Penyeragaman pemotongan PPh untuk freelance crew di semua PH di industri kita adalah salah satu agenda utama IPFII, yang direncanakan dapat di aplikasikan
segera.
Saat ini ada sebagian PH yang sudah berhasil menjalankan pemotongan PPh dengan melakukan pendekatan kepada para freelance crew, salah satunya adalah Gravity seperti yang dijelaskan oleh Bertha di email
PH Forum.
Kami telah melakukan pengecekan ke beberapa PH, sebagian sudah melakukan pemotongan PPh terhadap freelance crew yang bersedia dipotong feenya, dan buat yang tidak bersedia dipotong, PH tersebut melakukan gross-up atas fee freelance crew pada saat pembayaran, kemudian PH tersebut membayar dan melaporkan ke kantor pajak, selanjutnya PH tersebut harus memberikan kepada freelance crew untuk bukti potong dan bukti setornya.
Presidium dan Komisi C akan menyelesaikan tugas mengenai pemotongan PPh, sehingga dalam waktu dekat bisa diterapkan secara seragam di industri kita ini.
Penerapan pemotongan PPh ini sebenarnya bukan hanya untuk crew, tapi juga untuk talent, musician, animator, offline editor freelance, untuk itu kita harus merencanakan dengan baik dan koordinasi dengan semua pihak.
Yang harus dijaga adalah jangan sampai terjadi freelance crew menaikkan harga dengan alasan untuk pemotongan PPh, karena biasanya mereka menaikkan harga dengan pembulatan keatas yang berarti nilai pembulatannya lebih besar dari nilai PPh yang
seharusnya dipotong.
Misalnya: Fee Rp. 1.200.000,-, potongan PPh nya adalah Rp. 23.350,- (rumusnya semua pasti sudah tahu), tapipara freelance crew tidak akan menaikkan fee mereka menjadi Rp. 1.200.000,- + Rp. 23.350,- = Rp.1.223.350,- karena angkanya ganjil, para freelance crew akan menaikkan fee menjadi Rp. 1.300.000,-, berarti kita membayar lebih banyak, dikalikan dengan berapa puluh crew, totalnya akan menjadi besar, dan
semua itu adalah menjadi beban PH.
Untuk informasi saja, bahwa apabila ada PH yang belum berhasil menerapkan pemotongan PPh atas fee freelance crew, bukan berarti PH tersebut tidak membayar PPh ke
pemerintah.
“Manasuka Siaran Niaga” di TVRI dilarang dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden; semua bentuk iklan ditarik dari siaran dan hanya dibolehkan di gedung-gedung bioskop dan bioskop keliling
“Manasuka Siaran Niaga“ on TVRI banned by Presidential Decree; all commercials were taken off air and allowed only in theatres and mobile theatre units.
1989:
RCTI sebagai stasiun komersial swasta pertama di Indonesia, memulai siaran perdana sebagai layanan TV berbayar dan iklan TV mulai diperkenankan
Indonesia’s first private commercial station, RCTI started as a pay TV service, and TV commercials were allowed.
1990:
SCTV sebagai Stasiun komersial swasta kedua, memulai siaran perdananya di bulan Agustus
A 2nd private commercial station, SCTV commenced free-to-air broadcast in August.
1991:
RCTI berubah dari layanan TV berbayar menjadi TV siaran nasional untuk umum
Stasiun TV swasta lainnya, yaitu TPI memulai siaran di bulan Januari
RCTI converted from pay TV to free-to-air nationwide broadcast.
Another private commercial station, TPI commenced broadcast in January
1993:
ANTEVE memulai siaran perdana di bulan Januari
ANTEVE commenced broadcast in January
1994:
Satu-satunya telecine di Indonesia yang bertempat VHQ ditutup
The only telecine chain at VHQ in Indonesia was retired from service.
1995:
Indosiar menjadi TV siaran nasional untuk umum yang ke 5
Indosiar became the the 5th commercial free-to-air channel.
1997:
Krisis moneter menerpa Asia. Rupiah turun drastis dari sekitar 2,200 per
USD menjadi 16,000 di tahun 1998. Krisis ini juga mengakibatkan
pergantian Presiden. Pemerintah mengeluarkan peraturan baru UU 24 di
bulan September 1997 mengenai Lembaga Penyiaran Swasta yang berujung kepada disetujuinya ijin untuk lebih banyak stasiun TV
"Monetary Crisis" hit Asia. Rupaih nose-dived from about 2.200 to the USD to 16.000 in 1998. The crisis also brought about a change of the President.
The government issued new regulations UU 24 in September 1997 on Lembaga Penyiaran Swasta which led to more licenses for TV stations being approved.
2000:
Telecine kembali ada di Indonesia – G1 Post memiliki mesin Ursa dan memulai layanan nya di bulan Mei.
Metro TV memulai siaran perdana nya di bulan November
Telecine becomes available in Indonesia again - G1 Post brought in an Ursa and commenced service in May.
Metro TV commenced broadcast in November
2001:
Empat stasiun TV baru memulai siarannya – Trans TV, Lativi, Global
and TV 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar