Minggu, 05 Agustus 2012

cerita hot-dengan mbah dukun









Menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan impian bagi sebagian besar orang.
Berbagai cara ditempuh agar bisa lolos tes CPNS. Mengikuti bimbingan
tes CPNS, menyogok, menyewa joki, sampai ke dukun sekalipun akan
dilakukan. Entah karena putus asa setelah beberapa kali gagal dalam
tes, akhirnya akupun juga memakai jasa dukun atau orang pintar. Menurut
info yang aku peroleh dari temanku, ada seorang dukun di pinggir kota
yang dulu pernah meloloskannya menjadi PNS. Malam itu aku sendirian
pergi mencari rumah dukun itu. Setelah sempat muter-muter nanya
sana-sini, akhirnya aku tiba di sebuah rumah sederhana yang nyaris tidak terlihat dari jalan raya.


Halamannya
yang luas dan tertutup rimbunnya pohon-pohon mangga membuat suasana
menjadi sejuk dan tenang. Setelah beberapa kali mengetuk pintu, seorang
wanita setengah baya dengan senyum ramahnya membukakan pintu. “Permisi,
apa benar ini rumahnya Bu Sarmi?” tanyaku kemudian. “Oh iya, saya
sendiri. Silakan masuk, Mas!” Setelah dipersilakan duduk, tanpa
basa-basi aku segera memperkenalkan diri dan langsung mengutarakan
maksud kedatanganku. “Ooo, jadi Mas Anang ini juga pengen jadi pegawai
negeri to?” “Iya Bu! Saya juga sudah membawa sebotol madu murni sebagai
syarat, seperti yang dikatakan teman saya.” Aku menyodorkan satu botol
madu murni kepada Bu Sarmi. “Kalau begitu, silakan Mas Anang ikut saya
ke dalam!” Bu Sarmi beranjak dari duduknya sambil membawa botol madu
yang aku berikan tadi.beliau berjalan menuju ke sebuah kamar di ujung
ruangan.


Dari belakang aku
membentutinya sambil memperhatikan gerakan pantatnya yang membuatku
menelan ludah. Sesampainya di dalam ruangan yang redup itu, Bu Sarmi
menutup pintu dan menyuruhku membuka pakaianku. “Maaf ya Mas Anang!
Tolong pakaiannya di lepas dan silakan berbaring di ranjang itu! Kita
akan segera memulai ritualnya!” “Semuanya, Bu?” tanyaku malu-malu. Bu
Sarmi tersenyum, “Mas Anang gak usah malu. Anggap saja saya tidak ada.
Toh ini kan juga demi cita-cita Mas Anang!” Bu Sarmi benar, pikirku.
Lagi pula aku sudah terlanjur datang ke sini, jadi aku tidak perlu malu
lagi. Sementara Bu Sarmi menyiapkan kelengkapan ritual, aku segera
menanggalkan semua busanaku kemudian berbaring di atas ranjang yang
tidak terlalu empuk itu.


Beberapa
saat kemudian, dengan sebotol madu ditangannya , Bu Sarmi datang dan
duduk di sampingku. Sesaat aku sempat melihat Bu Sarmi mengamati tubuh
telanjangku. Pandangannya terkesan liar, seolah tengah melihat ayam
panggang yang siap untuk di santap. Dengan duduk bersimpuh di sampingku,
Bu Sarmi mulai menuangkan madu murni itu ke sekujur tubuhku. Aku
memejamkan mataku saat tangan lembut Bu Sarmi mulai menyentuh dadaku,
meratakan madu yang lengket itu ke setiap sudut tubuhku. Jemarinya yang
lentik dengan lihai menari-nari, meremas-remas dada bidangku, dan
mempermainkan bulu-bulu halus yang tumbuh di atasnya. Aku menggigit
bibirku sendiri, mencoba mengendalikan aliran darahku yang bergejolak
menuju ke arah pangkal pahaku. “Mas Anang sudah punya pacar?” tanya Bu
Sarmi memecah keheningan. “Eh, saya baru menikah enam bulan yang lalu,
Bu!” “Ooo…, jadi masih pengantin baru to! Wah, lagi panas-panasnya dong,
Mas!” kata Bu Sarmi meledek. “Ah, Bu Sarmi ini bisa saja!” Tanpa
sengaja tanganku menyentuh lutut Bu Sarmi ketika beliau memindahkan
tanganku yang tadi menutupi kemaluanku. Aku juga sempat melirik pahanya
yang sedikit tersingkap. Wah, mulus juga pahanya, pikirku.


Tanganku
jadi betah berlama-lama di atas paha mulus itu. Bu sarmi membiarkannya
ketika tanganku mengelusnya. Bahkan beliau malah melebarkan pahanya.
Seolah memberikan tanganku peluang untuk bergerak menelusuri paha bagian
dalamnya. Darahku semakin mendidih manakala dengan lincahnya jemari Bu
Sarmi turun ke perutku, membelai bulu-bulu halusnya dan memijat
otot-otot perutku yang keras. “Wah…, badan Mas Anang kekar juga ya.
Pasti Mas Anang rajin olah raga.” “Ya, tiap pagi saya usahakan untuk
olah raga meskipun cuma angkat beban atau sit up.” “Ooo…, pantesan adi
Mas Anang gede!” “Maksud Bu Sarmi, adik yang mana?” tanyaku pura-pura
bodoh. “Maksud saya adik yang ini…..” kata Bu Sarmi sambil meremas
kejantananku tanpa rasa canggung. Ada rasa kaget sekaligus senang dengan
perlakuan Bu Sarmi.


Beliau
dengan lembut melumuri kejantananku dengan madu, kemudian mengocoknya
pelan. “Ooohh…, Bu! Enak…!” aku melenguh nikmat. Aku juga semakin
berani dengan menyingkap roknya dan memilin pahanya lebih jauh lagi.
Dan ternyata Bu Sarmi menanggapi positif tindakanku itu. Terbukti
dengan ia sedikit mengangkat pantatnya agar aku bisa mencapai pangkal
pahanya. Astaga…! Sekali lagi aku terkejut sekaligus senang manakala
tanganku menyentuh rambut-rambut halus diantara pangkal paha Bu Sarmi.
Ternyata beliau sudah tidak memakai celana dalam.


Perlahan-lahan
aku mulai menggosok bibir vagina Bu Sarmi yang sudah basah itu dengan
jariku. Bu Sarmi bertambah kelonjatan dan semaikin bersemangat mengocok
batang kontolku. Perlahan lahan batang kejantananku itu mulai membesar
dan mengeras. Tanpa rasa jijik, Bu Sarmi mulai menjilati sisa-sisa
madu yang menempel di sekitar pangkal pahaku, melumat buah zakarku,
kemudian bergerak naik menyapu urat-urat kontolku yang sudah
bertonjolan. “Gimana Mas Anang? Enak kan?” tanya bu Sarmi di sela-sela
aksinya. “Ahh.., nikmat banget Bu! Saya belum pernah merasakan senikmat
ini!” Aku memang belum begitu pengalaman dalam hal sex. Selama
berhubungan dengan isteriku, kami hanya melakukan dengan cara
konvensional saja.


Namun
kali ini Bu Sarmi memberikan pelajaran baru yang ekstrim. Terbukti
ketika Bu Sarmi dengan lembut memasukkan ujung penisku ke mulut
mungilnya. “Ooougghh…yeah…enak, Bu!” nafasku semakin memburu. aku
merintih-rintih nikmat, namun Bu Sarmi masih asyik mempermainkan
kontolku di dalam rongga mulutnya. Aku juga semakin berani. Kutarik
rokny sampai terlepas.


Bahkan
Bu Sarmi juga melepaskan kaosnya sendiri. Gila! Di usianya yang sudah
tidak muda lagi, ternya bu Sarmi masih memiliki tubuh yang bagus.
Kulitnya putih mulus, payudaranya yang masih kencang dan montok, serta
pantatnya yang bulat menggemaskan membuatku seolah ingin mengunyahnya.
Oh, sungguh sexy. “Aahhh…., kontol Mas Anang memang luar biasa
besarnya. Hhhmmmm…., saya memang sudah lama mendambakan kontol sebesar
ini.Hhhmmm…!” dengan rakus Bu Sarmi kembali melumat kejantananku. Kali
ini beliau mengangkangi tubuhku dan menyodorkan vaginanya tepat ke
wajahku.


Dengan naluriku,
akku mendekatkan mulutku ke vagina Bu Sarmi yang merekah merah. Bau
harum yang keluar sangat merangsah syaraf otakku untuk menjilatnya.
Perlahan-lahan kujulurkan lidahku, dan kusapu permukaan vaginanya
dengan lembut. “Aaaaghhh…! Yaahhh…, begitu Mas! Jilat terus punya
saya….!Oooghhh…!” Bu Sarmi bertambah semangat mempermainkan kontolku di
dalam mulutnya. Sementara tangannya mengocok batang kontolku,
kepalanya juga bergerak naik turun. Sesekali beliau menyedo-nyedot
ujung kontolku kuat-kuat. Cukup lama kami dalam posisi ini, saling
menjilat, mengulum dan mengocok kemaluan masing-masing. Berapa saat
kemudian Bu Sarmi melepaskan kulumannya. “Gimana, Mas Anang Suka kan?”
tanya Bu Sarmi sambil tersenyum padaku.


Aku
hanya mengangguk pelan sambil menikmati jemari Bu Sarmi yang masih
memijit-mijit batang kontolku. “Berdasarkan pengamatan saya, kebanyakan
orang yang mempunyai penis besar mempunyai keinginan yang besar pula.
Saya yakin, kali ini Mas Anang pasti akan bisa jadi Pegawai Negeri.”
kata Bu Sarmi menjelaskan. “Tapi sekarang, biarkan saya bersenang-senang
dulu dengan kontol Mas Anang yang besar ini!” Bu Sarmi mengambil
posisi duduk di atas pahaku. Perlahan-lahan beliau meraih kejantananku
dan membimbingnya menuju ke gua darbanya yang sudah basah. Dia terlihat
meringis saat ujung penisku mulai memasuki memeknya yang hangat. Entah
karena memek Bu Sarmi yang sempit, ataukah karena kontolku yang besar,
proses penistrasi itu berjalan dengan lambat namun nikmat.


Bu
Sarmi tampak susah payah berusaha agar batang kontolku bisa masuk utuh
ke dalam memeknya. Sampai akhirnya… “Aaougghh…., aduh Mas Anang! Gede
banget kontolmu!” tubuh Bu Sarmi yang mulus tampak berkilat-kilat oleh
cucuran keringatnya. Beberapa kali ia menghirup nafas dalam-dalam
sambil membiarkan batang kontolku terbenam dalam rongga vaginanya yang
sempit. Beberapa saat kemudian Bu Sarmi mulai beraksi.


Dengan
kedua tangannya bertumpu pada dada bidangku, beliau mulai mengayunkan
pantatnya naik turun. “Aaaahhh…, aahhhh…, ooougghh…!” Aku
mendesah-desah keenakan. Kedua tanganku memegang pinggul Bu Sarmi untuk
mengatur gerakan naik turunnya. Sesekali tanganku juga merayap naik,
menggapai dua buah benda kenyal yang melambai-lambai indah seiring
dengan gerakan naik turun tubuhnya. Dengan liar Bu Sarmi
menghentak-hentakkan pantatnya, meliuk-liuk di atas tubuhku, seperti
seekor ular betina yang tengah membelit mangsanya. Terkadang beliau
juga membuat goyangan memutar pantat sehingga jepitan vaginanya terasa
mantap. Batang kontolku terasa seperti di pelintir dan dipijit-pijit di
dalam lobang kenikmatan itu. Terasa hangat dan nikmat. Semakin lama
gerakan Bu Sarmi semakin liar tak terkendali.


Menghujam-hujam
kejantananku semakin dalam dan mentok sampai dinding terdalam rongga
vaginanya. Nafas kami juga semakin memburu, seperti bunyi lokomotif rua
yang berjalan dengan sisa-sisa tenaganya. “Oh, Mas Anang…,
saya…sudah…nggak kuat…lagi…! Arrrgghhh….!” Bu Sarmi menjerit nikmat
berbarengan dengan muncratnya magma panas dari dalam rahimnya. Beliau
mencengkeram kuat-kuat dadaku. Seolah ingin menancapkan kuku-kukunya ke
dalam dada bidangku. “Ooohhh…, sebentar lagi Bu! Saya juga sudah mau
keluar…, ooohhh…yeaahhh….!” Aku juga mempercepat gerakanku. Meskipun Bu
Sarmi terlihat lelah, namun aku masih bisa menopang tubuhnya dan
menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah. Beberapa menit kemudian,
aku merasakan batang kontolku semakin mengencang dan mulai
berdenyut-denyut. Aku segera mempercepat gerakanku.


Ku
hentak-hentakkan tubuh Bu Sarmi. Bunyi berkecipak semakin terdengar
nyaring. Sampai akhirnya….. “Saya…, keluar Bu! Oogghhh…!” aku mengerang
nikmat bersamaan dengan menyemburnya spermaku di dalam rongga
kenikmatan Bu Sarmi. Seketika tubuhku lemas. Aku sudah tak mampu lagi
menopang beban Bu Sarmi yang berada di atas tubuhku. Beliau ambruk
menindih tubuhku sementara batang kejantananku masih tetap menancap di
vaginanya yang hangat. Dalam hati aku kagum dengan wanita ini. Beliau
telah memberikan pengalaman baru dalam bercinta. Belum pernah aku
merasakan senikmat ini dalam berhubungan sex. “Mas Anang memang
benar-benar hebat!” kata Bu Sarmi sambil membelai bulu-bulu halus di
dadaku. “Ibu juga hebat! Belum pernah saya sepuas ini, Bu!” Aku
mengecup kening beliau dan membelai rambutnya yang terurai panjang. Tak
berapa lama kemudian akupun terlelap dalam dekapan hangat Bu Sarmi.


Entah
sudah berapa lama aku terpejam, ketika aku merasakan sesuatu yang
merayap di atas perutku. Sesuatu yang hangat dan lembut. Perlahan aku
membuka mataku, ternyata Bu Sarmi tengah asyik menciumi, menjilati dan
melumat permukaan kulit perutku. “Aahhh…, Bu Sarmi masih pengen nambah
lagi?” desahku pelan. Bu Sarmi tersenyum manja, “Habis…, kontol Mas
Anang guede sih! Siapa sih yang gak ketagihan ama kontol segede ini!”
“Ah, Bu Sarmi ini bisa aja!” aku hanya merem melek, menikmati tangan
beliau yang bermain main nakal di selangkanganku. Dengan lembut Beliau
membelai kejantananku dan mengurut-urutnya dengan jempol dan
telunjuknya. Terasa nikmat memang.


Bu
Sarmi bertambah antusias ketika batang kontolku mulai membesar dan
mengeras. Dan dengan rakus, Bu Sarmi mulai menjilatinya, melumat dan
mengocok kejantananku dengan mulut mungilnya. “Aaahhh…, aaahhh…, enak
Bu! Oohhh…!” aku hanya bisa mengerang keenakan. “Hhhhmmm…., Mas Anang
mau yang lebih enak lagi?” tanya Bu Sarmi menggoda. “Emang ada yang
lebih nikmat, Bu?” “Coba Mas Anang berdiri!” aku menuruti perintah Bu
Sarmi. Dengan kondisi tubuhku masih telanjang bulat, aku berdiri di atas
ranjang. Sementara itu, Bu Sarmi yang berlutut di hadapanku tampak
memandangi batang kejantananku yang sudah berdiri mengangguk-angguk.
Perlahan-lahan Bu Sarmi meraihnya dan mengocoknya dengan lembut.


Ku
kira beliau akan memasukkan batang kontolku ke dalam mulutnya, tapi
ternyat tidak. Beliau ternyata malah menggosok-gosokkan batang kontolku
di permukaan buah dadanya yang lembut. “Oohhh….yaaahhh! Enak banget
Bu!” “Ini masih belum seberapa, Mas! Coba Mas Anang rasakan yang ini…”
Bu Sarmi menggeser batang kontolku dan menyelipkannya di antara belahan
buah dadanya. “Sekarang, coba ayunkan pantat Mas Anang!” Aku menurut
saja. Perlahan-lahan aku mengayunkan pantatku maju dan mundur, sementara
Bu Sarmi menekan-nekan buah dadanya ke dalam sehingga batang kontolku
terasa terjepit-jepit diantara susunya yang kenyal. “Oouuhhh…! Bu Sarmi
memang benar-benar pandai memanjakan pria! Ini benar-benar luar biasa,
Bu!” aku mendesah-desah nikmat.


Susu
Bu Sarmi yang menekan-nekan kontolku membuat diriku serasa melayang.
Lama juga kami melakukan foreplay ini. Sampai akhirnya Bu Sarmi
memintaku untuk segera menuntaskan permainan itu. “Aahhh…, Mas Anang!
Ibu sudah kepengen banget nih!” rengek bu Sarmi. Beliau melepaskan
jepitan susunya dan kemudian mengambil posisi seperti orang sedang
bersujud. Meskipun aku masih belum begitu pengalaman, namun aku sudah
pernah melihat posisi seperti itu dalam film porno. Perlahan-lahan aku
membimbing kejantananku yang sudah berdiri keras ke arah lubang
kewanitaan Bu Sarmi yang menganga dari belakan. Bu Sarmi tampak
menggigit bibir sendiri ketika aku mulai menggesek-gesekkan ujung
penisku di bibir vaginanya. “Ooouhhh…, ooohhh…! Cepetan masukin dong
Mas!” rengek Bu Sarmi. Pelan-pelan ku tusukkan ujung kejantananku ke
arah vagina bu Sarmi yang memerah. “Aahhhh…!” aku melenguh nikmat.


Di
usianya yang sudah tidak muda lagi, tapi Bu Sarmi masih memiliki memek
yang seret lagi keset. Jepitannya masih terasa kuat, seolah-olah ingin
meremukkan batang kontolku. Terlebih ketika seluruh batang kontolku
tertanam dan terhisap di dalam rongga memeknya. Sesaat aku membiarkan
kontolku tertancap. Kemudian, pelan tapi pasti aku mulai mengayunkkan
pantatku maju mundur. “Aaaahhhh…, yeaahhh….! Sodokanmu mantep banget Mas
Anang, Ooohhh…!” Bu Sarmi mengoceh tak karuan. Ah-uh-ah-uh,
oh-yeh-oh-yeh! Beliau juga hanya bisa meremas-remas seprei kusut itu
saat gerakanku mulai cepat. Lama juga kami bermain dalam posisi doggy
itu, sampai akhirnya Bu Sarmi terlihat sangat lelah. “Aduh…, Oouhhh…
kita istirahat dulu ya sayang! Ooohhh…!” Aku mencabut penisku, sedangkan
Bu Sarmi terguling ke samping dan terkapar dengan tubuh bersimbah
keringat.


Buah dadanya yang
montok tampak naik turun seiring dengan deru nafasnya yang
terengah-engah. Setelah mengatur nafas beberapa saat, akupun mulai
melanjutkan aksiku. Ku bentangkan kaki Bu Sarmi kesamping, ku angkat
kaki kanannya dan ku letakkan di atas bahuku. Perlahan-lahan ku tarik
pinggang Bu Sarmi dan ku arahkan batang kontolku menuju gua darbanya
yang menganga, dan sleeeep…! Kembali kejantananku tertanam dalam lobang
hangat itu. “Aduuhh…, pelan-pelan dong sayang!” rintih Bu Sarmi.
Kembali aku ayunkan pantatku perlahan-lahan namun pasti.


Bu
Sarmi yang berada di bawahku tampak kelonjatan menikmati aksiku ini.
Terlebih ketika aku membercepat ayunanku dan menekan kuat-kuat batang
kontolku ke dalam rahimnya. Beliau hanya bisa mengerang nikmat sambil
mencengkeram kuat-kuat lenganku yang sesekali meremas-remas buah
dadanya. “Iyaah…aaghhh! Terus sayang…yahhh…yaahh…oouug ghhh….!” Bu Sarmi
mengoceh tak karuan. Namun aku tidak menghiraukannya. Aku terus
memompa tubuhku dengan gerakan mengorek-ngorek lubang nikmat itu.
Semakin lama gerakanku semakin liar. “Ooohh…, Mas! Saya sudah nggak
sanggup lagi…., Ooohhh…., saya mau keluarrr….!” Aku merasakan
dinding-dinding vagina Bu Sarmi mengerut dan berdenyut-denyut,
mencengkeram dan meremas-remas batang kontolku dari dalam. Semakin lama
kedutan vagina Bu Sarmi semain cepat, hal yang sama juga terjadi
padaku. Batang kontolku sudah terasa ngilu dan berdenyut-denyut. Sampai
akhirnya….. “Aaarrggghhh….! Aku keluar lagi Mas!” Bu Sarmi menjerit
puas.


Aku semakin
mempercepat gerakanku, mengoyak-ngoyak isi vagina Bu Sarmi. Namun
ssebelum spermaku keluar, aku segera mencabut penisku. Sambil
mengocoknya dengan tanganku, aku menyodorkan batang kontolku ke bibir Bu
Sarmi yang terbuka. Aku semakin mempercepat kocokan tanganku sampai
akhirnya…. “Aaaaggghh….aaaghh….aaaghh h…!” Crot…crot…croottt! Cairan
putih kental muncrat beberapa kali ke mulut Bu Sarmi. Tanpa rasa jijik
beliaupun menelan spermaku, kemudian menjilati sisanya yang masih
menempel di batang kontolku. Seketika tubuhku lemas, tulang-tulangku
seolah rontok. Dan akupun terkapar di sisi Bu Sarmi. “Oh, Mas Anang
benar-benar perkasa! Terima kasih ya Mas!” aku memeluk tubuh Bu Sarmi
dan mencium keningnya. Beliau tampak tersenyum puas sambil meletakkan
kepalanya di atas dada bidangku dan mengusap-usap bulu-bulu halus di
atasnya. “Kalau saya berhasil jadi Pegawai Negeri, Bu Sarmi mau minta
apa?” tanyaku kemudian. Bu Sarmi bangkit dan duduk bersimpuh di
sampingku. “Saya tidak minta apa-apa kok, Mas!” beliau tersenyum, “Mas
Anang tidak perlu membelikan saya apapu! Saya cuma minta ini…..” Bu
Sarmi meraih penisku yang terkulai tak berdaya.


Kemudian
mengurut-urutnya dengan jemarinya yang lentik. “Maksud Bu Sarmi?”
tanyaku tidak mengerti. “Kalau Mas Anang berhasil jadi PNS, saya cuma
ingin Mas Anang mengunjungi saya setiap seminggu atau dua minggu sekali
untuk memberi saya jatah punya Mas Anang yang besar ini…..” lanjut
beliau sambil menjilati sisa-sisa sperma yang masih lengket di batang
kontolku. “Ah, kalau itu sih gampang! Dengan senang hati saya akan
selalu siap melayani Ibu!” Mendengar jawabanku Bu Sarmi kegirangan. Dan
beliau kembali mengguguah birahiku dengan memberikan kuluman dan
kocokan di batang kontolku.


Beberapa
minggu kemudian akhirnya aku benar-benar lolos menjadi PNS. Dan
setelah dilaksanakan pelantikan, aku memenuhi janjiku kepad Bu Sarmi.
Setiap kali ada kesempatan, aku selalu berkunjung ke tempat Bu Sarmi.
Tentu saja untuk memberinya kepuasan. Dan selama berhubungan dengannya,
beliau masih saja mengakui kejantananku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar