisnya yang
berlumur spermanya sendiri ke hidung Reni yang mancung.


“Uuggghhh….nggghhhhhh…..” Reni merintih.


Tak
menunggu lama, kini giliran Bob menyetubuhi Reni. Reni tampaknya tak
kesakitan seperti saat diperkosa si sopir. Mungkin karena penis Bob
lebih kecil.


“Aiaiaiaiiiii…. jangaaan…. aduhhhh…. sakiiit….” tiba-tiba Reni mendongak dan menjerit kesakitan.


“Anusmu masih perawan ya ? Nanti aku ambil ya ?” katanya.


Ternyata, sambil menancapkan penisnya ke vagina Reni, Bob menusukkan telunjuknya ke anus Reni.


Kudekati Bob seraya berkata,


“Jangan sekarang, pak Bob. Aku juga ingin merasakan menyodominya. Aku belum pernah memasukkan kontolku ke situ,” bisikku.


“Oke, setelah suaminya, siapapun boleh kan?” sahutnya juga dengan berbisik.


Aku
mengangguk. Bob tak mau kalah dengan Jaelani. Ia juga menancapkan
penisnya dengan kasar, cepat dan gerakannya tak beraturan. Bahkan,
sesekali ia mengangkat sebelah kaki Reni dan memasukkan penisnya
menyamping. Saat bersetubuh denganku, biasanya posisi menyamping itu
bisa membuat Reni melolong-lolong dalam orgasme.


Tapi,
kali ini yang terdengar adalah rintihan dan jerit kesakitan. Saat aku
mulai merasa kasihan padanya, jeritan itu berhenti. Aldo kini membungkam
mulutnya dengan penisnya. Peluh membasahi sekujur tubuh Reni. Bob sudah
menumpahkan sperma ke dalam mulutnya. Tubuh Reni terkulai lemas karena
kelelahan, keringat bercucuran di tubuhnya yang mulus. Tetapi, kulihat
ia masih sadar. Aldo membopongnya ke kasur busa yang tergeletak di
lantai. Reni diam saja ketika ikatan tangannya dilepas.


“Sebentar
ya Mbak. Bajunya dilepas aja semua biar lebih enak ngentotnya” katanya
sambil melucuti seluruh pakaian yang masih tersangkut di tubuh Reni.
Reni kini berbaring terlentang di kasur busa tanpa sehelai benang pun di
tubuhnya. Hanya arloji Fossil, kalung dan cincin kawin yang masih
tersisa di tubuhnya. Ia tampak terisak-isak. Aldo kemudian mengikat
kembali kedua tangan Reni menjadi satu ke kaki meja. Aku tertarik
melihat Aldo yang sikapnya lembut dan agak malu-malu kepada Reni.


“Aduh kasihan, tetek Mbak sampai merah begini,” katanya sambil membelai-belai lembut kedua payudara istriku.


Dipilin-pilinnya
juga kedua puting Reni dengan ujung jarinya. Reni menggeliat merasakan
rangsangan menjalar ke seluruh tubuhya dari wilayah sensitif itu.


“Siapa yang menggigit ini tadi ?” tanya Aldo.


“Alaaaa, sudahlah, banyak cingcong amat kau ini…cepat masukkan kontol kau tuh ke memek cewek ini,” terdengar Bob berseru.


“Ah,
jangan kasar begitu. Perempuan cantik gini harus diperlakukan lembut.
Ya, Mbak Reni?” Al terus membelai-belai vagina Reni yang ditutupi
bulu-bulu hitam lebat.


Kali ini ia
menyentil-nyentil puting Reni dengan lidahnya, sesekali dikecupnya.
Biasanya, Reni bakal terangsang hebat kalau kuperlakukan seperti itu dan
tampaknya ia juga mulai terpengaruh oleh kelembutan Aldo setelah
sebelumnya menerima perlakuan kasar.


“Unngghhh…. lepaskan saya, tolong. Jangan siksa saya seperti ini,” mohonnya.


Aldo
tak berhenti, kini ia malah menjilati sekujur permukaan payudara
istriku. Lidahnya juga terus bergerak ke ketiak Reni yang mulus tanpa
rambut sehelaipun. Reni menggigit bibirnya menahan geli dan rangsangan
yang mulai mengganggunya. Aldo mencium lembut pipinya dan sudut
bibirnya. Aku sempat heran, katanya dia belum pernah menyentuh wanita,
tapi kok mainnya sudah ahli begini, apakah kebanyakan nonton bokep?
pikirku


“Jangan khawatir Mbak.
Bersama saya, Mbak akan merasakan nikmat. Kalau Mbak sulit menikmatinya,
bayangkan saja wajah suami Mbak,” kata Aldo sambil melanjutkan mengulum
puting Reni. Kali ini dengan kuluman yang lebar hingga separuh payudara
Reni terhisap masuk.


“MMmfff…..
ouhhhhh….tidaaakk… saya tidak bisa… ” sahut Reni dengan isak tertahan.
“Bisa, Mbak… Ini suami Mbak sedang mencumbu Mbak. Nikmati saja… ” Aldo
terus


menyerang Reni secara psikologis.


Jilatannya
sudah turun ke perut Reni yang rata. Dikorek-koreknya pusar Reni dengan
lidahnya. Reni menggeliat dan mengerang lemah.


“Vaginamu
indah sekali, istriku…” kata Aldo sambil mulai menjilati bibir vagina
istriku. Reni mengerang lagi. Kali ini makin mirip dengan desahannya
saat bercumbu denganku. Pinggulnya kulihat mulai bergerak-gerak, seperti
menyambut sapuan lidah office boy itu pada vaginanya. Ia terlihat
seperti kecewa ketika Aldo berhenti menjilat. Tetapi, tubuhnya bergetar
hebat lagi saat pemuda itu dengan pandainya menjilat bagian dalam
pahanya. Aku acungkan ibu jari pada Aldo, itu memang titik sensitifnya.
Aldo menjilati bagian dalam kedua paha Reni, dari sekitar lutut ke arah
pangkal paha. Pada jilatan ketiga, Reni merapatkan pahanya mengempit
kepala si office boy dengan desahan yang menggairahkan.


“Iya Reni, nikmati cinta suamimu ini,”


Aldo
terus meracau, direnggangkannya kembali kedua paha Reni. Kini lidahnya
langsung menyerang ke pusat kenikmatan Reni. Dijilatinya celah vagina
Reni dari bawah, menyusurinya dengan lembut sampai bertemu klitoris.


“Ooouhhhhhh….
aahhhh…. am…phuuunnn….” Reni merintih menahan nikmat. Apalagi, Aldo
kemudian menguakkan vaginanya dan menusukkan lidahnya ke dalam
sejauh-jauhnya.


Reni makin tak
karuan. Kepalanya menggeleng-geleng. Giginya menggigit bibirnya, tapi ia
tak kuasa menahan keluarnya desahan kenikmatan. Apalagi Aldo kemudian
dengan intens menjilati klitorisnya.


“Ayo
Mbak Reni, nikmati…. nikmati… jangan malu untuk orgasme…” kata Aldo,
lalu tiba-tiba ia menghisap klitoris Reni. Akibatnya luar biasa. Tubuh
Reni mengejang, dari bibirnya keluar rintihan seperti suara anak kucing.
Tubuh istriku terguncang-guncang ketika ledakan orgasme melanda
tubuhnya.


“Bagus Mbak, puaskan
dirimu,” kata Al, kali ini sambil menusukkan dua jarinya ke dalam vagina
istriku, keluar masuk dengan cepat.


“Aaakkhhhh….aaauuunnghhhhhh…” Reni melolong, lalu ia menangis merasa terhina karena menikmati perkosaan atas dirinya.


Aldo
memperlihatkan dua jarinya yang basah oleh cairan dari vagina istriku.
Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah istriku. Dijilatnya pipi istriku.


“Oke
Mbak, kamu diperkosa kok bisa orgasme ya ? Nih, kamu harus merasakan
cairan memekmu” katanya sambil memaksa Reni mengulum kedua jarinya.


Reni
hanya bisa menangis. Ia tak bisa menolak kedua jari Aldo ke dalam
mulutnya. Dua jarikupun masuk ke dalam vagina Reni dan memang
betul-betul basah. Kucubit klitorisnya dengan gemas.


“Nah, sekarang aku mau bikin kamu menderita lagi,” kata Aldo yang lalu menempatkan dirinya di hadapan pangkal paha Reni.


Penisnya
langsung menusuk jauh. Reni menjerit kesakitan. Apalagi Aldo
memperkosanya kali ini dengan brutal. Sambil menyetubuhinya, Aldo tak
henti mencengkeram kedua payudara Reni. Kadang ditariknya kedua putting
Reni hingga istriku menjerit-jerit minta ampun. Seperti yang lain, Aldo
juga membuang spermanya ke dalam mulut istriku. Kali ini, Reni pingsan
saat baru sebagian sperma office boy itu ditelannya. Aldo dengan gemas
melepas penutup mata Reni, lalu disemburkannya sisa spermanya ke wajah
cantik istriku.


*******************************


Satu jam kemudian


Reni sudah satu jam pingsan, aku menghampiri tubuhnya yang terkulai lemas dan sudah berlumuran keringat dan sperma itu.


“Biar
dia istirahat dulu. Nanti suruh dia mandi. Kasih makan. Terus lanjutkan
lagi kalau kalian masih mau,” kataku sambil menghisap sebatang rokok.


“Ya masih dong, bos. Baru juga sekali,” sahut Jaelani sambil tangannya meremas-remas payudara Reni.


“Iya,
gua kan belum nyoba bo’olnya” timpal Bob sambil jarinya menyentuh anus
Reni. “Oke, terserah kalian. Tapi jam dua siang dia harus segera
dipulangkan,” kataku.


Tiba-tiba Reni
menggeliat. Cepat aku pindah ke tempat tersembunyi. Apa jadinya kalau
dia melihat suaminya berada di antara para pemerkosanya? Kulihat Reni
beringsut menjauh dari tiga temanku yang hanya memandanginya. Rambut
panjangnya yang indah sudah agak berantakan, ia menyilangkan tangan
menutupi tubuh telanjangnya. Tentu itu tak cukup untuk menutupinya malah
membuat ketiga pria itu semakin bergairah padanya. Jaelani berdiri
mendekatinya, lalu mencengkeram lengannya dan menariknya berdiri.


“Jangan… saya nggak sanggup lagi. Apa kalian belum puas?!” Reni memaki-maki.


“Belum
! Tapi sekarang Mbak harus mandi dulu supaya memeknya ini bersih!”
bentak sopir itu sambil tangan satunya mencengkeram vagina Reni.


Reni
menjerit-jerit waktu pria itu menyeretnya ke halaman belakang. Ternyata
mereka akan memandikannya di ruang terbuka. Kulihat Jaelani menarik
selang panjang dan langsung menyemprotkannya ke tubuh telanjang Reni.
Reni menjerit-jerit, berusaha menutupi payudara dan vaginanya dengan
kedua tangannya. Bob lalu mendekat, menyerahkan sepotong sabun kepada
Reni.


“Kamu sabunan sendiri apa aku yang nyabunin?” tanyanya.


Reni tampak ragu.


“Cepat, sabunan Mbak, kan dingin” seru Aldo.


Semprotan
air deras diarahkannya tepat mengenai pangkal paha Reni. Reni perlahan
mulai menyabuni tubuhnya. Ia terpaksa menuruti perintah mereka untuk
juga menyabuni payudara dan vaginanya.


Tak tahan hanya menonton saja, Bob akhirnya mendekati istriku.


“Begini caranya nyabunin memek!” katanya sambil dengan kasar menggosok-gosok


vagina Reni.


Reni
menjerit kecil ketika Bob mendekap tubuhnya dan tangannya mulai
menggerayangi tubuhnya yang licin oleh sabun. Mulut pria gemuk itu juga
menciumi pundak dan leher istriku. Tak lama kemudian, acara mandi
akhirnya selesai. Mereka menyerahkan sehelai handuk kepada Reni. Reni
segera menggunakannya untuk menutupi tubuhnya.


“Hey, itu bukan untuk nutupin badanmu. Itu untuk mengeringkan badan,” bentak Jaelani.


“Kalau sudah bersih, kita terusin lagi ya Mbak, enak sih!” kata Aldo


“Aiiihhh…” Reni memekik karena Aldo sempat-sempatnya mencomot putingnya.


“Kalau sudah handukan, susul kami ke meja makan. Kamu harus makan biar kuat,” lanjut Bob sambil meremas bokong Reni yang bundar!


Kulihat
Reni telah selesai mengeringkan tubuhnya. Ia mematuhi perintah mereka,
tanpa mengenakan apapun ia melangkahkan kakinya ke ruang makan.
Betul-betul menegangkan melihat istriku berjalan di halaman terbuka
dengan tanpa mengenakan apapun. Sensasinya makin luar biasa karena dalam
keadaan seperti itu ia kini berjalan ke arah tiga lelaki yang tengah
duduk mengitari meja makan. Mereka betul-betul sudah menguasai istriku.
Kulihat Reni menurut saja ketika diminta duduk di atas meja dan kakinya
mengangkang di hadapan mereka. Posisiku di belakang teman-temanku, jadi
akupun dapat melihat vagina dan payudara Reni yang terbuka bebas. Bob
mendekatkan wajahnya ke pangkal paha Reni. Kulihat ia menciumnya.


“Nah, sekarang memekmu sudah wangi lagi,” katanya.


Reni menggigit bibirnya dan memejamkan mata.


“Teteknya juga wangi,” kata Aldo yang menggenggam sebelah payudara Reni dan mengulum putingnya.


“Ngghhh… kenapa kalian lakukan ini pada saya,” rintih Reni.


“Mau tahu kenapa ?” tanya Bob, jarinya terus saja bergerak sepanjang alur vagina Reni.


Aku tegang. Jangan-jangan mereka akan membongkar rahasiaku.


“Sebetulnya, yang punya ide semua ini adalah Mr X,” kata Bob.


Aku lega mendengarnya.


“Siapa itu Mr X ?” tanya Reni.


“Kamu kenal dia. Dia pernah disakiti suamimu. Jadi, dia membalasnya pada istrinya,” jelas Bob.


“Tapi Mr X tak mau kamu mengetahui siapa dia. Itu sebabnya tiap dia muncul, matamu ditutup.” lanjut Bob.


“Sudah, Bos, biar Mbak Reni makan dulu. Dia pasti lapar habis kerja keras,” sela Ben.


“Maaf
ya Mbak Reni. Kami nggak punya nasi. Yang ada cuma ini,” kata Ben
sambil menyodorkan piring berisi beberapa potong sosis dan pisang ambon.
Ben lalu mengambilkan sepotong sosis.


“Makan Mbak, dijilat dan dikulum dulu, seperti tadi Mbak mengulum kontol saya,” katanya.


Tangan
Reni terlihat gemetar ketika menerima sepotong sosis itu. Dengan
ragu-ragu ia menjilatinya, mengulumnya lalu mulai memakannya sepotong
demi sepotong. Habis sepotong, Aldo mengupaskan pisang Ambon lalu
didekatkannya dengan penisnya yang mengacung.


“Pilih pisang yang mana, Mbak ?” goda Aldo, “ayo ambil,” lanjutnya.


Reni menggerakan tangannya hendak mengambil pisang namun Aldo menangkap pergelangannya dan memaksa Reni menggenggam penisnya.


“Biar saya suap, Mbak pegang pisang saya saja,” katanya.


“Tangannya lembut banget nih” kata Aldo.


Jaelani
tak mau kalah, ia menarik sebelah tangan Reni dan memaksanya
menggenggam penisnya yang besar. Sementara Reni menghabiskan sedikit
demi sedikit pisang yang disuapkan Aldo. Sepotong pisang itu akhirnya
habis juga. Bibir Reni tampak belepotan. Bob yang sedang merokok
kemudian mencium bibir Reni dengan bernafsu. Reni mengerang-erang dan
akhirnya terbatuk-batuk saat Bob melepaskan ciumannya.


“Sudah…uhukkk… sudah cukup,” kata Reni dengan nafas terengah-engah.


“Eee ini masih banyak. Sekarang kita haus nih, Mbak harus temenin kita minum,” kata Bob.


“Tapi gelasnya kurang ya?” sahut Jaelani sambil merenggangkan paha Reni.


Reni
meronta-ronta tetapi Aldo dan Bob memeganginya. Jaelani membuka sebotol
bir lalu menumpahkan seluruh isinya ke tubuh telanjang Reni hingga
basah.


“Hmmm…ini baru maknyus namanya!” kata Bob sambil mendorong tubuh Reni hingga terbaring telentang di meja.


Reni
terisak-isak, ia merasakan dinginnya bir itu di sekujur tubuhnya, juga
jilatan-jilatan lidah dan tangan-tangan para pria itu yang merangsang
setiap titik di tubuhnya. Bob menyeruput bir yang tertumpah di vagina
gadis itu hingga terdengar bunyi sruput yang rakus.


“Cara baru minum bir, suegerr!!!” sahut Jaelani yang asyik menyeruput bir pada payudara istriku.


Adegan
selanjutnya tak urung membuatku kasihan pada Reni. Mereka membawanya ke
halaman belakang dan memperkosanya di atas rumput secara beramai-ramai.
Sperma mereka bercipratan bukan saja di dalam vagina Reni, tapi juga di
tubuhnya. Begitu usai, mereka membaringkan Reni yang sudah tak sadarkan
diri di atas sofa. Kulihat kondisi Reni sudah betul-betul berantakan,
bekas-bekas cupangan terlihat di kulitnya yang putih terutama di
payudara, leher dan pundaknya, sperma berceceran di hampir seluruh
tubuhnya mulai dari vagina hingga wajahnya, rambut panjangnya pun tidak
luput dari cipratan cairan kental itu. Kami mengangkut tubuh telanjang
Reni ke kamar mandi dan membersihkannya dengan shower lalu memakaikan
kembali pakaiannya. Reni masih belum sadar akibat perkosaan brutal tadi.
Kami menaikkannya ke mobil dan kembali ke ibukota. Sampai di Jakarta,
Reni mulai bangun, terdengar suara melenguh dari mulutnya. Matanya masih
dalam keadaan tertutup karena aku tidak ingin dia melihatku. Bob
mengancamnya agar tidak menceritakan kejadian hari ini pada siapapun
kalau tidak ingin rekaman perkosaan tadi bocor dan mempermalukan dirinya
dan keluarganya. Reni hanya bisa mengangguk dengan terisak-isak. Kami
menurunkannya di depan rumah lalu aku segera tancap gas menjauhi
rumahku.


**************************


Jam sembilan malam


Aku
tiba di rumah dan setelah memarkirkan mobil di garasi aku masuk ke
rumah dan memanggil nama istriku, berpura-pura seolah tidak terjadi
apapun.


“Ren…Renn!!” aku mengeraskan suaraku karena tidak ada yang keluar ataupun membalas sahutanku


“Renn…lu dimana!” panggilku lagi


‘Cklik!” tiba-tiba kamar mandi lantai satu di sebelahku membuka, Reni keluar dari sana.


“Iya
Mas, sori saya sakit perut” katanya, “O ya mas, hari ini gak sempat
masak, tadi di jalan pulang macet banget, jadi beli makanan di luar,
saya panasin sekarang ya Mas”


Kulihat
matanya sembab, tapi ia berusaha tersenyum di depanku. Ketika makan
malam ia lebih diam dari biasanya namun berusaha menanggapi obrolanku.
Kupeluk pinggangnya yang ramping ketika ia sedang mencuci piring sehabis
makan dan kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Biasanya aksi ini
berlanjut hingga ke hubungan intim baik kilat maupun long time. Namun
kali ini ia menepisnya.


“Jangan Mas, jangan hari ini, saya cape, tolong ya…please!” katanya dengan tatapan memohon.


Akupun mengerti karena tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kupeluk dia dengan mesra dan kucium keningnya


“I love you honey!” ucapku dekat telinganya


“Sori
banget Ren, lu emang istri yang baik, ga mau orang lain ikut cemas dan
susah, gua janji ini ga akan terjadi lagi” kataku dalam hati sambil
mempererat pelukanku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar