Minggu, 05 Agustus 2012

CERITA HOT-PETUALANGAN DI PULAU





 



Pratiwi tersenyum puas. Dia berdiri di tepi kolam yang cukup
jernih. Setelah menikmati pemandangan sekitar kolam tersebut, dia
meletakkan botol air mineral di tepi kolam dan perlahan melepaskan
pakaiannya. Dimulai dari kaus ketatnya yang berwarna pink, lalu perlahan
diturunkannya celana pendeknya. Kini dia hanya memakai bikininya yang
berwarna putih. Dengan hati-hati dilepaskan bikini bagian atas yang
langsung menampilkan buah dadanya yang ranum dan tegak berukuran 34B.
Puting susunya yang berwarna pink bergoyang-goyang seirama gerakan buah
dadanya. Pratiwi kemudian menunduk, buah dadanya terlihat menggantung.
Tertawa kecil, dilepaskan pula bikini bagian bawahnya. Selangkangannya
yang ditutupi rambut-rambut halus terlihat bersih. Tubuh telanjang gadis
21 tahun tersebut kini menikmati semilir angin. Desir angin terasa
membelai lembut dada bulat sempurna, tanpa lupa membelai pantat
montoknya yang berisi. Setelah merapikan pakaiannya di tepi kolam,
Pratiwi menarik napas panjang dan memasukkan kaki kirinya ke dalam
kolam. Dilanjutkan dengan kaki kanannya. Kini ia duduk di tepi kolam.
Diambilnya air dengan kedua tangannya dan dipercikkan ke tubuhnya.
Butiran air terlihat menuruni lehernya terus ke dadanya yang ranum dan
berlanjut menuju perutnya dan berhenti di rambut-rambut halus
selangkangannya. Setelah memercikkan air beberapa saat, Pratiwi pun
turun ke dalam kolam.


Kolam tersebut ternyata tidak dalam, hanya
sebatas puting susunya saja. Lalu ia menggosok tubuhnya dengan air kolam
yang jernih. Buah dadanya yang tertekan lengan saat membilas terlihat
semakin montok. Tanpa ia sadari sepasang mata memperhatikan kejadian
tersebut. Orang misterius itu pun menelan ludah melihat tubuh sempurna
yang putih mulus tersebut. Tak heran, karena Pratiwi sehari-hari memang
berprofesi sebagai model. Demikian asyiknya Pratiwi membilas tubuhnya
dengan air segar tersebut, dirinya tidak menyadari bahwa orang misterius
itu menukar botol air mineralnya dengan botol lain yang sama.


Pratiwi terus menggosok tubuhnya. Sesekali dia menyelam. Akhirnya dia
menuju ke bagian yang agak dangkal di kolam itu. Dia duduk di atas batu
di dalam kolam tersebut, menikmati kesegaran air kolam tersebut di
sekujur tubuhnya. Buah dadanya yang montok tersembul ke luar permukaan
kolam. Pikirannya teringat kejadian beberapa hari sebelumnya. 2 orang
teman kampusnya mengajaknya menginap di cottage di sebuah pulau. Pulau
tersebut memang tidak berpenghuni. Hanya turis yang sesekali datang ke
sana untuk snorkeling. Begitu pula Pratiwi dan teman-temannya yang
datang ke sana untuk hal yang sama.


Sesampainya di dekat pulau,
melihat laut yang begitu jernih, Pratiwi dan Dini, temannya, langsung
membuka pakaian mereka, menampilkan tubuh indah mereka yang terbalut
bikini, memasang mask dan fin dan langsung melompat ke laut. Tinggal
Ray, teman pria mereka, dan tukang perahu yang terkejut melihat
pemandangan indah tersebut. Puas menikmati keindahan bawah laut, kedua
gadis itu pun naik kembali ke perahu dan mengenakan kembali pakaian
mereka. Perjalanan ke pulau dilanjutkan kembali. Dari tukang perahu,
mereka mengetahui bahwa pulau tersebut cukup luas dan memiliki hutan di
tengah-tengahnya. Setelah menaruh semua barang-barang dan perbekalan di
cottage, Pratiwi sengaja memisahkan diri dari teman-temannya dan
berjalan ke dalam hutan di pulau tersebut hingga sampailah dia di kolam
tersebut. Rasa lengket akibat berenang di laut memaksa Pratiwi membilas
tubuhnya di kolam tersebut.


Dengan badan yang tidak lengket lagi,
Pratiwi naik ke tepi kolam dan duduk di sana sambil menunggu tubuhnya
kering. Tubuh telanjang yang indah tersebut kembali menjadi santapan
mata orang misterius tersebut. Dengan mata tak berkedip, dinikmatinya
buah dada Pratiwi yang bulat ranum tersebut, turun ke perutnya yang
rata, paha Pratiwi yang mulus pun tak luput dari sasaran mata orang
misterius tersebut. Pratiwi menikmati semilir angin mengeringkan
tubuhnya, sambil meminum air mineral dari botolnya. Tak lama kemudian
Pratiwi merasakan hal yang aneh ditubuhnya. Seluruh tubuhnya terasa
lemas. Pandangannya terasa berat. Tak lama kemudian tubuhnya tergeletak
lunglai tak bertenaga. Dia masih merasakan tubuh telanjangnya dibopong
dan diletakkan di bahu seorang pria. Pratiwi berusaha memberontak, tapi
tenaganya seakan hilang. Tangan nakal pria tersebut meraba-raba
pantatnya yang montok sambil membopongnya ke dalam hutan. Setelah


itu Pratiwi tak sadarkan diri.


——————————————————–


Di
cottage, Ray dan Dini masih membereskan barang-barang dan perbekalan.
Setelah selesai membereskan barangnya, Ray pamit untuk mandi.


“Dini, gue mandi dulu ya, badan gue lengket nih kena angin laut.”


“Ya udah sana, gue juga masih belum beres nih barang-barangnya. Biasa cewek barangnya banyak,” sahut Dini.


Ray
pun bergegas ke kamar mandi. Mungkin karena pulau tersebut tidak
berpenghuni, kamar mandinya pun lumayan terbuka. Hanya terdiri dari kayu
yang mengelilingi kamar mandi, dengan sebuah bak air dan WC. Atapnya
terbuka dan tidak memiliki pintu. Sambil mandi, pikiran nakal terbersit
di kepala Ray. “Wah, bisa gue pakai buat ngintip cewek-cewek nanti mandi
nih.” Ray pun tersenyum nakal sambil meneruskan mandinya.


Selesai
mandi, Ray kembali ke cottage dan menemukan hanya Dini di sana. Pratiwi
belum kembali. Lalu ditanyanya Dini. “Pratiwi ke mana ya? Katanya tadi
hanya jalan-jalan sebentar di hutan, kenapa dia belum balik ya?”


“Jangan-jangan dia tersesat di hutan, Ray” kata Dini dengan nada kuatir.


“Ya
udah, gue cari Pratiwi, elo mandi aja dulu. Nanti elo tunggu gue di
sini.” Kata Ray bergegas mengambil peralatan dan masuk ke dalam hutan.


Dini
pun mengangguk dan mengambil pakaian gantinya. Rasa lengket hasil
berenang di laut tadi rupanya mengganggu dirinya juga. Dengan bergegas
Dini menuju kamar mandi.


Sesampainya di kamar mandi, Dini pun
melepaskan kaosnya yang langsung memperlihatkan dadanya yang berukuran
36B yang ditutupi bikini coklat. Rok mininya pun dilepas. Setelah
menggantung kedua benda tersebut, Dini menatap tubuhnya, dia selalu
mengagumi ukuran dadanya yang besar itu. Di luar kamar mandi, sesosok
tubuh misterius mengendap-endap bersembunyi di balik pohon yang
berseberangan dengan pintu kamar mandi. Sambil menerka arah angin,
dinikmatinya pemandangan indah di dalam kamar mandi tersebut.


Dini
perlahan membuka bikini atasnya, menggantungnya, lalu memperhatikan
lagi buah dadanya yang kini tidak ditutupi apa-apa. Puting pink
kecoklatan menambah indah buah dada itu. Dijepitnya kedua buah dadanya
dengan lengannya yang mengakibatkan semakin terlihat montoknya buah dada
tersebut. Kulit putihnya menambah kemolekan gundukan ranum tersebut.
Kemudian dilepasnya bikini bawahnya yang menampilkan selangkangan yang
ditutupi rambut yang cukup lebat. Dini perlahan membasuh tubuhnya. Mulai
dari leher, ke dadanya, cukup lama tangannya bermain di sana.
Dilanjutkan ke perut dan selangkangannya, lalu ke pahanya.


Sosok
misterius tersebut mengendap-endap mendekati kamar mandi dan membakar
segumpal dedaunan kering. Tidak ada api besar, tidak ada asap, hanya bau
aneh yang keluar dari gumpalan daun tersebut yang terbakar menjadi
sekam. Sosok tersebut segera menjauh dari kamar mandi tersebut. Kembali
ke balik pohon menikmati tubuh indah Dini yang sedang mandi.
Selangkangannya terasa meronta melihat tubuh indah tersebut tidak
ditutupi apa-apa. Terlebih saat Dini membungkuk membasuh kakinya yang
memperlihatkan pantat indahnya dan belahan kemaluannya dari belakang.


Dini
yang sedang membasuh tubuhnya mencium bau aneh tersebut. “Ah mungkin
hanya bau hutan saja,” pikirnya dan kembali membasuh tubuhnya tanpa
memperdulikan bau tersebut. Tak lama kemudian, tubuhnya terasa lemas,
kepalanya terasa berat. Tubuh indah tersebut pun jatuh perlahan di kamar
mandi. Dini masih berusaha bangun dan masih sempat melihat sosok hitam
menghampiri tubuhnya. Sosok hitam tersebut tertawa, memaksanya meminum
suatu cairan, lalu membopong tubuh Dini yang telanjang di bahunya dan
membawanya masuk ke dalam hutan.


——————————————————–


Perlahan,
Pratiwi membuka matanya, tubuhnya masih tidak bertenaga. Dicobanya
untuk berbicara, tetapi hanya suara uh uh saja yang keluar dari
mulutnya. Dengan makin jernihnya pikirannya, Pratiwi coba
mengingat-ingat kejadian sebelum dia tidak sadarkan diri. Matanya
melihat disekeliling langit-langit, ah rupanya dia ada di sebuah rumah
gubuk. Disadarinya dirinya berbaring di sebuah dipan kayu. Dilihatnya
tubuhnya, astaga, ternyata dia telanjang. Tak ada sehelai benang pun
menutupi tubuhnya. Pikirannya teringat bahwa dia pingsan sebelum dia
berpakaian kembali. Siapa pria misterius itu? Pikirannya terus melayang.
Dilihatnya ke sebelah kiri. Dini! Dilihatnya Dini tergeletak di samping
tubuhnya. Ya, Dini. Tubuh Dini telanjang juga, terlentang dan buah
dadanya terekspos dengan jelas. Dini kelihatannya belum sadar.


Pratiwi
menutup matanya erat-erat. Ini tidak mungkin terjadi, aku hanya mimpi.
Tapi saat membuka matanya, pemandangan sama yang dihadapinya. Pratiwi
pun menangis, menunggu apa yang terjadi. Tak lama kemudian, dilihatnya
Dini mulai sadar. Dini yang melihat Pratiwi pun sama kagetnya. Menyadari
dirinya telanjang dan tidak berdaya, Dini hanya bisa mengeluarkan suara
uh uh saja. Sama seperti Pratiwi. Mereka hanya berpandangan.


——————————————————–


Ray
yang berjalan di hutan, mencari-cari Pratiwi. Dia berjalan ke sana ke
mari. Tak lama dia pun sudah merasa lelah, tenaganya sudah habis untuk
perjalanan ke pulau dan mencari Pratiwi. Dia pun beristirahat di bawah
pohon besar. Pikirannya kalut. Ray menggosok-gosok kepalanya dan
tiba-tiba BUK! Bagian belakang kepalanya terasa sakit sekali. Dan dia
merasakan ada cairan keluar menuruni lehernya. Darah, lalu semua gelap.


——————————————————–

Menjelang malam, gubuk tersebut semakin gelap. Pratiwi dan Dini hanya
saling berpandangan. Tubuh mereka masih tanpa tenaga. Mata mereka
semakin terbiasa dengan kegelapan. Tak lama terlihat cahaya dari luar.
Cahaya tersebut mendekati pintu gubuk tersebut. Mereka berteriak minta
tolong hanya dengan uh uh uh saja. Saat pintu dibuka, mata mereka serasa
dibutakan oleh cahaya lampu petromak.


Setelah terbiasa dengan
cahaya, mereka melihat orang yang membawa lampu petromak tersebut.
Astaga, ternyata dia adalah bapak tua tukang perahu yang mengantarkan
mereka ke pulau tersebut. Mereka pun berteriak meminta tolong kepadanya.
Lalu mereka menyadari bahwa tubuh mereka telanjang. Pratiwi dan Dini
pun segera diam. Mereka merasa malu tubuh indah mereka terekspos kepada
tukang perahu tersebut.


“Sebentar ya, neng,” kata pak tua
tersebut. Lalu ia keluar dari gubuk tersebut. Tak lama dia kembali
membawa 2 buah petromak. Dia meletakkan satu petromak di ujung atas
dipan dan dua di masing-masing ujung lain dipan.


Lalu pak tua
mendekati mereka. “Maaf ya, neng-neng. Bapak sudah tua, bapak tidak bisa
menahan hasrat bapak melihat neng-neng yang cantik ini. Neng-neng mau
kan bantu bapak?”


Kedua gadis itu berusaha menjerit, tapi hanya uh
uh saja yang keluar dari mulut mereka. Tubuh mereka tidak bisa
digerakkan sama sekali. Pak tua pun mengambil tempat di antara kedua
gadis itu.


Pak tua itu pun melihat tubuh Pratiwi, mengamati dari
rambut, turun ke matanya, bibirnya, leher. Berhenti sebentar di buah
dadanya, melihat bulat dan ranumnya dada Pratiwi yang berukuran 34B itu,
pak tua menelan ludah, lalu pandangannya dilanjutkan ke perut Pratiwi
yang rata dan berhenti lagi di selangkangan. Pak tua menggeser paha
Pratiwi sehingga tampaklah kemaluan Pratiwi. Pratiwi merasa malu sekali
tubuhnya diperiksa oleh pak tua tersebut. Puas mengamati kemaluan
Pratiwi yang berwarna pink itu, pak tua mengelus paha dalam Pratiwi
dengan tangan kirinya. “Halusnya, tubuh neng paling bagus. Nanti bapak
pasti bikin neng puas.”


Pandangan pak tua berganti ke Dini. Sambil
masih terus mengelus paha dalam Pratiwi, dia mengamati Dini. Wajah
cantik Dini diperhatikan dengan benar-benar. Mata Dini yang indah dan
lehernya yang jenjang tidak lepas dari pengamatannya. Dini merasa jijik
dengan pandangan pak tua tersebut. Pandangan pak tua pun berlanjut ke
dada Dini yang berukuran 36B. Dengan penasaran diraihnya buah dada kanan
Dini dan dipijat-pijatnya dengan lembut. Sambil terkadang dimainkan
putingnya. Tangan kirinya masih terus mengelus paha dalam Pratiwi.
Terkadang kemaluan Pratiwi pun tersentuh tangannya.


“Wah neng
susunya besar sekali ya,” kata pak tua. Puas bermain dengan buah dada
Dini, pak tua kembali memperhatikan tubuh Dini, perut, selangkangan. Pak
tua menghentikan elusannya di paha Pratiwi dan menggeser paha Dini agar
dia lebih leluasa melihat kemaluan Dini. Pak tua pun mendekatkan
wajahnya ke kemaluan Dini dan menghirup baunya. “Wah wangi sekali neng,”
kata pak tua seraya sambil tersenyum. Rupanya pak tua menggeser paha
Dini cukup jauh sehingga vaginanya merekah dan menunjukkan isinya yang
berwarna merah muda.


Pak tua mengelus paha dalam Pratiwi dan Dini
yang menimbulkan rangsangan kepada kedua gadis itu. Terkadang
disentuhnya kemaluan mereka. Ada perasaan seperti aliran listrik setiap
kali tangan pak tua menyentuh kemaluan mereka. “Neng-neng gadis kota
memang putih-putih, mulus. Bapak benar-benar beruntung kali ini.”


Pak
tua membuka pakaiannya sehingga sekarang dia telanjang bulat di depan
kedua gadis itu. Pak tua mendekati Dini dan mengulum bibirnya. Sementara
tangannya bermain-main dengan buah dada Pratiwi dan Dini. Pak tua tak
puas, dia berpindah mengulum bibir Pratiwi. Bergantian dikulumnya bibir
Dini dan Pratiwi. Lalu dia berpindah ke tubuh Pratiwi. Diremasnya buah
dada Pratiwi dan dikulumnya puting susu Pratiwi bergantian. Kadang
dijilatnya. Pratiwi dapat merasakan kemaluan pak tua yang sudah tegak
menggesek pahanya. Pratiwi pun lama kelamaan mulai menikmati apa yang
dilakukan pak tua. Jilatan dan kuluman pak tua di putingnya meninggikan
nafsunya. Nafasnya mulai tak teratur. Apalagi remasan pak tua yang
beritme di buah dadanya semakin membuat pikirannya gelap. Pak tua mulai
menjilati buah dada Pratiwi yang membuat Pratiwi semakin tinggi
nafsunya.


Jilatannya kini diarahkan ke perut Pratiwi yang membuat
Pratiwi kegelian dan tidak kuat menahan kenikmatan yang diterima
tubuhnya. Jilatan demi jilatan membuat mata Pratiwi gelap. Pak tua pun
turun dan mulai menjilati kemaluan Pratiwi. Bibir kemaluannya dibuka
dengan menggunakan jari oleh pak tua dan mulailah dia menjilati vagina
Pratiwi. Lidahnya diputar-putar di klitorisnya. Pratiwi merasa
kemaluannya mulai basah akibat rangsangan tersebut. Dan tiba-tiba
Pratiwi merasa tubuhnya mau meledak dan Pratiwi mendapatkan orgasme.


Pak
tua seakan ingin Pratiwi menikmati orgasme yang diberikannya, kini dia
berganti ke Dini. Dini yang merasa takut melihat apa yang dilakukan pak
tua kepada Pratiwi menutup matanya. Pak tua kembali mengulum bibir Dini,
memainkan lidahnya di dalam mulut Dini, sambil meremas-remas buah dada
Dini yang besar. Dipilin-pilinnya puting susu Dini sambil tangan satunya
mengelus perut Dini. Dini pun merasa seakan tubuhnya menikmati apa yang
dilakukan pak tua. Tangan pak tua masih bermain dengan putingnya dan
mulut pak tua masih mengulum bibirnya saat disadarinya tangan pak tua
yang satu lagi bermain di daerah kewanitaannya. Diputar dan dipijatnya
klitoris Dini. Getaran demi getaran nafsu mengalir ke kepala Dini.
Kenikmatan dari permainan tangan pak tua di putingnya dan di klitorisnya
membuat Dini tidak bisa berpikir jernih lagi.


Pak tua berhenti
sebentar, merasakan kemaluan Dini sudah basah, dia pun turun dan mulai
menjilati kemaluan Dini, sambil sesekali menusuk-nusuk kemaluan Dini.
Dini yang sudah tidak kuat lagi, hampir mendapatkan orgasme. Tiba-tiba
pak tua menempelkan bibirnya di bibir kemaluan Dini dan menyedot
kuat-kuat. Dini semakin mendekati orgasme. Pak tua terus menjilati
klitoris Dini dan memainkan jarinya di dalam vagina Dini. Tak lama
kemudian pun Dini mendapatkan orgasmenya.


Pak tua berhenti
sebentar. Duduk di ujung dipan dengan kemaluannya yang tegak berdiri.
Dipuaskan dirinya melihat 2 orang gadis cantik yang sedang bergetar
karena orgasme.


“Wah neng, barang bapak masih kurang keras.
Neng-neng bantu kerasin ya?” Kata pak tua seraya mendekati wajah Pratiwi
dan Dini. Diambilnya tangan Pratiwi dan Dini dan digosokkan tangan
mereka di atas kemaluannya. Pak tua pun melenguh menahan kenikmatan
gosokan tangan Pratiwi dan Dini. Pak tua pun mendekatkan kemaluannya ke
wajah Dini, membuka mulut Dini dan memasukkan kemaluan ke mulut Dini.
Dini merasakan kemaluan pak tua yang berlendir menggesek bagian dalam
mulutnya. Dini yang tidak bisa apa-apa hanya bisa pasrah.


Setelah
puas menggesekkan kemaluannya di dalam mulut Dini, pak tua mencabut
kemaluannya dan membuka mulut Pratiwi dan memasukkan kemaluannya ke
dalam mulut Pratiwi. Digesekkan kemaluannya di lidah Pratiwi. Kadang pak
tua terlalu dalam memasukkan sehingga Pratiwi hampir saja muntah.
Pratiwi pun juga hanya bisa pasrah. Baginya kemaluan pak tua
mengeluarkan bau aneh, menjijikkan bagi Pratiwi.


Setelah puas, pak
tua mencabut kemaluannya dari mulut Pratiwi dan beralih. Dia menduduki
Dini dan meletakkan kemaluannya yang sudah keras dan tegak di antara
buah dada Dini. Buah dada Dini ditekannya sehingga sekarang buah dada
Dini yang besar menjepit kemaluannya. Digesekkannya buah dada Dini di
kemaluannya, kadang kemaluannya yang digesekkan ke buah dada Dini. Dini
merasa susah bernapas karena diduduki.


Tak lama kemudian, pak tua
semakin mempercepat goyangannya dan crttt, kemaluan pak tua memuntahkan
isinya. Sebagian terkena wajah Dini, sebagian berceceran di dada Dini.
Pak tua, mengarahkan kemaluannya ke Pratiwi dan crttt crttt kemaluan pak
tua memuntahkan sisa isinya ke tubuh Pratiwi. Dini dan Pratiwi pun
merasa jijik dengan cairan pak tua yang berada di atas tubuh mereka.


Pak
tua kemudian keluar dari gubuk dan tak lama kembali dan menutup pintu
gubuk tersebut. “Tenang aja neng. Obat yang bapak kasih baru habis
pengaruhnya sekitar 5 jam lagi. Kita masih bisa bermain selama itu.”


Pak
tua kembali mendekatkan wajahnya ke vagina Pratiwi dan mulai menjilati
di sana. Kali ini dia menghisap jarinya, membasahi dengan ludah dan
mulai menusuk-nusuk vagina Pratiwi. Pratiwi yang merasa kegelian, merasa
gairahnya kembali bangkit meskipun bercampur dengan rasa jijiknya.


Lalu
pak tua menjilati vagina Dini sambil terus memainkan jarinya di vagina
Pratiwi. Dini pun kembali naik gairahnya. Lama juga pak tua
berganti-ganti menjilati dan memainkan jarinya di kemaluan Pratiwi dan
Dini. Kemaluan kedua gadis itu sudah basah sekali. Pak tua berhenti dan
memperlihatkan kemaluannya yg sudah tegak berdiri lagi.


“Yang mana ya yang akan bapak masukkan duluan?”
“Yang neng ini masih rapat, bapak suka sekali” seraya mengusap kemaluan Pratiwi.
“Kalau neng yang ini lebat sekali rambutnya, bikin bapak makin nafsu” seraya mengusap rambut kemaluan Dini.
“Kalau gitu, bapak ganti-gantian saja, bapak cobain 2-2nya sekaligus,” kata pak tua.


Diangkatnya
Dini dan diletakkan di atas Pratiwi. Dibukanya kaki kedua gadis itu
sehingga kini vagina Pratiwi dan Dini bertumpuk dan terbuka lebar.
Lelehan air liur pak tua bercampur dengan cairan kenikmatan kedua gadis
itu menetes dari pinggir vagina mereka. Di bawah pantat Pratiwi, pak tua
menyelipkan sesuatu agar posisi vagina Pratiwi dan Dini lebih terangkat
ke atas dan memudahkan pak tua memasukinya.


Pak tua pun mengambil
posisi di depan vagina Pratiwi. Pratiwi dan Dini meskipun terangsang,
tapi mereka masih menyadari apa yang pak tua ini hendak lakukan. Mereka
hanya bisa berteriak uh-uh-uh. Pak tua menyeringai puas dan memegang
kemaluannya, meludahinya agar licin dan siap memasuki vagina Pratiwi.


Tiba-tiba
BRAKK! Tiba-tiba muncul sesosok tubuh di depan pintu gubuk yang
langsung menyerang pak tua dengan batangan kayu besar. Pak tua yang
tidak siap langsung roboh terkena pukulan batangan kayu besar di
kepalanya. Sosok itu pun tidak mengenal kasihan, kakinya langsung
menginjak kemaluan pak tua yang sedang tegak-tegaknya dan terdengar
suara KRAK! Dilanjutkan dengan teriakan pak tua memegang selangkangannya
sambil mengeluarkan busa dari mulutnya.


Ternyata sosok tubuh itu
adalah Ray. “Dasar orang tua bangsat, ga tau malu!” Lalu diludahinya pak
tua yang sudah tak sadarkan diri di lantai gubuk itu. Lalu dialihkannya
pandangannya ke dipan. Kaget dilihatnya kedua gadis temannya berada
dalam posisi memamerkan kemaluan mereka. Sesaat Ray merasa nafsu muncul
dari dalam dirinya. Bagaimanapun yang ada di hadapannya adalah 2 orang
gadis cantik yang tidak mengenakan pakaian dan memamerkan bagian
kewanitaannya.


Pikiran itu dibuangnya dan dia membantu memindahkan
tubuh Dini dari atas Pratiwi. Dia pun keluar, mencari sesuatu untuk
menutupi tubuh kedua gadis itu. Tak lama di bagian belakang gubuk, Ray
menemukan 2 buah kain sarung yang sudah lusuh dan tali rafia. Diambilnya
dan ditutupinya tubuh telanjang kedua gadis itu. Dia pun mengikat tubuh
pak tua di pohon di dekat gubuk tanpa sehelai benang pun. Kekesalannya
pada pak tua masih berkobar, saat pak tua sedikit sadar, tanpa ragu-ragu
Ray memberi bogem mentah di rusuk pak tua. Mulut pak tua pun kembali
berbusa dan tak sadarkan diri lagi.


——————————————————–


Saat
pengaruh obat itu sudah hilang, kedua gadis itu merasakan tenaga mereka
pulih. Mereka bisa menggerakkan tubuh mereka lagi. Dengan tubuh hanya
dibungkus sarung lusuh, mereka tertatih-tatih keluar dari gubuk dan
menemukan Ray dan pak tua yang terikat di pohon. Pak tua sudah sadar dan
masih sulit berbicara. Maklum Ray sempat menghabiskan waktu menunggu
kedua gadis itu belum pulih dengan membogemi pak tua.


“Kalian
lebih baik membersihkan tubuh dulu, di sana ada sungai kecil, airnya
lumayan bersih. Biar gue yg di sini menjaga pak tua ini,” kata Ray
sambil menunjuk ke arah timur. Sebelum kedua gadis itu pergi ke sungai,
mereka sempat meludahi dulu wajah pak tua.


Kedua gadis itu
membersihkan diri di sungai. Pratiwi berkata, “Untung ada si Ray datang
di saat yang tepat. Kalau nggak bisa bahaya, kehormatan kita bisa
diambil sama pak tua bangsat itu.”


“Iya, meskipun kita udah ga
perawan lagi,” kata Dini sambil tertawa. Perlahan dia memegang
kemaluannya, terbayang kejadian semalam.


Pratiwi dan Dini pun
menggosok tubuh masing-masing. Membersihkan sisa-sisa pak tua di tubuh
mereka. Terkadang Pratiwi dengan iseng memilin puting Dini dan Dini
membalasnya dengan meremas buah dada Pratiwi. Andaikan Ray bisa melihat
kedua gadis ini mandi, pastilah nafsunya meningkat seketika. 2 tubuh
putih ranum yang indah. Masing-masing dengan buah dada bulat dan lekukan
tubuh yang sempurna.


Selesai mandi, mereka kembali membungkus
tubuh mereka dengan sarung lusuh yang sudah tipis itu. Bersamaan dengan
sampainya mereka di gubuk tersebut, matahari pun sudah mulai terbit,
sehingga Ray yang berada di depan mereka dapat melihat siluet tubuh
indah kedua temannya yang ditutupi sarung.


Pak tua yang sudah
sadar, tertawa meringis ketika melihat kedua gadis yang hendak
diperkosanya semalam. Amarah kedua gadis ini langsung naik ke ubun-ubun
dan Dini tanpa permisi langsung memberikan uppercut di dagu pak tua,
disambung dengan Pratiwi yang menghajar hidung pak tua hingga patah.
Pukulan bertubi-tubi dihujamkan kepada tubuh ringkih pak tua oleh kedua
gadis itu.


Setelah puas, mereka mengajak Ray kembali ke cottage
tanpa melepaskan pak tua dari ikatan di pohon. “Sebentar, gue masih
kesel sama orang tua ga tau diri ini,” kata Pratiwi yang langsung
menghampiri pak tua dan menendang kemaluan pak tua. Mungkin karena luka
semalam belum sembuh benar, pak tua kembali pingsan dan mulutnya
mengeluarkan busa lagi. Ray langsung menghampiri dan memeriksa pak tua.
“Belum mati, untung saja,” bisiknya lega.


Di cottage, Pratiwi dan
Dini langsung mengganti sarung lusuh itu dengan pakaian mereka. Kali ini
Pratiwi memakai baju bali yang cukup longgar dan hotpants, sedangkan
Dini memakai baju kaos ketat berwarna kuning dan hotpants. Buah dadanya
semakin terlihat besar dan putingnya tercetak di kaos tersebut, karena
dia memakai bra yang tipis.


“Bagaimana kita pulang, Ray? Tukang
perahu sudah tidak ada lagi, sedangkan perbekalan kita hanya cukup untuk
seminggu,” kata Dini.


“Tenang, setiap 4 hari sekali ada orang
yang datang ke pulau ini untuk membersihkan cottage ini. Kita bisa minta
pertolongannya nanti. Kalau tidak salah, orang itu akan datang 2 hari
lagi. Lebih baik kalian makan dahulu, daripada kalian sakit.”


Kedua gadis itu menurut, Pratiwi beranjak dari meja dan mengambil bekal makanan mereka.


“Ini
Ray,” kata Pratiwi seraya memberikan makanan sambil menunduk. Ray
dengan jelas bisa melihat buah dada gadis itu terpampang jelas, karena
baju bali yang longgar. Kemaluan Ray langsung mengeras. Apalagi dengan
posisi menunduk, buah dada Pratiwi menggantung dan terlihat lebih besar.
Dilihatnya Dini sedang menikmati makanan, puting susunya yang tercetak
di kaosnya menambah keras kemaluan Ray.


Sorenya, saat kedua gadis
itu berjalan-jalan di luar cottage, Ray melamun. Lamunannya
melayang-layang dan akhirnya dia mengingat tubuh kedua gadis itu. Posisi
tubuh mereka saat dia menemukan mereka di gubuk itu, siluet tubuh
mereka yang terbungkus sarung, buah dada Pratiwi dan puting susu Dini
yang tercetak jelas. Kelamaan kemaluan Ray makin keras.


“Daripada
pusing, lebih baik gue salurin aja,” kata Ray menuju kamar mandi.
Dilihatnya sekeliling, tidak tampak kedua gadis itu. Perlahan diturunkan
celananya dan Ray mulai memuaskan diri sendiri sambil membayangkan
kedua gadis itu.


“Nah ya, lagi apa lo!” Tiba-tiba terdengar kedua
gadis itu berteriak. Ray yang masih memegang kemaluannya yang tegak
kaget dan salah tingkah.


“Sini Ray, daripada elo sendirian,
mending kita bantu. Sebagai tanda terima kasih kita juga,” kata Dini
sambil langsung memegang kemaluan Ray dan memasukkan ke mulutnya.
Pratiwi menarik tangan Ray dan meletakkannya di buah dadanya sambil
mencium bibirnya. Ray langsung menikmati hal tersebut. Dikulumnya bibir
Pratiwi dan dimainkan lidahnya di dalam mulut Pratiwi. Tangannya terus
bergerilya di dada Pratiwi. Dini langsung mengulum kemaluan Ray.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar