urasakan penisku berkedut-kedut dan crott! crott! crott! kutumpahkan
seluruh spermaku di dalam lubang anusnya. Mbak Vira kemudian merebahkan
tubuhnya diatas tubuhku. Sambil menindihku dia tersenyum puas. Malam
itu, aku dan Mas Iwan menginap disana. Dan berpesta sampai pagi, sampai
kami sama-sama puas dan kelelahan.
Panasnya sinar matahari yang menerobos jendela kamarku, membangunkanku
dari tidurku yang lelap. Setelah hampir semalam penuh aku merasakan
nikmatnya bersetubuh dengan Mbak Rina dan Mbak Vera. Dan aku baru pulang
dari rumahnya kerumah Mas iwan jam 05.00 dinihari.
Dengan sedikit bermalas-malasan, aku pergi ke kamar mandi membersihkan
badan. Selesai mandi badan rasanya segar sekali. Siang itu kurasakan
lain dari biasanya, rumah Mas Iwan tampak sepi sekali. Oh ya, aku baru
ingat kalau hari ini, Mas Iwan mengantar Tante Sari kondangan ke kampung sebelah. Jadi yang ada di rumah hanya Mbak Erna dan Aku.
Dengan hanya mengenakan handuk yang kulilitkan dipinggangku, aku pergi
ke dapur. Membuat secangkir kopi. Sampai didapur kudapati Mbak Erna
sedang mencuci piring.
“Pagi Mbak,” sapaku.
Mbak Erna tak menjawab sapaanku. Mukanya cemberut. Aku heran, tumben Mbak Erna begitu, biasanya dia sangat ramah padaku.
“Ada apa sih Mbak, kok cemberut begitu,” tanyaku lagi. “Mbak marah sama aku? atau Mbak nggak senang ya, aku disini,” imbuhku.
Mbak erna masih diam saja, membuatku tak enak hati dan bertanya-tanya dalam hati.
“Ok, Mbak. Kalau Mbak nggak senang, aku pulang aja deh,” “Jangan-jangan
pulang Don, aku nggak marah sama kamu,” sahutnya sambil menarik
tanganku. “Habis Mbak marah sama siapa? Boleh tahu kan Mbak?” tanyaku
lagi. “Ok, Mbak akan kasih tahu, tapi jangan bilang sama siapa-siapa
ya!,” jawabnya. “Aku janji Mbak,” kataku meyakinkannya. “Don, aku lagi
kesal sama Mas Iwan,” kata Mbak sari. “Kesal kenapa Mbak,” selaku.
“Belakangan ini, Mas Iwan dingin sekali padaku Don,” katanya sambil
merebahkan kepalanya didadaku. “Setiap aku pingin begituan, dia selalu
menolak,” imbuhnya sambil tersipu malu. “Mungkin Mas Iwan lagi lelah
Mbak,” hiburku sambil kuusap-usap rambutnya. “Ah, masak setiap malam
lelah,” sahutnya. “Mungkin ada yang bisa aku bantu, untuk menghilangkan
kekesalan Mbak,” pancingku.
Mbak Erna tak menjawab pertanyaanku. Sebagai orang yang cukup
berpengalaman soal sex, aku tahu Mbak Erna sangat kesepian dan
menginginkan hubungan sexsual. Maka dengan memberanikan diri, kukecup
lembut keningnya. Dan kurasakan remasan halus tangannya yang masih
memegang tanganku. Merasa mendapat respon positif, kugerakkan bibirku
menciumi kedua pipinya dan berhenti dibelahan bibir mungilnya.
Mbak Ernapun membalas kecupanku pada bibirnya dengan kuluman yang
hangat, penuh gairah. kukeluarkan lidahku, mencari lidahnya.
Kuhisap-hisap dan kusedot-sedot. Kulepaskan tanganku dari genggamannya
dan kugerakkan menggerayangi tubuh Mbak Erna. Dan perlahan-lahan
kususupkan tangan kananku kebalik gaun tidurnya. Dan kurasakan halusnya
punggung Mbak Erna. Sementara tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang
padat. Mbak Erna melepaskan seluruh pakaiannya. Agar aku lebih leluasa
menggerayangi tubuhnya.
Setelah semua terlepas maka terpampanglah pemandangan yang luar biasa.
Dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang montok, perutnya yang
ramping dan vaginanya yang dicukur bersih. Membuat nafsu birahiku
semakin menjadi-jadi dan kurasakan penisku menegang. Akupun melepaskan
kulumanku pada bibirnya dan dengan sedikit membungkukkan badanku. Aku
mulai menjilati buah dadanya yang mulai mengeras, secara bergantian.
Puas menjilati buah dadanya, jilatanku kupindahkan ke perutnya. Dan
kurasakan halusnya kulit perut Mbak Erna. Mbak Erna tak mau ketinggalan,
ditariknya handuk yang melilit dipinggangku. Dengan sekali sentakan
saja, handukku terlepas.
“Aow, besar sekali don penismu,” decaknya kagum, sambil memandangi
penisku yang telah menegang dan mengacung-ngacung setelah handukku
terlepas. Mbak Erna menggerakkan tangannya, meraih batang penisku.
Diusap-usapnya dengan lembut kemudian dikocok-kocoknya, membuat batang
penisku semakin mengeras.
Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu, Kusudahi jilatanku pada
perutnya. Kuangkat tubuhnya dan kududukkan diatas meja dapur. Kedua
pahanya kubuka lebar-lebar. Dan terpampanglah di depanku bukit kecil
yang dicukur bersih. Bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging
kecil yang tersembul diatasnya. Kubungkukkan tubuhku dan kudekatkan
wajahku ke selangkangannya. Dan aku mulai menjilati pahanya yang putih
mulus, dihiasi bulu-bulu halus. Sambil tanganku meraba-raba vaginanya.
Beberapa menit berlalu, kupindahkan jilatanku dari pahanya ke vaginanya.
Mula-mula kujilati bibir vaginanya, terus kebagian dalam vaginanya.
Lidahku menari-nari didalam lubang vaginanya yang basah.
“Ohh.. terus.. Don.. terus.. Nik.. Matt,” serunya tertahan. Membuatku
semakin bersemangat menjilati lubang vaginanya. Kusedot-sedot
klitorisnya. Pantat Mbak Erna terangkat-angkat menerima jilatanku.
Ditariknya kepalaku, dibenamkannya pada selangkangannya.
“Ohh.. Don.. Aku.. Tak.. Tahan.. Masukin Don.. Masukin penismu,” pintanya menghiba.
Kuturuti kemauannya. Aku kemudian berdiri. Kuangkat kedua kakinya
tinggi-tinggi, hingga ujung jari kakinya berada diatas bahuku.
Kudekatkan penisku keselangkangannya. Mbak Erna meraih penisku dan
menuntunnya ke lubang vaginanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala
penisku masuk ke lubang vaginanya.
Aku diam sejenak mengatur posisi supaya lebih nyaman, lalu kudorong
pantatku lebih keras, membuat seluruh batang penisku masuk ke lubang
vaginanya. Kurasakan penisku dijepit dan dipijit-pijit lubang vaginanya
yang sempit. Vaginanya penuh sesak karena besarnya batang penisku.
“Aow.. Pelan-pelan.. Don.. penismu gede sekali,” pekiknya, ketika aku
mulai memaju mundurkan pantatku, membuat penisku keluar masuk dari
lubang vaginanya.
Tak terasa sudah tiga puluh menit aku memaju mundurkan pantatku. Dan
kurasakan vagina Mbak Erna berkedut-kedut. Dan otot-otot vaginanya
menegang.
“Ohh.. Don.. Aku.. Keluarr.. Sayang,” teriaknya lantang. Sedetik
kemudian kurasakan cairan hangat keluar dari vaginanya. Dan Mbak Erna
mencapai orgasmenya. Mbak Erna tahu kalau aku belum mencapai puncak
kenikmatan. Dia turun dari atas meja dapur. Kemudian berjongkok
dihadapanku. Diraihnya penisku dan dikocok-kocok dengan tangan kanannya
sedangkan tangan kirinya meremas-remas buah pelirku.
“Akhh.. Mbak.. Enak.. Nikk.. Mat.. terus,” seruku, ketika Mbak Erna
mulai menjilati batang penisku. Dari kepala hingga pangkal penisku
dijilatinya. Mataku merem melek merasakan nikmatnya jilatan Mbak Erna.
Aku semakin merasa nikmat ketika Mbak Erna memasukkan penisku ke
mulutnya yang mungil. Dan mulai mengulum batang penisku. Mbak Erna
memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar masuk dari mulutnya.
Sementara tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku.
“Oohh.. Mbak.. Akuu.. Tak.. Tahan,” teriakku.
Dan kurasakan penisku berkedut-kedut semakin lama semakin cepat. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya diselangkanganku.
“Mbak.. Akuu.. Ke.. Luarr,” teriakku lagi lebih keras. Mbak Erna semakin
cepat memaju mundurkan mulutnya. Dan crott! crott! crott! penisku
memuntahkan sperma yang sangat banyak di mulutnya. Mbak Ernapun
menelannya tanpa ragu-ragu. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun dia
menjilati sisa-sisa spermaku sampai bersih.
“Terimakasih Don, kamu telah memberiku kepuasan,” pujinya sambil
tersenyum. “Sama-sama Mbak, aku juga sangat puas,” sahutku. “Mbak masih
mau lagi kan,” tanyaku. “Mau dong, tapi kita mandi dulu yuk,” ajaknya.
Kemudian kami meraih pakaian masing-masing untuk selanjutnya
bersama-sama pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Sehabis mandi,
masih sama-sama telanjang, kubopong tubuhnya menuju taman disamping
rumah. Aku ingin melaksanakan impianku selama ini, yaitu bersetubuh
ditempat terbuka.
“Don.. Jangan disini sayang, nanti dilihat orang,” protesnya. “Kan nggak ada siapa-siapa di rumah Mbak,” sahutku.
Mbak Ernapun tidak protes lagi, mendengar jawabanku. Sambil berdiri
kupeluk erat tubuhnya. Kulumat bibirnya. Mbak Erna membalas lumatan
bibirku dengan pagutan-pagutan hangat. Cukup lama kami bercumbu,
kemudian aku duduk dikursi taman. Dan kusuruh Mbak Erna berjongkok
dihadapanku. Mbak Erna tahu maksudku. Diraihnya batang penisku yang
masih layu. Dielus-elusnya lembut kemudian dikocok-kocok dengan
tangannya.
Setelah penisku mengeras Mbak Erna menyudahi kocokkannya, dia
mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Lidahnya dijulurkan dan mulai
menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku,
kemudian turun kepangkalnya.
“Oohh.. terus.. Mbak.. Nikmat banget,” desahku. “Isepp.. Mbak.. Isep,” pintaku. Mbak Erna menuruti kemauanku.
Dimasukkannya penisku kemulutnya. Hampir sepertiga batang penisku masuk
ke mulutnya. Sambil tersenyum padaku, dia mulai memaju mundurkan
mulutnya, membuat penisku maju keluar masuk dimulutnya.
“Mbak.. Aku.. Tak.. Tahan,” seruku. Mbak Erna kemudian naik ke
pangkuanku. Vaginanya pas berada diatas selangkanganku. Diraihnya
penisku dan dibimbingnya ke lubang vaginanya. Mbak Erna mulai menurunkan
pantatnya, sedikit demi sedikit batang penisku masuk ke lubang
vaginanya semakin lama semakin dalam. Hingga seluruh batang penisku
masuk ke lubang vaginanya. Sesaat kemudian Mbak Erna mulai menaik
turunkan pantatnya. Sesekali digoyang-goyangkan pantatnya
kekiri-kekanan. Aku tak mau kalah, kusodok-sodokkan pantatku ke atas
seirama dengan goyangan pantatnya.
“Ohh.. Don.. Aku.. Mauu.. Ke.. luarr,” teriaknya setelah hampir tiga
puluh menit menggoyang tubuhku. Dan kurasakan otot-otot vaginanya
menegang. Tangannya mencengkeram dadaku dengan keras. Sesaat kemudian
kurasakan cairan hangat merembes dilubang vaginanya.
“Aku tak ingin mengecewakanmu Don,” katanya sambil tersenyum. Dia
menarik penisku keluar dari lubang vaginanya, kemudian memasukkannya ke
lubang anusnya. Mbak Erna rupanya tahu kesenanganku. Meski agak susah,
akhirnya bisa juga seluruh batang penisku masuk ke lubang anusnya.
Perlahan tapi pasti Mbak Erna mulai menaik turunkan pantatnya. Membuatku
merasakan nikmat yang tiada taranya.
Cukup lama Mbak Erna menggoyang-goyangkan pantatnya, kemudian kami
berganti posisi. Kusuruh dia menungging, membelakangiku dengan tangan
bertumpu pada kursi taman. Kugenggam penisku dan kuarahkan tepat ke
lubang anusnya. Kudorong sedikit demi sedikit, sampai seluruhnya amblas
tertelan lubang anusnya. Lalu kudorong pantatku maju mundur. Kurasakan
nikmatnya lubang anus Mbak Erna. Sambil kucucuk-cucuk lubang vaginanya
dengan jari-jariku. Membuat nafsu birahi Mbak Erna bangkit lagi. Mbak
Erna mengimbangi gerakkanku dengan mendorong-dorong pantatnya seirama
gerakkan pantatku.
Aku semakin mempercepat gerakkan pantatku, ketika kurasakan akan
mencapai orgasme. Demikian juga jari-jariku semakin cepat mencucuk
vaginanya.
“Mbak.. Mbak.. Akuu.. Mau.. Keluar,” seruku. “Akuu.. Juga.. Don,” sahutnya.
Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, kami mencapai orgasme. Kutarik
penisku dari lubang anusnya, dan kutumpahkan spermaku dipunggungnya.
Mbak Erna kemudian membalikkan badannya dan berdiri, sambil memintaku
duduk kursi taman. Didekatkannya selangkangannya kewajahku. Ditariknya
rambutku dan dibenamkannya kepalaku keselangkangannya. Dan akupun mulai
menjilati vaginanya sambil duduk. Kuhisap dan kusedot-sedot cairan
hangat yang keluar dari lubang vaginanya. Mbak Erna sangat puas dengan
perlakuanku.
Hari itu kami melakukan persetubuhan sampai puas, dengan berbagai macam
gaya. Sungguh luar biasa Mbak Erna, meskipun tinggal dikampung. Tapi
dalam soal bersetubuh dia tak kalah dengan orang kota. Memang sungguh
nikmat istri Mas Iwan. Vagina dan lubang anusnya sama nikmatnya.
Membuatku ketagihan menyetubuhinya.
Tak terasa sudah satu bulan aku berlibur dikampung Mas Iwan. Malam-malam yang kulewati bersama Mbak Erna dan Tante
Sari membuat waktu satu bulan terasa cepat sekali. Sudah saatnya aku
kembali kekotaku, karena tiga hari lagi aku harus ke sekolah.
Saat berangkat dari kampung Mas Iwan, aku tidak sendirian. Ada Vivi, anak kandung Tante Sari menemaniku. Gadis cantik berkulit putih dan bertubuh langsing ini, baru tamat SMP dan akan melanjutkan SMU di kota. Tante sari meminta tolong padaku agar mengantarkan Vivi, mencari rumah kost di dekat sekolah.
Dengan menempuh dua jam perjalanan, sampailah kami di kota. Dan setelah
berpuar-putar cukup lama, akhirnya kudapatkan rumah kost untuk Vivi.
Pemilik rumah adalah seorang janda cantik berusia sekitar 32 tahun, namanya Yeni. Setelah memberikan kunci kamar pada Vivi, Tante Yeni meninggalkan kami berdua.
Sehabis membantu Vivi mengangkat barang-barangnya ke dalam kamar, aku
merasa haus. Kusuruh Vivi ke warung untuk membeli minuman. Sambil duduk
menunggu kedatangan Vivi, iseng-iseng kunyalakan VCD. Ngawur aja kusetel
salah satu film. Aku terkejut, ternyata isinya film porno.
Adegan-adegan difilm
itu, membangkitkan nafsu birahiku. Kurasakan batang penisku mengeras
dan berdiri tegak di balik celanaku. Kuturunkan celanaku, dan
kukeluarkan batang penisku. Kuelus-elus dan kukocok-kocok batang
penisku. Saking asiknya aku mengocok-ngocok batang penisku, sampai
kedatangan Vivi tak kurasakan.
“Mas, Doni lagi ngapain,” suara Vivi mengejutkanku. “Akh, nggak
ngapa-ngapain,” sahutku. “Itu apa?” tanyanya lagi sambil memandangi
celanaku.
Astaga! Aku lupa menaikkan celanaku. Sehingga Vivi dengan jelas melihat
penisku yang sedang berdiri tegak. Merasa sudah kepalang basah,
kulanjutkan saja mengocok penisku.
“Kamu bisa membantuku Vi?,” tanyaku. “Bantu apa Mas?,” katanya balik bertanya. “Kocokkin penisku Vi,” pintaku.
Vivi menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kutarik tangannya dan
kuletakkan diatas penisku. Vivi yang juga sudah terangsang akibat ikut
nonton film
porno, menggenggam batang penisku. Dengan lembut dia mengelus-elus dari
kepala sampai kepangkal penisku. Aku merasa seperti melayang.
Aku melepaskan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Vivi yang sedang
mengocok penisku. Kutarik kaosnya dan kususupkan tanganku kebalik BHnya.
Kuraba-raba buah dadanya. Perlahan-lahan buah dadanya mengeras. Cukup
lama aku meraba-raba buah dadanya, kemudian kutarik Bhnya hingga
terlepas. Setelah terlepas, terlihatlah buah dadanya yang padat dan
mengeras. Aku melanjutkan lagi meremas-remas buah dadanya. Vivi
mendesah-desah merasakan nikmat, tangannya semakin cepat mengocok
penisku.
Sekitar lima belas menit berlalu kami berganti posisi. Sambil menarik
rok mininya, kodorong tubuhnya hingga terlentang diranjang. Hanya celana
dalamnya saja yang melekat menutupi selangkangannya. Kutindih tubuhnya
dari atas lalu kukecup bibirnya, kujulurkan lidahku mengisi rongga
mulutnya yang terbuka. Vivi menyambutnya dengan hisapan yang tak kalah
hebatnya.
Setelah cukup lama berpagutan, kuputar tubuhku. Membentuk posisi 69.
Selangkanganku berada diatas wajahnya, sedangkan selangkangannya berada
dibawah wajahku. Kujulurkan lidahku menjilati bagian bawah perutnya,
sambil tanganku melepas celana dalam Vivi. Vivi mengangkat pantatnya
memudahkan aku melepaskan celana dalamnya dan meleparkannya ke lantai
kamar. Lidahku bergerak turun menyapu bibir vaginanya yang ditumbuhi
bulu-bulu tipis.
“Ohh.. Mas don.. Enakk,” desahnya ketika aku mulai menjilati vaginanya
yang basah, membuatku semakin bersemangat menjilati vaginanya.
Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya yang sebesar biji kacang.
Saat aku menjilati lubang vaginanya, Vivi juga sedang asyik menjilati
penisku. Sambil tangan kirinya mengocok-ngocok pangkal penisku sedangkan
tangan kanannya mengelus-elus buah pelirku dengan lembut. Sesaat
kemudian Vivi memasukkan penisku ke mulutnya. Hampir seluruh batang
penisku masuk ke mulutnya. Kudorong pantatku ke atas dan ke bawah,
sehingga penisku keluar masuk dimulutnya.
Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu. Aku bangkit dan berdiri
dilantai kamar. Kutarik tubuhnya, hingga pantatnya berada ditepi
ranjang. Kedua pahanya kubuka lebar-lebar. Kuarahkan penisku tepat ke
lubang vaginanya.
“Ja.. Jangan.. Mas, aku masih perawan,” katanya.
Aku tak memperdulikan kata-katanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala
penisku menyeruak masuk. Vivi berteriak lebih keras ketika aku
mendorong lebih keras dan penisku menembus selaput daranya. Akupun lebih
bersemangat mendorong pantatku dan amblaslah seluruh batang penisku ke
lubang vaginanya yang sangat sempit. Penisku serasa dijepit sempitnya
lubang vaginanya. Beberapa detik kubiarkan penisku di dalam vaginanya.
Kupandangi wajahnya yang meringis menahan sakit. Dengan perlahan-lahan
kuangkat pantatku lalu kuturunkan lagi. Membuat penisku keluar masuk
dilubang vaginanya. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Beginikah
rasanya menyetubuhi seorang perawan.
“Ohh.. Mas.. Enakk,” desahnya yang mulai merasakan
Nikmatnya disetubuhi. Pantatnya digerakkan naik turun seirama gerakkan
pantatku. Rasa sakitnya telah hilang berganti dengan rasa nikmat.
Sekitar tiga puluh menit berlalu, kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan
otot-otot vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram seprei dengan
keras.
“Ohh.. Mas.. Akuu.. Mauu,” desahnya terputus. “Mau keluar sayang,”
sahutku. Vivi mengangguk sambil tersenyum. “Aku juga Vi,” imbuhku.
Semakin cepat kudorong-dorong pantatku. “A.. Akuu.. Ke.. Luarr,”
teriaknya lantang.
Kurasakan cairan hangat merembes didinding vaginanya. Sedetik kemudian
kurasakan penisku berkedut-kedut. Dan Crott! crott! crott! Kutumpahkan
sperma yang sangat banyak dilubang vaginanya. Dan tubuhku ambruk
menindih tubuhnya.
“Kamu menyesal Vi,” tanyaku sambil tersenyum puas, karena baru kali ini
aku menyetuBHi seorang perawan. “Nggak Mas, semua sudah terjadi,”
sahutnya. “Kamu mau lagi khan,” godaku. Vivi tersenyum padaku, senyum
penuh arti.
Kira-kira satu jam kami tertidur. Akupun terbangun dan bergegas ke kamar
mandi membersihkan badan. Mengingat kejadian tadi, bersetubuh dengan
Vivi, membuat nafsu birahiku bangkit lagi. penisku yang tadi telah layu,
kini tegang dan mengeras. Setelah mengelap tubuhku dengan handuk akupun
bergegas ke kamar, dimana Vivi sedang tertidur pulas. Dan ia terbangun
ketika aku lagi asyik menjilati lubang vaginanya.
“Oh.. Mas.. Apa yang kamu lakukan,” tanyanya. “Aku pingin setubuhi kamu lagi sayang,” sahutku sambil tersenyum.
Vivi membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga aku lebih leluasa
menjilati vaginanya. Beberapa menit berlalu kusuruh dia menungging. Aku
mengambil posisi dibelakangnya. Dari belakang, aku menjilati lubang
anusnya, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya.
Setelah kurasa cukup, kuarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan aku
mulai mendorong maju pantatku. Sedikit demi sedikit penisku masuk ke
lubang vaginanya. Semakin lama semakin dalam penisku memasukinya, sampai
seluruhnya amblas, tertelan lubang vaginanya. Akupun mendorong pantatku
maju mundur, membuat penisku keluar masuk dari lubang vaginanya.
“Ohh.. Nikk.. Matt.. Mas.. Enakk,” jeritnya tertahan. Sekitar tiga puluh
menit berlalu, kutarik penisku dari lubang vaginanya hingga terlepas.
Kemudian kugenggam penisku dan kuarahkan ke lubang anusnya.
“Jangan, Mass sakitt, ja.. “jeritnya sambil meringis. Belum habis dia bicara,
kudorong pantatku dengan keras. Dan Bless! Seluruh batang penisku masuk
ke lubang anusnya. Kukocok lubang anusnya dengan irama pelan semakin
lama semakin cepat, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Dan
Vivipun merasakan sensasi yang luar biasa dikedua lubangnya.
Jeritan-jeritannya berganti dengan desahan-desahan nikmat penuh nafsu.
Aku semakin bersemangat mendorong-dorong pantatku, ketika kurasakan akan
mencapai orgasme. Sepuluh menit kemudian penisku menyemburkan sperma
didalam anusnya. Dan tak lama berselang Vivi menyusul, tubuhnya
mengejang hebat. Kemudian Vivi terkulai lemas dan tertidur.
Aku kemudian berdiri dan mengenakan celanaku. Saat aku akan mengambil
handuk ke dalam almari, tanpa sengaja aku menoleh keluar jendela.
Samar-samar aku melihat sesosok bayangan wanita yang sedang berdiri
dibalik jendela kamar. Rupanya orang itu sedang mengitip aku dan Vivi
yang sedang bersetubuh dari balik korden yang lupa aku tutup.
Saat aku keluar mencarinya, wanita itu bergegas pergi. Aku membuntuti
wanita itu. Melihat potongan tubuhnya dari belakang aku yakin kalau
wanita itu adalah Tante Yeni, ibu kostnya Vivi. Dan aku keyakinanku semakin kuat, saat wanita itu masuk kekamar tidur Tante Yeni dan langsung menutup pintu. Aku berjalan mendekat dan berdiri di depan pintu kamarnya.
Aku mengintip dari lubang kunci. Dan memang benar, wanita yang tadi mengintipku adalah Tante Yeni. Sampai didalam kamar Tante Yeni melepaskan seluruh pakaiannya. Aku terkesima melihat tubuh Tante Yeni yang putih mulus dan sexy,
meski sudah berumur sebaya ibuku. Membuat jantungku berdetak kencang.
Nafsu birahiku yang baru saja tersalurkan bersama Vivi, perlahan-lahan
bangkit lagi.
Pemandangan selanjutnya lebih seru lagi. Tante Yeni merebahkan tubuhnya diatas ranjang dengan kedua kaki terbuka lebar-lebar, memperlihatkan indahnya bentuk vaginanya. Tante
Yeni meremas-remas buah dadanya sendiri dengan tangan kirinya. Perlahan
buah dadanya mulai mengeras. Sedangkan tangan kanannya meraba-raba
selangkangannya. Desahan-desahan nikmat keluar dari bibirnya, membuatku
semakin tak tahan. Batang kemaluanku sudah berdiri tegak.
Dengan sangat hati-hati, aku membuka pintu kamarnya. Dan ternyata tidak
terkunci. Sambil melepaskan celanaku, aku berjalan mengendap-endap
mendekatinya. Tante Yeni yang sedang asyik meraba-raba tubuhnya sendiri, tidak tahu kalau aku masuk ke kamarnya.
Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menindihnya. Tante
Yeni sangat terkejut melihat kehadiranku. Aku segera menyumpal mulutnya
yang sedang Terbuka saat dia hendak berteriak dengan mulutku. Dan aku
langsung melumatnya. Tante Yeni yang sedang dirasuki nafsu birahi, membalas lumatanku dengan pagutan-pagutan yang tak kalah hebatnya.
Cukup lama aku melumat bibirnya, kemudian aku menjilati lehernya, terus
turun ke buah dadanya yang sudah mengeras. Kedua buah dadanya aku jilati
secara
bergantian, membuat desahannya semakin keras. Aku menyudahi jilatanku
pada kedua buah dadanya, kemudia aku berlutut ditepi ranjang, diantara
kedua kakinya. Tanganku yang nakal mulai meraba-raba bibir vaginanya
yang dicukur bersih.
Tanpa berfikir lama, aku menjulurkan lidahku, menjilati, menghisap dan sesekali kumasukkan lidahku ke lubang vagina Tante Yeni dan lidahku menari-nari di dalam lubang vaginanya. Tante
Yeni mengangkat-angkat pantatnya, menyambut jilatanku.
Rintihan-rintihan kecil keluar dari mulutnya setiap kali lidahku
menghujam lubang vaginanya. Disaat dia sedang menikmati jilatanku, aku
memasukkan jari-jariku ke dalam lubang vaginanya. Sambil sesekali aku
menjilati lubang anusnya. Tante Yeni sangat menikmati perlakuanku, dia menekan kepalaku dan membenamkannya diselangkangannya.
Sepuluh menit berlalu, aku menyudahi jilatanku. Aku kemudian berdiri,
sambil menarik pinggulnya ketepi ranjang, kedua kakinya kubuka
lebar-lebar. Tanpa membuang waktu lagi, batang kemaluanku yang sudah
tegang dari tadi langsung kuhujamkan ke lubang vaginanya. Tante
Yeni menjerit saat batang kemaluanku yang besar dan panjang menerobos
masuk ke lubang vaginanya. Aku merasakan jepitan bibir vaginanya yang
begitu seret. Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Tante
Yeni sangat menikmati setiap gerakkan pantatku, dia menggeliat dan
mendesah disetiap gerakan kemaluanku keluar masuk dari lubang vaginanya.
Aku semakin mempercepat memaju mundurkan pantatku saat Tante Yeni memperlihatkan tanda-tanda orang yang mau orgasme.
“Ohh.., Don.., akuu.., mau.., keluarr,” jeritnya cukup keras. Tante
Yeni menggelinjang hebat, kedua pahanya menjepit pinggangku. Rintihan
panjang keluar dari mulutnya saat klitorisnya memuntahkan cairan
kenikmatan. Aku merasakan cairan hangat yang meleleh disepanjang batang
kemaluanku. Aku membiarkan Tante Yeni beristirahat sambil menikmati orgasmenya. Setelah Tante Yeni berhasil menguasai dirinya, tanpa membuang waktu lagi aku membalikkan tubuhnya dalam posisi menungging.
Lalu aku menciumi pantatnya. Tante
Yeni mengeliat menahan geli saat lidahku menelusuri vagina dan anusnya.
Kemudian aku meludahi lubang anusnya beberapa kali. Setelah kurasakan
daerah itu benar-benar licin, aku membimbing batang kemaluanku dengan
tangan kiriku sementara tangan kananku membuka lubang anusnya. Tante tak bereaksi apa-apa dan membiarkan saja apa yang kulakukan. Perlahan kudorong pantatku. Tante
Yeni merintih sambil menggigit bibirnya menahan rasa perih akibat
tusukan kemaluanku pada lubang anusnya yang sempit. Setelah beberapa
kali mendorong dan menarik akhirnya seluruh batang kemaluanku masuk ke
lubang anusnya.
Sambil menikmati jepitan lubang anusnya, aku mendiamkan sebentar batang kemaluanku disana untuk beradaptasi. Tante
Yeni menjerit saat aku mulai menghujamkan kemaluanku. Tubuhnya
terhentak-hentak ketika sodokkanku bertambah kencang dan kasar. Sambil
terus meningkatkan irama sodokkan, tanganku dengan kasar mencucuk-cucuk
lubang vaginanya. Akibat menahan sensasi nikmat ditengah-tengah rasa
ngilu dan perih pada kedua lubang bawah tubuhnya, Tante
Yeni sampai menangis. Setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke lubang
anusnya, dia mengaduh namun dia tak mau aku menyudahinya. Sampai
akhirnya kurasakan suatu perasaan yang sangat nikmat mengaliri sekujur
tubuhku.
Aku mengerang panjang, saat mengalami orgasme yang pertama. Tanganku
mencengkeram keras pantatnya. Aku menumpahkan seluruh spermaku didalam
lubang anusnya. Tubuhku menegang beberapa saat, kemudian terkulai lemas.
Tak lama kemudian Tante
Yeni menyusul, dia mengeram sambil tangannya mencengkeram bantal
kuat-kuat. Cairan hangat dan kental meleleh dari lubang vaginanya.
Dengan nafas yang masih memburu dan tubuh yang masih lemas, Tante Yeni bangkit kemudian duduk ditepi ranjang. Dia meraih batang kemaluanku lalu memasukkan ke mulutnya. Tante Yeni menjilati sisa-sisa sperma yang masih blepotan dibatang kemaluanku sampai bersih tanpa tersisa setetespun. Tante Yeni tersenyum puas merasakan nikmat yang sudah cukup lama tidak dirasakannya, sejak dia bercerai dengan suaminya.
Tanpa malu-malu dia meminta aku agar menyutubuhinya lagi. Aku menuruti
permintaannya, kami bersetubuh sampai pagi. Sampai kami benar-benar
kelelahan. Pagi-pagi sekali aku meninggalkan Tante
Yeni yang masih tidur tanpa busana dan masuk kekamar Vivi. Dimana Vivi
juga sedang tidur pulas. Aku mengenakan seluruh pakaianku, kemudian
pergi tanpa pamit. Meninggalkan kenangan-kenangan nikmat untuk mereka
berdua. Sekali waktu aku mengunjungi Tante Yeni dan Vivi untuk menikmati lagi tubuh mereka.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar