Senin, 16 April 2012
Hasrat Seks Terpendam Cewek Chubby Cerita Seks Dewasa
Cerita Seks Dewasa Terpanas Aku
tidak jelek. Kulitku tergolong putih dan mulus, tiada noda setitik pun.
Wajahku juga termasuk cantik. Yang jadi masalah adalah gendutnya
tubuhku ini. Tinggi badanku 170 cm, sementara berat badanku 80 kg.
Kalau hitung-hitungan idealnya, berat badanku seharusnya 60 kg. Berarti
berat badanku kelebihan 20 kg. Aku sering berusaha diet agar tubuhku
jadi langsing. Tapi gagal dan gagal terus, sehingga aku frustasi
sendiri.
Mungkin inilah yang menyebabkanku jadi perawan tua. Usiaku sudah 35
tahun, tapi statusku masih gadis. Padahal secara medis, seorang wanita
sebaiknya jangan melahirkan setelah berusia di atas 30 tahun. Berarti
kalau pun ada yang mau menikahiku, masa untuk punya keturunan sudah
lewat.
Kalau ingat semuanya itu sedih sekali hatiku. Karena aku seolah-olah
sudah menerima vonnis agar jangan mengharapkan bisa bahagia di masa
tuaku kelak. Sedangkan ibuku sudah meninggal pada waktu aku berumur 15
tahun, sedangkan ayahku tidak mau menikah lagi. Sehingga aku tidak punya
tempat curhat, karena aku sungkan bicara terbuka pada ayahku.
Tapi aku tak mau tenggelam dalam kesedihan. Aku selalu berusaha mencari
kegiatan yang bisa membuatku lupa pada masalah pribadiku. Sayangnya
teman-teman seangkatanku sudah menikah semua. Bahkan hampir semua sudah
punya anak. Tinggal aku sendiri yang masih tetap melajang.
Aku memang sudah patah semangat. Biarlah, kuanggap takkan ada yang mau
menikahiku. Kalau pun ada, mungkin sudah merupakan suatu keajaiban.
Namun ada yang terus-terusan mengganjal di batinku. Masalah seks !
Rasanya tidak terlalu dini untuk cewek seusiaku sering memikirkan hal
yang satu itu. Bahkan mungkin sudah terlambat. Tapi mending terlambat
daripada tidak.
Ya. Kalau aku sudah membayangkan yang satu itu, aku jadi bingung sendiri dan tak tahu lagi apa yang harus kulakukan.
Padahal aku sering Mbakton film bokep, baca cerita-cerita dewasa dan
dengar dari sana sini tentang nikmatnya hubungan seks dengan pria. Tapi
aku hanya bisa membayangkannya. Karena belum pernah merasakannya. Yang
jelas ada hasrat di batinku, hasrat untuk merasakannya.
Tapi beginilah takdir wanita timur. Sekalipun ada hasrat yang terpendam,
aku tak bisa seperti kaum pria yang bisa seenaknya mencari mangsa
pelampiasan. Apalagi untuk berstatus belum menikah seperti aku.
Kemelut dan hasrat terpendam ini berlangsung berbulan-bulan. Sampai pada
suatu hari, aku teringat pada Robby, anak buah ayahku yang sering
datang ke rumah. Aku punya nomor handphonenya, tapi tak pernah
memanfaatkannya. Pada hari itu, aku memberanikan diri menelepon pria 26
tahunan itu.
“Lagi ngapain Rob?”
“Ehh…Mbak Emmy….tumben nelepon? Aku lagi di bengkel Mbak. Lagi benerin motor.”
“Sendirian?”
“Iya. Kenapa Mbak? Mau ditemenin?”
“Mau sih…tapi takut istrimu ngambek.”
“Hahaha…masa nemenin putri bossku ngambek?”
“Tapi aku pengen ditemaninnya seharian. Bisa gak?”
“Siap Mbak. Tapi harus di hari libur.”
“Minggu mendatang ini gimana?”
“Boleh.”
“Tapi hanya kita berdua saja Rob. Jangan ngajak sapa-sapa. Dan jangan bilang-bilang sama Papa.”
“Iya…iya…mau ditemenin ke mana?”
Aku lalu menyebutkan salah satu daerah wisata di dekat kotaku.
“Ke sana harus pake mobil Mbak.”
“Iya, pake taksi aja. Nanti kujemput di tempat yang sudah ditentukan. Deal?”
“Deal…tapi aku lagi bokek Mbak. Pas tanggung bulan nih.”
“Semua aku yang tanggung Rob. Santai aja.”
“Oke deh kalau gitu. Jam berapa berangkatnya?”
“Lebih pagi lebih baik. Biar jangan kemalaman pulangnya.”
Pada hari Minggu yang sudah dijanjikan, jam 9 pagi aku dan Robby sudah
duduk-duduk berdua di gubuk beratap ijuk dan berada di dekat air terjun.
Suasana masih sepi, maklum massih pagi. Dalam perjalanan aku belum
bicara apa-apa. Karena aku tak mau sopir taksi mendengar masalah yang
harus dirahasiakan ini.
“Rob…tau nggak kenapa aku ngajak ke sini?” tanyaku setelah belasan menit
menikmati indahnya pemandangan di sekitar air terjun ini.
“Mungkin di rumah Mbak lagi jenuh, lalu ingin refreshing di sini,” sahut Robby sambil menyalakan rokoknya.
“Bukan Rob. Aku butuh bantuanmu, please…”
“Dibantu dalam soal apa Mbak?” Robby menatapku. Hmm…memang ganteng anak
buah ayahku ini. Rasanya aku tak salah pilih meski aku tahu dia sudah
beristri.
“Ini sangat rahasia Rob. Maukah kamu berjanji untuk tidak menyampaikan hal ini kepada siapa pun?”
“Iya Mbak, saya janji…” Robby mengangguk-angguk. Lalu mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
Aku sendiri suka merokok. Karena itu kukeluarkan rokok mentholku dari
tas kecilku, untuk menenangkan diri, karena aku akan mengucapkan
kata-kata yang terlalu penting buatku.
Setelah menyalakan rokok dan mengisapnya dalam-dalam, aku memegang
pergelangan tangan Robby sambil mendekatkan mulutku ke telinganya. Dan
berkata setengah berbisik, “Aku ingin merasakan hubungan seks,
Rob…please Rob….kamu bisa kan?”
Robby tersentak, pasti kaget dan tak menyangka kalau aku mau membicarakan masalah itu.
“Mbak becanda apa serius?” Robby menatapku, masih dengan tatapan sopan, karena aku ini putri bossnya.
“Serius Rob. Umurku sudah tigapuluhlima tahun. Wajar kan kalau aku ingin merasakannya?”
“Emangnya Mbak belum pernahsama sekali?”
“Belum Rob. Jangankan hubungan seks. Ciuman aja belum pernah. Sumpah
deh. Tadinya aku mempertahankan kesucianku, untuk suamiku di malam
pertama. Tapi sampai hari ini belum juga ada yang mau nikah dnganku.
Makanya kupikir tak ada gunanya menahan-nahan diri lagi. Biarlah
virginitasku buat kamu saja Rob.”
“Tapi Mbak kan tahu, aku sudah punya istri.”
“Biar saja. Aku gak minta dikawin kok. Aku hanya ingin merasakan hubungan seks aja. Ingin banget…..”
Suasana saat itu masih tetap sepi. Biasanya jam 12 mulai banyak
pengunjung yang ingin refreshing di tempat yang sejuk dan indah ini.
Robby terdiam. Tapi tangannya tidak diam. Mulai mengelus betisku.
Membuatku merinding syur. Ih, belum apa-apa sudah dag-dig-dug gini.
Kubiarkan saja tangannya menyelinap ke balik gaun putihku, menyelusuri
pahaku sampai ke pangkalnya. Mungkin memang harus seperti itu awalnya.
Dan tanpa basa-basi lagi tangan Robby menyelinap ke balik celana
dalamku. Tetap kubiarkan. Bahkan aku ingin diperlakukan seperti itu.
Maka kurasakan jemarinya mulai mengelus-elus jembut dan bibir
kemaluanku…oooh…baru dielus jari saja sudah terasa enaknya. Maka
kubiarkan saja semuanya itu terjadi. Dengan hasrat semakin menggila.
“Kita tak mungkin bisa melakukannya di sini Mbak,” kata Robby setengah berbisik, “Kalau kelihatan orang lain kan bisa heboh.”
“Ya iyalah,” sahutku sambil menahan tangan Robby agar jangan menjauh
dulu dari vaginaku, karena elusannya geli-geli enak. Dan ini pertama
kalinya vaginaku disentuh tangan pria.
“Emang aku gak ngajak di sini. Di situ kan ada hotel, jalan kaki sepuluh
menit juga sampai,” kataku sambil menunjuk ke arah selatan, “Nanti di
sana aja mainya. Tapi oooh…jangan cabut dulu tanganmu Rob…elusanmu kok
enak sekali….”
Sebagai jawaban, Robby mengangsurkan bibirnya ke bibirku sambil bertanya, “Beneran belum pernah dicium?”
“Bener Rob…ngapain aku bohong..” sahutku sambil membiarkan bibirnya
makin dekat dan makin dekat ke bibirku. Lalu ia melumat bibirku,
sementara tangannya tetap mengelus vaginaku, sehingga aku
terkejang-kejang dalam perasaan yang indah dan nikmat.
Tapi lalu kubayangkan alangkah indahnya kalau semua ini dilakukan di
dalam kamar tertutup, sehingga aku dan Robby akan bebas melakukan apa
saja.
“Ayo Rob…kita ke hotel aja yok,” kataku sambil mencium pipi Robby.
Robby mengangguk dan mengeluarkan tangannya dari balik celana dalamku.
Kami tinggalkan gubuk yang sengaja dibangun oleh dinas parawisata itu,
kemudian menuju hotel yang tak jauh dari pintu masuk ke taman itu.
Sebuah hotel kecil tapi bersih, membuatku senang cek ini di situ.
Kamarnya tidak besar. Hanya berisi satu tempat tidur besar dan kursi dua
buah. Ada juga cermin besar di dinding dan disediakan dua helai handuk
bersih berikut sabun mandi.
Berbeda dengan waktu di dekat air terjun tadi, setelah berada di dalam
kamar hotel itu Robby jadi agressif. Begitu masuk ke dalam kamar dan
setelah menguncikan pintunya, dia langsung menerkamku. Memelukku dengan
ciuman ganas di bibir dan leherku.
Ini memang yang kuinginkan. Tapi aku tak tahu cara membalasnya. Aku
hanya memeluknya dengan penuh hasrat, dengan jantung berdegup kencang
dan membayangkan apa yang akan terjadi dengan benak penuh tanda tanya.
“Buka ya bajunya, biar jangan kusut,” kata Robby sambil mencium pipiku dengan bibir terasa hangat.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Walaupundengan malu-malu kutanggalkan
gaun dan underwearku, sehingga tinggal CD dan BH saja yang masih melekat
di tubuhku.
“Hmmm…ternyata tubuhmu mulus banget Mbak,” kata Robby sambil mengelus perutku.
“Mulus tapi gendut…” kataku.
“Ah…gak seberapa gendut…malah tampak seksi gini….” Robby melepaskan kancing BHku yang bernomor 40.
“Wow…ini baru toge…” kata Robby setelah menanggalkan behaku. Lalu meremas buah dadaku yang besar ini dengan lembut.
“Kok kamu sendiri masih pakaian lengkap gitu? Buka juga dong biar adil,”
kataku sambil melepaskan kancing baju kausnya, kemudian ia sendiri yang
menanggalkannya. Disusul dengan pelepasan celana denimnya yang berwarna
biru gelap.
Robby malah bertindak lebih cepat. Ia menanggalkan segala yang melekat
di tubuhnya. Sehingga ia duluan telanjang bulat. Yang membuatku
berdebar-debar adalah ketika melihat penisnya yang tampak sudah keras,
mengacung dengan gagahnya. Aku tidak tahu apakah penis Robby itu
tergolong besar atau kecil, panjang atau pendek, entahlah…karena baru
sekali itu aku melihat penis dalam kenyataan (kalau nonton dari
film-film bokep sih sering).
Ketika Robby naik ke atas tempat tidur, aku tak kuat lagi menahan hasrat, ingin memegang penisnya yang tampak sudah tegang itu.
“Ini harus diapain Rob?” tanyaku lugu sambil menggenggam penis Robby yang memang sudah keras dan hangat itu.
“Ya dimasukin ke dalam memek Mbak nanti…makanya buka dong celana
dalamnya biar leluasa…” sahut Robby sambil menurunkan celana dalamku
dengan hati-hati. Sedikit demi sedikit kemaluanku mulai terbuka….lalu
terbuka sepenuhnya setelah celana dalamku dilemparkan ke dekat bantal
oleh Robby.
“Hmm…kebayang…memek perawan pasti enak,” kata Robby sambil mengelus-elus jembutku yang kubiarkan tumbuh liar dan lebat sekali.
Kemudian Robby mendorong dadaku dengan lembut, supaya aku merebahkan
diri di tempat tidur yang lumayan besar ini. Aku pun manut saja. Bahkan
kataku, “Aku ikuti instruksi kamu aja Rob. Jangan diketawain ya…soalnya
aku masih bodoh banget. Anggap aja sekarang ini aku cuma anak TK.”
“Santai aja, Mbak…kita lakukan secara smooth and clear…tapi bagaimana kalau Mbak hamil nanti?”
“Wah, jangan bikin hamil dong. Aku gak akan nuntut apa-apa, asal jangan sampai hamil aja.”
“Berarti padaa waktu mau ejakulasi, harus dicabut dan dilepaskan di luar.”
“Terserah…pokoknya asal jangan hamil aja. Kamu tentu lebih pengalaman dalam soal itu.”
“Iya, tenang aja. Aku jamin takkan hamil. Tapi besok-besok kalau mau
aman, pasang alat KB aja di dokter. Bilangnya sudah punya suami gitu.
Jangan ngaku masih lajang.”
“Oke….” sahutku dengan senyum.
Robby rebah di sampingku, saling berhadapan dan mulai asyik
mempermainkan payudaraku. Mula-mula cuma diremasnya dengan lembut. Lama
kelamaan ia mulai mengulum pentilnya, terasa disedot-sedot seperti anak
kecil menyusu pada ibunya. Tapi ujung lidahnya terasa bergerak-gerak,
menyapu-nyapu pentil payudaraku yang sangat montok ini. Aku jadi
geli-geli enak dibuatnya.
Dan jarinya merayap ke bawh, ke arah vaginaku lagi. Mungkin melanjutkan
yang terhenti di dekat air terjun tadi. Tapi…oh…elusannya di bibir
kemaluanku…lalu elusan di clitorisku ini…benar2 membuatku
mengejang-ngejang dalam nikmat yang luar biasa. Baru dimainkan dengan
jemari saja sudah begini enaknya, apalagi kalau penisnya sudah
dimasukkan…oooh…aku tak sabar lagi untuk merasakannya. Tapi aku harus
menahan diri agar acaranya tidak kacau, karea aku belum mengerti
apa-apa.
Tak lama kemudian ia minta agar aku menelentang. Pikirku sudah mau
memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Tapi ternyata tidak. Ia malah
menciumi pusar perutku. Lalu menurun ke arah kemaluanku.
Aku terkejut ketika ia mulai menciumi kemaluanku. Tapi lalu teringat
film-film bokep yang pernah kutonton dari laptopku. Karena itu aku diam
saja, karena mungkin seharusnya seperti itu. Maka aku pun menurut saja
ketika kedua pahaku disuruh agar direntangkan selebar mungkin. Menuruti
perintahnya dengan jantung semakin deg-degan.
LAlu aku diam saja sambil menatap langit-langit kamar hotel. Dan
tiba-tiba aku merasa sesuatu yang geli luar biasa, tapi gelinya geli
enak. Rupanya Robby mulai menjilati vaginaku. Oh, ini edan banget
enaknya. Terlebih ketika kurasakan jilatannya terpusat di kelentitku,
oooh..aku mulai tak bisa menahan rintihan-rintihan histerisku,
“Rooob…ooooh…kok enak banget Rob….oooh….iya Rob…terus Rob….iya
clitorisnya enak sekali….kamu edan Rob…kamu pandai banget
Rob…..oooh….addduuuh….”
Aku menggeliat-geliat dalam arus nikmat yang luar biasa. Sekujur tubuhku
seolah dialiri arus listrik yang membuatku berdenyut dari ujung kaki
sampai ke ubun-ubun. Bahkan tak lama kemudian aku merasakan liang
vaginaku berkedut-kedut….dan aku merasa seperti melesat ke angkasa, lalu
jadi takut jatuh…membuatku merintih, “Rooobiiiii….oooooh….”
Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi saat itu. Belakangan lalu tahu bahwa itu yang disebut orgasme.
Saat itu yang aku tahu, Robby seperti sengaja ingin membuat vaginaku
basah sebasah-basahnya. Bukan hanya lendirku sendiri yang membasahi
vaginaku, tapi juga air liur Robby yang begini banyaknya.
Kemudian Robby naik dan menelungkup di atas dadaku sambil mengarahkan
moncong penisnya ke mulut vaginaku. “Sengaja kubikin becek dulu, supaya
tidak sakit waktu penetrasi,” katanya sambil berusaha meletakkan
penisnya di tengah-tengah mulut vaginaku. Kemudian aku rasakan desakan
penisnya, membuat napasku tertahan.
“Pahanya lebih direnggangkan lagi Mbak,” kata Robby yang kuturuti juga.
Lalu terasa desakan penis Robby…kuat sekali….aaah…mulai membenam
sedikit. Aku makin merenggangkan pahaku supaya Robby tidak kesulitan
membenamkan batang kemaluannya.
Aku sering mendengar betapa sulitnya menerobos kegadisan di malam
pertama, malah katanya ada yang sampai seminggu baru berhasil. Tapi
Robby tidak seperti itu. Aku merasakan sedikit demi sedikit batang
kemaluannya membenam ke dalam liang vaginaku. Tapi dia tidak mendorong
langsung sampai tuntas, melainkan digeser-geser dulu, lalu makin lama
makin dalam masuknya.
“Sakit?” tanyanya ketika kurasa ada yang sedikit perih di dalam
vaginaku. Mungkin karena selaput daraku (hymen) sudah tertembus penis
Robby.
“Sakit sedikit….” sahutku.
“Tahan ya sakitnya…hanya pertama kali ini saja terasa agak sakit, nantinya sih gak sakit lagi.”
“Iya….aku kuat nahan sakit kok…tuntaskan aja Rob,” sahutku sambil mencumi hidung dan mata Robby .
Lalu desir-desir nikmat itu makin lama makin nyata ketika penis Robby
mulai menggelusur-gelusur di dalam liang vaginaku. Oh, pantaslah orang
bilang bersenggama ini laksana berada di surga dunia. Aku mulai
merasakannya kini, ketika Robby mulai menggerakkan penisnya secara
teratur…masuk semakin dalam, ditariklagi, didorong lagi…oooh…ini luar
biasa nikmatnya…sehingga rintihan-rintihan nikmatku berlontaran begitu
saja : “Rob…oooh…Rob…enak sekali Rob….oooh….Rob…iya Rob….enak
Rob….oooh….”
Robby mendekap leherku sambil berbisik, “Memek Mbak juga enak
banget…wah..ini bener-bener memek perawan…luar biasa enaknya Mbak….”
Aku tidak tahu apakah ucapannya itu keluar dari kejujurannya atau hanya
ingin menyenangkan hatiku. Yang jelas tanganku meremas-remas rambut
Robby sampai kusut masai, karena menahan geli-geli enaknya enjotan penis
Robby yang berada di dalam jepitan liang kemaluanku.
Robby pun mulai ganas melumat bibirku sambil meremas-remas buah dadaku
dengan agak keras, sementara penisnya tetap mengenjot liang kemaluanku.
Oh, ini nikmat sekali. Sehingga aku sering terpejam-pejam dibuatnya.
Batinku seolah melayang-layang di langit ketujuh. Luar biasa indah dan
nikmatnya.
Saat itu aku belum tahu apa yang sedang terjadi ketika tiba-tiba saa
sekuur tubuhku mengejang di puncak kenikmatanku, kemudian bagian dalam
vaginaku terasa berkedut-kedut, lalu seperti ada yang mengalir di
dalamnya. Sekarang aku tahu bahwa saat itu aku sedang mengalami puncak
orgasme. Puncak dari segala kenikmatan dalam bersenggama.
Entah berapa kali aku mengalami hal itu. Yang jelas keringat Robbi mulai
berjatuhan di tubuhku. Terasa makin lama makin hangat. Tapi aku tak
peduli lagi dengan semuanya itu, kecuali satu hal..bahwa enjotan batang
kemaluan Robby luar biasa enaknya. Membuatku terkadang memejamkan mata
dengan mulut ternganga, terkadang melotot dan menahan napas dalam syur.
Sampai pada suatu saat, tiba-tiba saja Robby mencabut batangg
kemaluannya, kemudian bergegas naik ke atas perutku, sambil memegang
penisnya yang sudah berlumuran lendirku.
Lalu terdengar ia mendengus panjang. Dan moncong penisnya
menyembur-nyemburkan cairan kental hangat ke buah dadaku, ke leherku dan
ke pipiku.
Aku sudah dapat menduga bahwa itu air mani Robby. Gilanya aku malah
senang dada dan mukaku disemproti cairan kental itu. Bahkan yang di pipi
kuusap dan kujilati dari telapak tanganku.
Robby pun mencium keningku disusul dengan bisikan hangat, “Mbak sangat memuaskan….”
“Masa sih?” aku bangkit dan meraih handuk yang disediakan oleh hotel.
Kuseka keringatku yang telah bercampur aduk dengan keringat Robby.
Ketika melirik ke arah seprai, kulihat ada genangan darah yang sudah
muai mengering. Hmm…itulah darah perawanku.
Aku sudah menjadi wanita yang lengkap, yang benar-benar dewasa. Aku
tidak menyesalinya, bahkan hatiku bahagia sekali. Maka dengan mesra
kupeluk Robby diiringi bisikan, “Terimakasih Rob. Sekarang aku
benar-benar sudah menjadi wanita yang dewasa. Aku bahagia sekali.”
“Terimakasih juga Mbak. Karena Mbak sudah mempercayakannya padaku.
Selain daripada itu, aku mengalami kepuasan yang luar biasa,” sahut
Robby disusul dengan kecupan hangat di bibirku.
“Kalau dibandingkan dengan istrimu pasti aku gak ada apa-apanya kan?”
“Gak Mbak. Mungkin karena dengan istri seolah hanya menunaikan kewajiban
saja. Sudah terlalu hapal seluk beluknya. Tapi dengan Mbak barusan,
luar biasa. Sebenarnya Mbak ini seksi banget. Bodoh juga cowok-cowok
yang tidak mau sama Mbak.”
MINGGU itu benar-benar Minggu yang indah dan mengesankan. Di hari itu
aku sudah menjadi wanita yang lengkap, meski belum bersuami. Setelah
berada di rumah, sampai larut malam aku tak bisa tidur. Bukan karena
resah, melainkan sebaliknya. Asyik mengenang keindahan yang terjadi
siang harinya.
Robby memang penuh kelembutan dan sangat berhati-hati memperlakukanku.
Waktu kutanya, benarkah pengantin baru bisa 5 kali bersetubuh di malam
pertamanya, Robby menjawab, “Memang benar. Tapi aksi seperti itu
menyiksa wanitanya. Karena luka di vaginanya belum kering, lalu dihajar
lagi terus-terusan. Aku gak mau seperti itu. Aku ingin luka di vagina
Mbak mengering dulu. Kalau sudah benar-benar sembuh, ayo kita
habis-habisan. Aku punya banyak cara untuk memuasi Mbak nanti. Santailah
dulu. Sembuhkan dulu luka di vagina Mbak. Nanti kita ketemuan lagi. Gak
usah jauh-jauh ke sini…di dalam kota juga banyak hotel yang bisa kita
pakai. Jadi gak buang-buang waktu di jalan.”
Aku setuju pada pendirian Robby itu. Aku akan bersabar sampai perih di
vaginaku lenyap. Lalu habis-habisan menikmati keindahan berhubungan
badan dengan Robby lagi.
Hanya dalam dua hari perih di dalam vaginaku hilang. Tapi lalu ada
gatal-gatal. Mungkin karena luka yang sudah mengering biasa menimbulkan
gatal. Tapi gilanya, aku bayangkan gatal-gatal ini pasti enak sekali
kalau digesek oleh penis Robby. Dengan kata lain, aku ingin disetubuhi
oleh anak buah ayahku itu.
Aku mencoba meneleponnya. Tapi ternyata dia sedang di luar kota, bersama ayahku.
O, kecewanya hatiku. Tapi di telepon tadi aku tidak berterus terang
bahwa sebenarnya aku ingin digaulinya lagi. Percuma kukatakan juga,
karena dia sedang mendampingi ayahku di luar kota. Mungkin dua atau tiga
hari lagi baru pulang, karena ayahku juga bilang begitu.
Tapi khayalan tentang nikmatnya kalau vaginaku yang agak gatal ini
digesek oleh penis….ah…makin lama makin menggila. Sehingga aku resah
sendiri di dalam kamarku.
Seperti orang kesurupan, aku telanjang di dalam kamarku. Kupandang
bayangan sekujur tubuh bugilku di cermin besar yang ada di lemari
pakaianku. Lalu kuremas-remas sepasang buah dadaku yang sangat montok
ini. Kuelus kemaluanku yang berbulu sangat lebat ini. Aaaah…seandainya
tangan yang menyentuh kemaluanku ini bukan tanganku sendiri….seandainya
ada seorang lelaki yang menyentuhku malam ini….aaaah….seandainya malam
ini ada seorang lelaki yang mau menggelutiku, mengelus kemaluanku,
meremas buah dadaku…lalu memasukkan penisnya ke celah vaginaku…alangkah
indahnya kalau khayalanku ini menjadi suatu kenyataan.
Bermenit-menit aku tenggelam di dalam khayalanku. Tiba-tiba aku teringat
Seno, anak muda yang tugasnya mengurus taman, kolam dan membersihkan
mobil ayahku. Kenapa aku baru berpikir sekarang mengenai orang itu?
Ya, di rumahku hanya ada tiga orang malam ini, Bi Iyem yang sudah tua itu, Seno dan aku sendiri.
Bi iyem yang sudah tua itu tidak kupikirkan. Yang menyelinap ke dalam
pikiranku adalah Seno itu. Cowok 22 tahunan itu sudah hampir setahun
bekerja di rumahku. Menurutku, dia tidak jelek. Lumayan lah. Kenapa baru
sekarang aku memperhitungkannya? Bukankah biasanya aku jutek-jutek aja
padanya?
Lalu kukenakan gaun tidurku yang putih dan transparant, tanpa mengenakan
apa-apa lagi di dalamnya. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Bi Iyem sudah tidur, seperti biasa. Tapi pintu kamar Seno masih
terbuka. Aku lalu melangkah ke arah pintu yang terbuka itu.
Sesampainya di depan pintu yang terbuka itu, kulihat Seno sedang
menyisiri rambutnya yang agak gondrong. Tampak kelimis. Mungkin baru
selesai mandi, karena biasanya dia suka mandi malam-malam.
“Seno…malam ini kamu tidur di kamarku ya,” kataku, “aku lagi takut tidur sendiri. Kemaren juga mimpiku serem banget.”
Seno kaget, memandangku sesaat. Tapi lalu mengangguk, “Ba…baik Mbak.”
Lalu ia menggulung tikar yang terhampar di dekat dipannya.
“Buat apa tikar itu?” tanyaku heran.
“Buat tidur saya Mbak,” sahutnya sopan.
“Gak usah. Nanti tidur di tempat tidurku aja. Tempat tidurku kan gede
banget. Ngapain bawa-bawa tikar segala,” kataku sambil kembali ke
kamarku.
Sesaat terkilas pertentangan di dalam batinku : Apakah aku tidak salah?
Pembantuku sendiri mau dijebak agar mau menggauliku? Di mana letak harga
diriku? Ahhh…persetan dengan segala harga diri ! Bukankah Seno juga
manusia? Bukankah aku sedang sangat membutuhkan lelaki malam ini? Ya,
yang penting lelaki ! Lelaki yang lengkap dengan kejantanannya !
Tak lama kemudian Seno masuk ke dalam kamarku, dengan mengenakan kaus
oblong dan sarung. Mudah-mudahan sarungnya tidak bau. Tapi yang aku
tahu, dia menjaga kebersihan juga, meski statusnya cuma seorang pembantu
di rumah ini.
“Kamu bisa mijet No?” tanyaku ketika Seno masih berdiri canggung di
dekat tempat tidurku yang luas dan ditutupi bad cover bercorak bunga
lotus.
“Mijet asal-asalan sih bisa Mbak.”
“Yang penting urut-urut aja, badanku pegel-pegel,” kataku sambil mengambil baby lotion dari meja riasku.
“Baik Mbak,” katanya sambil menerima botol lotion itu.
Aku pun lalu telungkup di atas tempat tidur. “Sarungmu lepasin dulu
gih…gak enak lihatnya,” kataku, “Nanti kalau mau tidur sih ada selimut
buatmu.”
“Ba…baik Mbak…tapi…tapi saya cuma pake celana dalam. Saya mau pake celana panjang dulu ya Mbak.”
“Gak usahlah. Buang-buang waktu aja. Laki-laki kan gak usah tertutup-tutup banget. Anggap aja di kolam renang. Hihihi…”
“I..iya Mbak…yang mau dipijet apanya Mbak?” Seno melepaskan sarungnya,
sehingga tinggal mengenakan celana dalam dan kaus oblong aja, lalu duduk
di pinggiran tempat tidurku.
“Semuanya lah. Dari kaki sampai kepala.”
“Ba..baik Mbak…”
Lalu terasa Seno mulai memijit-mijit telapak kakiku. “Enak juga pijetanmu No. Belajar dari mana?”
“Ah asal-asalan aja Mbak. Dulu waktu kecil suka disuruh pijetin ayah saya…”
“Terus naik ke atas,” kataku sambil menyingkapkan gaun tidurku sampai ke paha.
“Iya Mbak,” sahutnya sambil membalurkan lotion ke betisku.
“Yang agak kuat ngurutnya ya,” kataku.
“Iya Mbak,” sahutnya. Lalu tangannya mulai mengurut-urut betisku. Dan
aku justru membayangkan sedang dipijat oleh Robby. Tapi Seno setelah
tangannya berada di lipatan lutut, seperti ragu memijat ke arah paha,
sehingga aku harus memberi instruksi yang jelas, “Ayo terus ke atas.
Justru yang pegel di pangkal pahaku, No.” Kusingkapkan gaun tidurku
sampai ke pinggangku. Padahal saat itu aku tidak mengenakan beha maupun
celana dalam. Maka pastilah sekujur pantatku dilahap oleh mata Seno.
“Iya Mbak,” sahut Seno dengan suara agak terengah. Pasti karena melihat
pantat besarku yang tak tertutup apa-apa lagi. Bahkan sebagian jembutku
pasti ada yang nyembul di pantatku, karena memang lembutku lebat sekali
tanpa pernah dicukur.
Sambil menelungkup kuamati perilaku Seno, dengan mata disipitkan seolah-olah sedang terpejam.
Dia mengurut pahaku dengan mulut ternganga. Dan kulihat di celana
dalamnya ada yang menonjol. Ah, rasanya aku tak sabar lagi, ingin
memegang yang berada di balik celana dalam itu. Tapi aku harus menahan
diri dulu. Aku harus yakin dulu bahwa dia mau kuajak bersetubuh.
Ketika tangan Seno mulai memijati buah pinggulku, aku mulai menyelidikinya, “Kamu pernah main sama cewek, No?”
“Ma…main gimana Mbak?”
“Bersetubuh, gitu…pernah kan?”
“Hehehe…pernah, di kampung saya dulu, waktu baru umur tujuhbelas.”
“Sama siapa?”
“Sama janda Mbak. Sekarang dia malah sudah nikah, dijadikan istri ketiga sama bandar tembakau.”
“Sering kamu main sama janda itu?”
“Gak terlalu sering…kalau dihitung-hitung, paling juga baru lima kali.”
“Enak gak maen sama janda itu?”
“Mmm…ya enak Mbak…tapi sudah lama sekali, sudah lupa rasanya.”
Aku tersenyum sendiri mendengarnya. Dan aku semakin tak sabar, rasanya
ingin sekali liang vaginaku digesek dan dienjot oleh batang kemaluan
lelaki. Lalu aku membalikkan badan, menelentang sambil menarik gaunku
sampai ke perut. “Ininya pijit tapi jangan terlalu keras,” kataku sambil
menunjuk ke pangkal pahaku.
“I…iya Mbak…pa…pakai minyak ini juga?” sahut Seno tergagap, pasti gugup karena melihat kemaluanku yang berjembut lebat liar ini.
“Iya,” sahutku sambil mengamati bagian yang menonjol di balik celana dalamnya itu.
Sebenarnya saat itu aku juga gugup. Tapi aku bisa menguasainya. Bahkan
kurentangkan sepasang pahaku lebar-lebar, biar dia bisa mengamati
kemaluanku sepuasnya. Lalu kutarik tangannya yang baru saja dibasuh
dengan baby lotion, kuletakkan telapak tangan itu di kemaluanku sambil
berkata binal, “Ini urutnya yang lembut ya.”
“I…iya…ininya diurut juga Mbak?” ucap Seno dengan suara hampir tak terdengar, sementara tangannya terasa gemetaran.
“Iya,” sahutku sambil menjulurkan tanganku ke arah celana dalam Seno.
Dan kupegang bagian yang menonjol itu. Hihihi…benar-benar sudah ngaceng.
Dan Seno terkejut. Terlebih lagi waktu aku menyelinapkan tanganku ke
balik celana dalamnya, karena aku ingin memegang penisnya tanpa
terhalang celana dalam lagi.
Seno gelagapan. Tapi dengan senyum binal aku berkata, “Ya sudah, kamu
elus memekku, aku elus kontolmu yang udah ngaceng ini, biar adil kan?”
“I…iya Mbak…ta…tapi…duuuh…perasaan saya jadi gak bener nih…” kata Seno
sambil berusaha mengikuti perintahku, mulai mengelus-elus kemaluanku
dengan tangan yang sudah berlumuran baby lotion.
“Iya begitu ngelusnya, No…enak nih…oooh…” kata-kataku berlontaran begitu
saja ketika tangan Seno mengelus bibir kemaluanku, “Masukin jarinya
sedikit gak apa-apa No….duuuh…enaknya sih pake kontolmu ini No….” kataku
lagi sambil meremas-remas batang kemaluan Seno.
“Ah…ma…masa pake punya saya Mbak….”
“Kamu mau nggak? Kalau mau ya masukin aja kontolmu ke memekku..yang
jujur dong kalau jadi cowok…kalau mau bilang mau, kalau gak bilang gak…”
“Ma…mau Mbak…mau…mau…”
“Ya udah masukin aja kontolmu…pasti lebih enak…”
Dengan sikap bersemangat, Seno melepaskan celana dalamnya, lalu menempelkan puncak penisnya di mulut vaginaku.
Aku degdegan juga menunggu semuanya ini, karena tampaknya penis Seno
sedikit lebih besar daripada penis Robby. Panjangnya pun melebihi penis
Robby.
Karena sudah dilumuri baby lotion, meskipun penis Seno lumayan gede,
mudah saja ia mendorongnya sampai amblas ke dalam liang vaginaku.
“Ooooh…sudah masuk No…..ayo mainkan, kenapa didiamkan aja? Entotin aja
seperti waktu kamu ngentot janda itu ayo…..nnaaaahhh…gitu No….oooh…enak
No….entot terus No…ini enak sekali….”
“Duuuh Mbk….kita jadi bersetubuh ya Mbak…duuuh, punya Mbak masih kecil banget…enak sekali Mbak…”
“Ya iyalah masih kecil. Aku baru satu kali ngerasain dientot. Ini yang kedua kalinya No…”
“Oooh, pantesan masih kecil banget lubangnya….enak sekali Mbak….mmm…”
“Tetekku remas atau diemut dong, jangan dibiarkan nganggur,” kataku
sambil menarik gaun tidurku tinggi-tinggi dan kulepaskan sekalian.
Sehingga aku kini benar-benar telanjang bulat.
Seno patuh saja pada perintahku. Dia mulai mengentotku sambil
meremas-remas buah dadaku, terkadang juga mengemutnya seperti yang
dilakukan oleh Robby 3 hari yang lalu.
“Ooooh…enak No…kontolmu gede No…lebih gede daripada punya pacarku…mantap
No…iya…oooh…enak banget No…..” ucapku berlontaran begitu saja sambil
meremas-remas rambut Seno, terkadang menjambaknya dengan gemas….bukan
main nikmatnya.
Seno sendiri tampak sangat menikmati persetubuhan ini. Hmm…namanya
kusimpan di hatiku, sebagai cowok yang bisa kuajak bersetubuh kapan pun
aku menginginkannya.
“Mbak…nanti kalau sa…saya mau keluar…lepasinnya di mana?” tanyanya terengah-engah.
“Di dalam memekku saja,” sahutku sambil memeluk lehernya dengan gemas.
Aku memang tak takut hamil lagi. Karena kemarin aku sudah dipasangi alat
KB oleh dokter. Aku mengaku pengantin baru yang belum mau punya anak.
Maka dipasanglah alat KB, yang membuatku leluasa bersetubuh dengan cowok
yang kuinginkan, tanpa takut hamil.
Dan memang waktu bersetubuh dengan Seno ini aku ingin tahu bagaimana
rasanya waktu air mani pria menyembur di dalam liang vaginaku.
Pada waktu Seno sedang asyik mengayun batang kemaluannya, aku masih
sempat menarik kaus oblongnya agar terlepas dari tubuhnya, supaya
sama-sama telanjang bulat. Lalu kudekap pinggangnya erat-erat, sambil
berusaha menggoyang-goyang pinggul dengan gerakan seadanya, karena aku
belum berpengalaman dalam menggoyang pinggul. Yang penting jangan diam
seperti gebok pisang aja.
Tapi baru kira-kira seperempat jam berlangsungnya persetubuhan ini, tiba-tiba Seno melenguh, “Oooh…Mbak…saya sudah mau keluar….”
Aku agak heran, karena aku belum mencapai orgasme, justru sedang
enak-enaknya disetubuhi oleh Seno. Dan tiba-tiba saja ia mendesakkan
batang kemaluannya sedalam-dalamnya…kemudian terasa ada cairan hangat
menyembur-nyembur di dalam liang kewanitaanku. Oh, ini nikmat sekali.
Tapi sayangnya, aku belum mencapai orgasme.
“Kok cepat sekali kamu meletusnya?” bisikku ketika kurasakan penis Seno jadi mengecil dan melemah.
“Iya Mbak,” Seno mengangguk malu-malu, “Maklum sudah lama sekali tidak
merasakan. Tapi asal Mbak mau, dalam semalam ini saya kuat sampai lebih
dari 5 kali. Biasanya yang kedua lebih lama. Yang ketiga jauh lebih lama
lagi….”
“Ohya?” aku tersenyum, “Nanti buktikan ya. Aku mau nyoba sesering
mungkin malam ini. Tapi ingat, ini rahasia No. Jangan sampai Papa tau.
Bi Iyem juga jangan dikasihtau.”
“Tentu saja Mbak. Kalau Bapak tau, wah…saya bisa diusir dari sini.”
Ketika penis Seno dicabut, terasa ada yang mengalir dari vaginaku. Pasti
itu air mani Seno. Aku pun turun mengambil handuk kecil dari lemariku.
Kulap vaginaku, kemudian handuknya diberikan kepada Seno sambil
menyuruhnya melap penisnya yang berlepotan lendir. Aku sendiri melangkah
ke kamar mandi di dalam kamarku. Kusemprot vaginaku dengan air hangat
shower. Kemudian menyabuninya dan membilasnya sampai bersih. Lalu
kuambil salah satu handuk yang terlipat di dinding kamar mandi.
Kubelitkan ke badanku dan kembali ke ruang tidur.
Kulihat Seno sudah duduk di karpet sambil menonton televisi yang sejak
tadi tidak dimatikan, hanya suaranya dipelankan sekali. Ada rasa iba,
kasihan bercampur sayang menjalar di dalam batinku. Karena itu aku tidak
menegurnya meski kulihat dia sudah memakai sarung lagi.
Tiba-tiba aku ingat bahwa di dalam dvd player yang tersambung ke
televisi itu masih ada film bokep yang belum jadi kutonton. Maka kuambil
remote control TV dan DVD player.
Begitu layar LCD televisiku menayangkan isi DVD, Seno menoleh padaku yang menonton sambil rebahan di tempat tidurku.
“Waduh, filmnya seru Mbak,” katanya ketika melihat layar televisi mulai
memperagakan dua orang cowok sedang berdiri, di tengahnya ada cewek
sedang duduk di kursi kecil sambil memegang penis kedua cowok itu.
Lalu tampak cewek itu mulai disetubuhi sama lelaki yang satu, sementara
lelaki yang lainnya tampak asyik karena penisnya diemut oleh cewek itu.
“Wah, ceweknya pasti keenakan. Kenyang banget tuh, bisa dapet dua cowok sekaligus,” kata Seno lagi.
“Sini nontonnya No, jangan di bawah gitu duduknya,” kataku sambil menarik tangannya.
Seno patuh saja. Naik lagi ke atas termpat tidurku setelah meletakkan sarungnya di lantai.
Rupanya celana dalam Seno sudah dipakai lagi. Tapi biarlah, nanti
gampang lepasinnya. Mungkin dia memang masih malu-malu, meski sudah
menyetubuhiku tadi.
Seno duduk di pinggiran tempat tidur, dengan kaki terjuntai ke lantai
seperti duduk di kursi. Aku pun memeluknya dari belakang, dalam keadaan
cuma ditutupi handuk yang dililitkan di tubuhku.
Aku yang belum orgasme merasa belum terpuasi. Maka dengan binal tanganku
menyelinap ke balik celana dalam Seno. Wow, ternyata batang
keemaluannya sudah ngaceng lagi!
“Kamu benar-benar kuat lima kali?” tanyaku sambil meremas-remas penis Seno yang sudah tegang itu.
“Saya kalau lagi kepengen suka dikocok Mbak. Dalam semalam saya bisa ngook sampai tujuh atau delapan kali.”
“Praktekkan malam ini ya,” kataku sambil menyembulkan penis Seno dari
celana dalamnya, “tuh sudah ngaceng. Ayo main lagi No. Tapi sekarang
kamu di bawah, aku di atas. Pengen nyobain posisi itu.”
Seno tidak membantah sepatah kata pun. Lalu menanggalkan celana dalam
dan kaus oblongnya. Aku melepaskan belitan handukku ketika Seno sudah
menelentang dalam keadaan sudah sama-sama telanjang bulat.
Meski belum pernah melakukan sebelumnya, aku sudah sering nonton film
bokep. Tentu tak sulit bagiku untuk berlutut dengan kedua kaki terletak
di kanan kiri pinggul Seno. Lalu kupegang batang kemaluan Seno dan
kutempelkan “topi baja”nya di mulut vaginaku. Kuturunkan pantatku dengan
hati-hati. Dan…blessss….penis pembantuku itu terasa masuk ke dalam
liang vaginaku.
Ini pertama kalinya aku merasakan bersetubuh dengan posisi di atas
begini. Tapi aku bisa melakukannya dengan baik. Karena aku sering
menonton posisi begini di film-film bokep. Lagian aku sudah tahu prinsip
dalam persetubuhan, yang penting penis bisa menggesek-gesek liang
kenikmatanku. Mudah sekali mempraktekkannya.
Ketika aku menatap wajah Seno yang berada di bawah wajahku, sekali lagi
hatiku dijalari perasaan sayang padanya. Karena meski cuma seorang
pembantu, ia bisa menjadi sarana kepuasanku. Maka seharusnya aku
berterimakasih padanya, tanpa harus diucapkan, tapi dengan tindakan.
Maka tanpa ragu lagi, ketika aku semakin asyik mengayun pantatku
berputar dan naik turun, kulumat bibirnya, yang ternyata disambut dengan
lumatan penuh kehangatan juga. Bahkan kedua tangannya meremas-remas
bahuku, buah pinggulku dan terkadang buah dadaku yang bergelantungan di
atas dadanya pun tak luput dari remasan.
Tapi benar kata orang-orang, bahwa kalau cewek main di atas, biasanya lebih cepat mencapai orgasme.
Belum sampai setengah jam aku mengenjot dari atas, aku tak kuasa lagi
menahan puncak kenikmatanku. Lalu seperti orang kesurupan aku
menggelepar-gelepar di atas tubuh Seno. “Aku mau keluar No…mau
keluar…keluar…oooh..oooh….”
Lalu tibalah aku di titik orgasme yang sangat nikmat. Di saat itulah
kucium bibir Seno dengan penuh rasa terimakasih, karena ia telah
memberikan kepuasan padaku.
Ternyata Seno itu sesosok cowok yang bisa memuaskan hasratku. Bahkan
kalau aku harus bicara jujur, Seno itu lebih memuaskan daripada Robby.
Di malam yang indah itu Seno membuktikan ucapannya. Bahwa ia sanggup bersenggama lebih dari 5 kali dalam semalam.
Di kamar mandi, kami mandi bersama. Dengan telaten ia menyabuni sekujur
tubuhku. Dan ketika kutantang untuk bersetubuh lagi, ia mengangguk
dengan senyum. Lalu kami bersetubuh lagi untuk ketiga kalinya, sambil
berdiri di bawah semburan shower air hangat.
Setelah kembali ke kamar, aku ingin mencoba posisi dogy seperti di film
bokep yang sedang kuputar. Seno pun langsung setuju saja. Lalu aku
menungging, Seno mengenjotku dari belakang. Ini adalah persetubuhan yang
keempat kalinya. Persetubuhan yang kelima, kami lakukan di ruang
keluarga, di atas sofa. Tentu saja setelah pintunya dikunci dulu, takut
Bi Iyem masuk, karena hari sudah hampir subuh.
Kelihatannya Seno masih mampu untuk menyetubuhiku keenam kalinya. Tapi aku menyerah, letih dan ngantuk.
“Nanti aja kita lanjutin ya. Sekarang kita harus iistirahat dulu,” kataku sambil mengelus rambut Seno.
“Iya Mbak,” Seno mengangguk patuh.
“Tapi ingat No…semuanya itu harus dirahasiakan ya.”
“Tentu aja Mbak.”
Di pagi yang masih gelap itu aku baru mulai merebahkan diri di atas tempat tidur. Dengan batin puas. Puas sekali.
Terdengar suara Bi Iyem dan Seno di luar:
“Lho kamu dari mana No? Pagi-pagi gini sudah ngelayap.”
“Nongkrong di tukang bubur kacang ijo, Bi.”
Ooo, kirain ngelayap ke mana….”
Aku tersenyum sendiri di kamarku. Seno jelas berbohong. Dia bukan habis
nongkrong di tukang bubur kacang ijo.Dia habis menggasak “kacang”ku.
Hihihihi….
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar