Kamis, 09 Februari 2012

Kunci Mengatur Pola Makan




Mengidentifikasi Rasa Kenyang
Makan secukupnya adalah salah satu faktor sukses dalam mengatur pola makan. Makan secukupnya dalam hal ini tidak saja berhubungan dengan jumlah yang dimakan sesuai dengan perhitungan kalori yang tepat, tetapi juga berhubungan dengan tingkat kekenyangan yang dirasakan “pas” setiap kali makan.

Perasaan kenyang yang “pas” adalah suatu indikator yang perlu diasah agar sesuai dengan kalori yang telah ditetapkan. Apabila perasaan kenyang tersebut lebih cepat tercapai sebelum kalori minimum yang diperlukan, maka ada kemungkinan terjadinya malnutrisi (kekurangan gizi) saat menjalankan diet. Namun apabila perasaan kenyang tersebut tidak tercapai saat kalori minimum yang diperlukan telah dicapai, maka perlu terjadinya penyesuaian agar tidak mempengaruhi keinginan makan di luar jadwal yang telah ditentukan.

Makan Lebih Sering Dan Kendalikan Insulin
Cukup berlawanan dengan paham yang beredar selama ini, makan lebih sering adalah kunci yang sangat efektif untuk mengendalikan kalori yang masuk. Dengan memiliki frekuensi makan yang lebih tinggi, pengendalian kalori pun bisa dibagi berdasarkan total kalori yang ditetapkan dengan frekuensi yang ditentukan. Apalagi kalau ternyata kalori yang ditetapkan itu berorientasi pada fat-loss di mana kalori yang ditetapkan lebih terbatas dan potensi rasa lapar yang mungkin menyerang.

Strategi ini juga berhubungan dengan kestabilan gula darah sebagai salah satu indikator nafsu makan. Gula darah yang stabil terbukti memberikan kendali nafsu makan yang lebih baik daripada gula darah yang berfluktuasi (naik-turun) secara dinamis. Makan lebih jarang menyebabkan gula darah berfluktuasi, dan membuat pengendalian rasa lapar menjadi lebih sulit. Sementara makan lebih sering membantu menstabilkan kadar gula dalam darah dan membuat pengendalian nafsu makan lebih mudah.


Lonjakan gula darah yang lebih tinggi (pada frekuensi makan yang lebih jarang) juga telah terbukti melalui penelitian meningkatkan kecenderungan tubuh menyimpan lemak. Saat gula darah meningkat tajam, insulin yang diproduksi oleh tubuh juga cenderung lebih banyak. Insulin adalah hormon yang menginstruksikan tubuh untuk menyimpan cadangan energi dengan membentuk sel-sel lemak baru.

Sementara itu, penurunan gula darah yang lebih drastis (pada frekuensi makan yang lebih jarang) juga ternyata memberikan tendensi yang lebih besar untuk memicu nafsu makan yang sulit untuk dikendalikan.

Satu lagi keuntungan yang bisa diberikan oleh frekuensi makan yang lebih sering tapi sedikit adalah suplai nutrisi yang lebih konstan sepanjang hari, sehingga tubuh lebih bisa menyerapnya dengan lebih baik bila dibandingkan dengan frekuensi makan yang lebih jarang tapi banyak.

Sarapan
Sarapan adalah meal terpenting. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang konsisten sarapan adalah orang yang paling sedikit kemungkinan mengalami makan banyak pada malam hari atau yang lebih sering dikenal dengan night-eating syndrome.

Selain itu, sarapan juga mencegah tubuh mengalami katabolisme, suatu keadan di mana tubuh mengorbankan (baca: memakan) ototnya sendiri untuk bertahan hidup. Pada malam hari, kita tidur selama 6-8 jam, dan dalam kondisi tersebut tubuh tidak mendapatkan nutrisi-nutrisi sekonstan pada pagi dan siang hari. Oleh karena itu pada pagi hari, asupan nutrisi yang cukup dan berkualitas adalah hal yang sangat penting untuk memberikan kalori (energi) untuk menghadapi aktivitas sepanjang hari. Namun apabila hal ini dibiarkan berlanjut hingga saatnya makan siang, hal ini telah berarti pula penurunan metabolisme melalui 2 cara:
  • Penyusutan otot: karena otot adalah satu-satunya sumber dalam tubuh yang bisa diolah menjadi gula, terutama pada saat kelaparan. Bukan lemak.
  • Mekanisme bertahan hidup (survival mode):

Penuhi Kebutuhan Protein
Pengertian dari strategi ini adalah karena lebih banyak manusia yang tidak memenuhi kebutuhan harian proteinnya dibandingkan dengan pemenuhan karbohidrat dan lemak. Dalam arti kata lain, lebih mudah memenuhi kebutuhan karbohidrat dan lemak daripada memenuhi kebutuhan protein.Tetapi daripada membahas mengapa demikian, lebih baik difokuskan mengenai fungsi dan manfaat protein yang akan menempatkannya dalam daftar prioritas nutrisi yang sebagaimana mestinya.

Pertama-tama, protein adalah zat pembangun. Zat pembangun boleh diartikan secara harafiah sebagai “bahan baku” untuk jaringan-jaringan protein tubuh. Jaringan-jaringan protein tubuh terdiri dari otot, kulit, kuku, dan rambut. Tidak terpenuhinya asupan protein harian tentunya akan mempengaruhi kesehatan atau ketahanan hidup dari berbagai jaringan protein tersebut. Itulah sebabnya kekurangan asupan protein telah diasosiasikan secara langsung maupun tidak dengan beberapa kondisi sebagai berikut:
  • Katabolisme
  • Kulit mudah keriput
  • Kuku yang tidak kuat
  • Rambut yang mudah rontok dan tidak sehat


Ke-dua, protein adalah katalis terbentuknya hormon-hormon penting dalam tubuh seperti hormon pertumbuhan (growth hormone) serta testosteron. Kedua jenis hormon ini meregulasi tingkat laju pertumbuhan otot, pembakaran lemak, serta laju penuaan seseorang. Semakin optimal-normal kadar kedua jenis hormon ini, semakin lambat pula laju penuaan serta semakin efisien tubuh dalam membangun otot dan membakar lemak.

Ke-tiga, protein memberikan rasa kenyang yang lebih lama. Jalur mekanisme protein memberi rasa kenyang yang lebih lama adalah melalui:
  • Pengosongan lambung yang lebih lambat daripada pengosongan lambung saat mengkonsumsi karbohidrat maupun lemak.
  • Beberapa asam amino yang disuplai dari protein yang dimakan, baik yang esensial (yang harus didapat dari luar) ataupun yang non-essensial (yang bisa diproduksi sendiri oleh tubuh) beberapa diantaranya mempengaruhi beberapa hormon pengendali nafsu makan dalam tubuh seperti CCK (cholecystokinine) dan ghrelin. CCK adalah hormon yang mengirimkan isyarat ke otak bahwa tubuh masih merasakan kenyang, sehingga menghambat otak untuk segera meminta makanan secara membabi-buta.
Kebutuhan protein harian per orang adalah lebih kurang 1-1,5 gram per kilogram berat badan. Untuk mereka yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih  tinggi (aktif berolahraga 3 atau 4 kali per minggu atau lebih), maka kebutuhan protein harian bisa mencapai 2-2,2 gram per kilogram berat badan.

Serat
Serat yang banyak didapatkan dari sayuran dan buah-buahan (terutama sayuran) adalah jenis nutrisi yang memiliki nilai kalori rendah (karena termasuk dalam kategori karbohidrat), tetapi ada beberapa di antaranya (terutama serat tak larut seperti dari sayuran) tidak akan terserat ke dalam tubuh (berarti terbuang melalui feces).

Serat juga memiliki karakter yang mengembang apabila mengalami kontak dengan air, membentuk konsistensi seperti jelly. Serat yang masuk ke dalam tubuh akan membentuk seperti bongkahan jelly yang sulit dicerna sehingga memperlambat pengosongan dalam lambung. Hal ini juga berarti perasaan kenyang yang lebih lama sehingga kendali nafsu makan juga menjadi lebih baik.

Selain itu, konsumsi serat tidak menyebabkan fluktuasi gula darah dan insulin yang drastis sehingga mencegah hormon penyimpan lemak (insulin) untuk diproduksi banyak oleh tubuh. Dengan demikian, orang yang rajin mengkonsumsi serat sebagai prioritas karbohidratnya juga akan jarang mengalami crash atau drop gula darah dan insulin yang drastis pula. Drop insulin biasanya menyebabkan orang cepat lapar kembali, lemas dan mudah mengantuk.

Tambahan manfaat lainnya adalah serat memiliki tendensi untuk menyerap cairan, baik air maupun lemak. Maka orang yang memenuhi kebutuhan seratnya (lebih kurang 25-30 gram per hari untuk orang dewasa) lebih mungkin menyerap sebagian lemak dari makanannya untuk pembuangan daripada ke dalam tubuh.

Bonus manfaat lain dari konsumsi serat yang cukup adalah terjaganya kesehatan sistem pencernaan. Serat memungkinkan bakteri baik (flora usus) untuk berkembang sehingga memiliki kemampuan untuk menetralisir bakteri-bakteri kotoran yang merugikan kesehatan. Konsumsi serat yang cukup juga membantu menjaga kebersihan dinding dalam usus, sehingga mencegah penimbunan kerak-kerak atau sedimen kotoran pada rongga-rongga usus yang akan menyebabkan pengecilan saluran usus, serta menghambat proses penyerapan nutrisi yang terjadi dari dinding dalam ke dinding luar usus. Ada pula teori yang mengatakan ,selain menghambat penyerapan nutrisi kerak-kerak yang tertimbun mengandung racun yang justru akan terserap pada dinding luar usus sehingga meningkatkan kadar oksidasi di dalam tubuh yang berpotensi meningkatkan risiko kanker pada usus.

Willpower
Willpower boleh diartikan sebagai kesungguhan hati dalam menjalankan pola makan yang lebih baik. Memang harus diakui, proses menuju fisik yang lebih baik (dalam hal ini kadar lemak yang lebih rendah melalui optimalisasi komposisi otot dan metabolisme tubuh) bukanlah sesuatu yang mudah bagi yang memulainya.

Mempercayai bahwa manusia adalah mahkluk yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, maka apa yang dirasakan sulit pada 1-2-3 minggu pertama lambat laun akan berubah menjadi kebiasaan. Dan saat practice telah menjadi habit, maka hasil yang baik pasti akan datang dengan sendirinya. Ibarat untuk rajin belajar itu sulit, tetapi apabila dipaksakan hingga menjadi suatu kebiasaan, maka pintar itu akan datang dengan sendirinya.

Konon, dibutuhkan waktu 21 hari untuk beralih ke kebiasaan baru. Ibarat ingin mengembalikan bola yang menggelinding dari atas, maka harus ada proses untuk menghentikan gelinding bola tersebut sebelum dikeluarkan tenaga untuk menolaknya kembali ke atas. Maka pengalihan pola makan dari yang kurang baik menjadi yang baik juga dipastikan akan mengalami siklus yang sama.

Fisik yang semakin baik adalah hasil dari kebiasaan baik yang dilakukan semakin lama. Kesadaran terhadap hal ini juga memberikan nilai plus bagi karakter orang yang semakin lama memiliki bentuk fisik yang selaras dengan tingkat kesehatannya. Demikian juga sebaliknya, semakin lama seseorang memiliki fisik yang buruk merupakan cerminan karakter orang tersebut yang berarti telah lama pula tidak menjalankan pola hidup yang baik. Ibarat pusaran, yang baik akan menjadi lebih baik, yang tidak baik akan menjadi lebih tidak baik.

Semakin seseorang menyadari dan menginginkan kenikmatan memiliki fisik yang bugar dan sehat, semakin jelas tujuannya, maka akan semakin keras juga perjuangan yang dilakukan untuk mencapainya. Semakin seseorang menyadari bahwa kenikmatan memiliki fisik sehat dan bugar jauh lebih nikmat daripada makanan yang merusak kesehatan dan kebugaran fisik, maka semakin mudah proses “perjuangan” pengendalian kalori yang masuk.

Mulailah Secara Bertahap
Salah satu kesalahan yang sangat umum juga dialami oleh seorang pemula adalah melakukan perubahan secara drastis. Hal ini biasanya didasari pada keinginan untuk mencapai hasil yang besar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Keinginan atau ambisi yang besar ini terkadang bisa muncul dikarenakan hasil yang didapatkan selama menjadi pemula cukup signifikan dan ingin dilanjutkan, bisa pula muncul karena adanya urgensi yang kuat dari dalam diri untuk segera “keluar” dari tubuh yang “lama” misalnya: adanya kondisi penyakit tertentu (kolesterol tinggi atau diabetes), atau memang sekedar tabiat dasar manusia yang berpegang pada prinsip investasi dasar (ingin untung sebesar-besarnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dan yang lebih parah lagi dengan upaya yang seminim-minimnya).

Perubahan yang drastis akan menyebabkan tekanan mental, meskipun tidak sampai pada tingkat psikologis trauma, tetapi hampir dipastikan akan memberikan efek jera untuk menjalankan kebiasaan baru tersebut lebih lama atau bahkan mengulanginya.

Memulai atau menjalankan segala sesuatu dengan lebih bertahap tentunya akan memperbesar peluang menuju konsistensi, tak terkecuali dengan diet (pengaturan pola makan). Mencatat gol-gol jangka pendek akan membuat perjuangan lebih bermakna, karena selalu terisi dengan pencapaian-pencapaian kecil namun berarti yang akan membawakan diri lebih dekat pada tujuan. Konsistensi menjadi prioritas dan kata kunci. Semakin lama diet baik bisa dilakukan, semakin besar pula peluang untuk bisa melakukannya semakin lama, dalam kata lain, diet yang baik lebih memungkinkan kita untuk berumur panjang, sehingga bisa melakukan diet yang baik tersebut lebih lama lagi.

Meskipun ada pepatah yang mengatakan “Upaya besar, hasilpun besar” tetapi dalam hal pengendalian pola makan, bisa ditambahkan pula agar menjalankan prinsip “Upaya pintar, hasilpun besar” terlebih dahulu. Dan upaya lebih pintar dimulai dari merancang perubahan yang lebih bertahap.

Cobalah Pilih Alternatif Yang Lebih “Sehat”
Kemajuan teknologi pangan telah memungkinkan beberapa versi rendah kalori dari berbagai jenis makanan yang disukai orang banyak. Beragam produk yang sudah memiliki versi rendah kalori adalah susu, keju, yoghurt, hingga ke kripik, dan jus buah yang biasanya diberi tanda atau tulisan: Low-Fat / Reduced-Fat / 99% Fat-Free / Low Sodium / No Added MSG / Reduced Salt / Reduced Sugar / Less Sugar / Low Carb / Less Carb / dan masih banyak lagi.

Varian yang lebih “sehat” ini pada dasarnya bisa menjadi alternatif yang sangat baik dalam masa transisi sesuai dengan proses yang bertahap (yang dijelaskan di atas). Setidaknya dengan varian-varian tersebut, beberapa orang yang baru memulai pola diet baru tidak harus meninggalkan seluruh makanan kesukaannya secara tiba-tiba dan bersamaan. Setidaknya masih ada beberapa varian makanan yang memberikan konsolasi bagi mereka yang mulai “rindu” dengan makanan favoritnya saat baru memulai pola makan yang baru.
   
Namun yang perlu diperhatikan adalah varian yang lebih “sehat” tersebut tetap memiliki nilai kalori yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan beberapa jenis makanan alamiah yang diolah sendiri secara berhati-hati.Ada pula kecenderungan untuk mengkonsumsi produk-produk tersebut lebih banyak dengan alasan nilai “kesehatan”-nya yang lebih tinggi atau nilai kalorinya yang lebih rendah daripada versi aslinya. Hal ini diibaratkan apabila seseorang memiliki mobil yang 2 kali lebih irit, ia bisa mengemudi lebih ugal-ugalan untuk mendapatkan rasio efisiensi bahan bakar yang sama. Tentunya konsumsi produk-produk yang lebih “sehat” ini perlu disikapi dengan bijaksana. Bahwa keberadaan mereka adalah untuk memudahkan proses awal dari perubahan pola makan lama ke pola makan yang baru, yang nantinya peran varian tersebut juga bisa digunakan untuk memberi “bumbu” pada saat diet yang dijalani sudah menjadi lebih ketat dan bersih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar